Bodoh di mata Tuhan (Pdt Sukirman Pardi)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Menjadi kaya bukanlah dosa. Tetapi seseorang disebut bodoh di mata Tuhan ketika harta dikumpulkan dengan cara yang salah, motivasi yang salah, dan prioritas hidup yang salah, tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa memikirkan kekekalan. Tuhan memberkati umat-Nya bukan untuk memuaskan ego pribadi, melainkan agar mereka memelihara keluarga, melayani sesama, dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang.

Shalom, Bapak/Ibu, apa kabar? Luar biasa! Puji Tuhan.

Lukas 12:16-21,

Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan: “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku?
Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat, aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah.”
Tetapi Firman Allah kepadanya: “Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?”
Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.

Berbahagialah kita yang sudah mendengar Firman Tuhan dan yang melakukan Firman Tuhan. Amin.

Saudara, saya percaya Alkitab ini bukan sekadar kumpulan cerita fiksi yang tidak bermakna. Tidak. Saya percaya setiap Firman Tuhan yang tertulis di dalamnya mengandung pesan dan nasihat yang sangat penting bagi kehidupan Saudara dan saya. Amin.

Dari pembacaan Firman Tuhan ini, Saudara, sering muncul satu pertanyaan dalam kehidupan orang percaya:

Apakah orang Kristen tidak boleh mengumpulkan harta dan menjadi kaya?

Boleh atau tidak, Saudara? Boleh! Kalau kita membaca Alkitab, kita menemukan banyak tokoh besar yang diberkati Tuhan dan dipakai Tuhan secara luar biasa. Ada Abraham, ada Ayub, ada Salomo. Mereka adalah orang-orang yang sangat diberkati Tuhan. Jadi menjadi kaya itu bukan sesuatu yang salah. Justru saya percaya Tuhan rindu anak-anak-Nya hidup dalam berkat.

Lalu pertanyaannya sekarang, Saudara, bagaimana dengan orang kaya dalam perumpamaan tadi? Mengapa Tuhan justru menyebut dia sebagai orang bodoh?

Menurut ukuran dunia, menurut ukuran manusia, orang ini bukan orang bodoh. Dia seorang konglomerat. Dia sukses. Dia berhasil di bidangnya. Di mata manusia, dia orang hebat. Tetapi di mata Tuhan, dia dikategorikan sebagai orang bodoh. Pertanyaannya: kenapa?

Tiga kesalahan orang yang bodoh di mata Tuhan

Ada tiga kesalahan yang dilakukan oleh orang kaya dalam perumpamaan ini sehingga dia dikategorikan bodoh di mata Tuhan.

#1 Kesalahan pertama: Caranya yang salah

Yang pertama, caranya yang salah, Saudara.

Orang kaya ini mengumpulkan harta dengan cara yang tidak alkitabiah. Perhatikan apa yang dia katakan: “Panenku, lumbung-lumbungku, barang-barangku.” Semuanya tentang dirinya. Aku, aku, dan aku.

Artinya apa, Saudara? Artinya dia mengumpulkan harta sampai sedemikian banyak dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, tanpa melibatkan Tuhan sama sekali. Padahal Firman Tuhan dalam Yeremia 17:5 berkata, Terkutuklah orang yang mengandalkan kekuatan manusia.

Saudara, orang-orang kaya versi Alkitab seperti Abraham, Ayub, Yusuf, dan Daud adalah orang-orang yang hidupnya mengandalkan Tuhan sepenuhnya. Semua yang mereka lakukan adalah tentang Tuhan. Bahkan apa yang mereka katakan pun selalu kembali kepada Tuhan. Dari Tuhan, oleh Tuhan, dan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Sekarang pertanyaannya, Saudara, bagaimana cara yang benar untuk memperoleh kekayaan menurut Alkitab? Sebagai orang percaya, kita harus bekerja dengan jujur dan dapat dipercaya. Katakan: jujur dan dapat dipercaya!

Firman Tuhan dalam Amsal 28:20 berkata,

Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya tidak akan luput dari hukuman.

Menjadi kaya itu boleh, Saudara. Yang tidak boleh adalah ingin cepat menjadi kaya. Ingin cepat kaya itu identik dengan keserakahan. Kalau mau cepat kaya biasanya lewat jalan pintas: judi, merampok, korupsi. Itulah yang membuat orang bisa cepat kaya, tetapi berakhir dengan kehancuran.

Harta yang halal dan diberkati Tuhan adalah harta yang diperoleh dengan cara yang benar. Banyak orang Kristen, Saudara, karena serakah dan ingin cepat kaya, akhirnya hidupnya berakhir di penjara, rumah sakit jiwa, bahkan kuburan.

Karena itu hati-hati dengan dosa keserakahan. Amin.

Bagaimana agar tidak serakah?

  1. Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu
  2. Firman Tuhan berkata dalam Ibrani 13:5,

    Jangan kamu menjadi hamba uang, tetapi cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.

    Artinya apa, Saudara? Belajar bersyukur. Apapun yang kita miliki saat ini, belajarlah untuk mengucap syukur.

    Orang kaya ini disebut bodoh oleh Tuhan karena dia tidak bisa bersyukur. Dia terus mengejar harta sebanyak-banyaknya dan tidak pernah puas. Semua itu dilakukan untuk memuaskan egonya sendiri.

    Ada satu ilustrasi, Saudara.

    Seorang anak menangis karena mobil-mobilannya hilang. Papanya berkata, “Besok Papa belikan lagi.” Besoknya Papa pulang dan membelikan dua mobil mainan. Anak itu senang, berhenti menangis, lalu bermain. Tidak lama kemudian, anak itu menangis lagi. Papanya bertanya, “Kenapa nangis lagi?” Anaknya menjawab, “Karena sekarang aku cuma punya dua. Seharusnya aku punya tiga.”

    Saudara, ini adalah gambaran orang yang tidak bisa mengucap syukur. Orang seperti ini, mau diberkati sebesar apa pun, tidak akan pernah merasa cukup.

    Karena itu Firman Tuhan berkata, Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
  3. Menjaga hati dari keserakahan
  4. Yang kedua, Saudara, supaya kita tidak menjadi serakah, kita harus menjaga hati.

    Firman Tuhan dalam Amsal 4:23 berkata,

    Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

    Orang kaya ini serakah. Dia menimbun harta sebanyak-banyaknya. Hatinya penuh dengan ego, mementingkan diri sendiri, dan dengki. Semua tentang dirinya. Aku harus paling hebat. Aku harus paling kaya. Aku harus paling terkenal.

    Ciri orang egois itu begini, Saudara: Bahagia melihat orang menderita, dan menderita melihat orang bahagia.

    Ada satu ilustrasi lagi.

    Seorang ibu didatangi malaikat Tuhan. Malaikat berkata, “Hari ini kamu boleh minta apa saja, pasti akan dikabulkan. Tapi ada syaratnya: apa pun yang kamu dapatkan, tetanggamu akan mendapat dua kali lipat.”
    Karena hatinya penuh dengki, ibu ini bingung. Setelah berpikir semalaman, akhirnya dia berkata, “Aku tidak minta mobil, tidak minta rumah. Yang aku minta, satu mataku dicongkel.”
    Supaya apa? Supaya tetangganya matanya dicongkel dua-duanya.

Saudara, jaga hati! Amin!

#2 Kesalahan kedua: Motivasinya yang salah

Yang kedua, Saudara, motivasinya yang salah.

Orang kaya ini mencari dan mengumpulkan harta hanya untuk memuaskan dirinya sendiri. Dia berkata, “Jiwaku, bersenang-senanglah.” Tujuan hidupnya cuma satu: bersenang-senang. Semua demi keamanan dan kenyamanan pribadi. Tidak ada Tuhan, tidak ada sesama, tidak ada Kerajaan Surga. Yang penting hidup saya happy, keluarga saya bahagia, nama saya terkenal. Semuanya tertuju pada aku.

Inilah yang Tuhan sebut sebagai orang bodoh.

Padahal tujuan Tuhan memberkati Saudara dan saya bukan hanya supaya kita menikmatinya sendiri. Bukan. Tujuan Tuhan memberkati kita adalah supaya kita menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Lalu siapa yang dimaksud dengan orang lain? Yang pertama, Yerusalem. Artinya keluarga inti kita.

Tuhan memberkati Saudara dan saya, pertama-tama supaya berkat itu mengalir kepada keluarga kita. Amin. Firman Tuhan berkata dalam 1 Timotius 5:8,

Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak Saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.

Firman Tuhan sangat tegas, Saudara. Kalau seseorang menelantarkan keluarganya, Tuhan berkata dia lebih jahat daripada orang yang tidak percaya.

Yang dimaksud keluarga di sini adalah keluarga inti: istri, anak-anak, orang tua, dan mertua. Karena mertua juga orang tua dari pasangan kita. Saudara boleh kaya, Saudara boleh hebat, tapi kalau Saudara menelantarkan keluarga, Firman Tuhan berkata Saudara lebih jahat daripada orang yang tidak percaya.

Karena itu, sebagai orang percaya—terlebih sebagai hamba Tuhan—kita harus menempatkan prioritas yang benar dalam menyalurkan berkat yang Tuhan percayakan kepada kita.

Banyak orang Kristen tidak mengerti hal ini. Untuk pelayanan jor-joran, nomor satu. Mungkin motivasinya ingin dipuji. Tapi giliran orang tua sakit, tidak diurus. Ditaruh di rumah sakit paling murah. Mertua sudah tua, ditaruh di panti jompo paling murah. Waktu untuk istri dan anak tidak ada, tapi untuk pelayanan selalu ada. Kepada keluarga pelit, minta ampun.

Bertobat. Amin! Ibu-ibu yang amin, pulang gereja nanti ajak suami ke mal. Amin. Ajak makan di restoran yang mahal. Amin. Suruh istri shopping. Amin.

Saya lihat wajah ibu-ibunya cerah sekali hari ini. Kalau ibu-ibu disuruh shopping, biasanya paling bahagia. Jadi kalau mau menyenangkan istri, ajak saja ke mal, suruh shopping. Sekali-sekali tidak apa-apa. Seminggu sekali menyenangkan istri. Amin.

Saudara boleh pengerja, Saudara boleh hamba Tuhan. Tapi kalau Saudara menelantarkan istri, anak, dan orang tua, Firman Tuhan berkata Saudara lebih jahat daripada orang yang tidak percaya. Utamakan keluarga. Setelah itu barulah pelayanan.

Firman Tuhan dalam Galatia 6:10 berkata,

Karena itu selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan seiman.

Prioritas kedua setelah keluarga adalah teman-teman seiman, pelayanan di gereja, dan penginjilan. Baru setelah itu kepada orang-orang di luar iman kita.

Namun dengar baik-baik, Saudara. Semua pemberian yang kita lakukan bukan untuk kemuliaan diri kita, bukan seperti orang kaya bodoh ini, tetapi untuk kemuliaan Tuhan.

Ujung dari semua berkat Tuhan adalah supaya hidup kita memuliakan Tuhan.

#3 Kesalahan ketiga: Prioritas hidupnya yang salah

Yang ketiga, Saudara, prioritas hidupnya yang salah.

Orang kaya ini menjadikan uang, harta, dan kekayaan sebagai satu-satunya prioritas hidupnya. Dia mengejar harta di bumi sebanyak-banyaknya, karena dia mengira hidup ini hanya ada di dunia ini saja. Dia lupa bahwa setelah kehidupan di bumi, ada satu fase kehidupan yang jauh lebih berharga, yaitu hidup yang kekal.

Orang kaya ini berpikir, kalau dia punya banyak harta di bumi, maka hidupnya akan bahagia selama-lamanya. Itulah sebabnya dia kejar harta dengan segala cara. Dia kerja keras, banting tulang, banting harga, banting pintu—bahkan sampai banting istri. Semua yang bisa dibanting, dia banting, Saudara.

Salomo adalah orang terkaya dalam sejarah Alkitab. Tetapi di akhir hidupnya, Salomo berkata, “Semuanya sia-sia.”

Semua seperti orang menjaring angin. Di akhir hidupnya, Salomo baru menyadari bahwa harta tidak memberikan kepuasan yang abadi, dan kekayaan tidak bisa memberikan kebahagiaan kekal. Tanpa Tuhan, semuanya kosong.

Akhirnya Salomo menyimpulkan, “Takutlah akan Tuhan dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya.”

Saudara boleh mengumpulkan harta di bumi—itu perlu. Tetapi yang jauh lebih penting dari semuanya itu adalah mengumpulkan harta di surga. Amin.

Firman Tuhan dalam Matius 6:20 berkata,

Kumpulkanlah bagimu harta di surga. Di surga ngengat dan karat tidak merusak dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.

Steve Jobs, pendiri Apple, Saudara—kekayaannya bukan triliunan lagi, bisa ratusan bahkan ribuan triliun. Namun di akhir hidupnya dia berkata, “Di ranjang kematianku, saya sadar bahwa semua kekayaan saya tidak berarti. Dan satu-satunya harta yang paling berharga dalam hidup saya adalah hati yang penuh kasih, keluarga, dan hubungan dengan Tuhan.”

Steve Jobs mengumpulkan harta di bumi sebanyak-banyaknya, tetapi di akhir hidupnya baru menyadari bahwa kekekalan jauh lebih berharga.

Ayub juga adalah orang kaya yang berkenan di hadapan Tuhan. Ayub bukan hanya kaya harta, tetapi kaya iman. Karena imannya luar biasa, Ayub tidak menukar kesetiaannya kepada Tuhan dengan kebahagiaan yang fana dan sementara.

Ketika dia kehilangan seluruh hartanya, kehilangan kesepuluh anaknya, bahkan kehilangan kesehatannya, Ayub masih bisa berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.” Ayub mengerti bahwa harta di bumi bisa lenyap dan kebahagiaan di dunia bisa hilang, tetapi ada satu harta yang tidak akan lenyap selama-lamanya, yaitu kehidupan kekal.

Dan di akhir kehidupannya, Ayub diberkati Tuhan dua kali lipat. God is the best administrator. Manusia bisa salah, tetapi Allah tidak pernah salah. Dia adalah administrator terbaik. Dia mencatat setiap detail kehidupan Saudara dan saya. Dia tahu apa yang Saudara lakukan hari ini, sepuluh tahun yang lalu, dan semuanya tercatat dengan sempurna di hadapan-Nya.

Penutup

Galatia 6:9-10 berkata,

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.

Firman Tuhan dengan tegas mengatakan kepada kita, Saudara, jangan bosan-bosan berbuat baik. Apa yang kamu tabur, itulah yang akan kamu tuai. Kamu menabur kebaikan, kamu akan menuai kebaikan. Kapan? Sekarang, Saudara. Selama kita masih tinggal di bumi ini, bukan hanya nanti di surga.

Banyak orang berpikir, kalau kita banyak berbuat baik sekarang, upahnya baru kita terima nanti di surga. Itu benar. Tetapi saya mau katakan, di bumi ini pun Tuhan memelihara orang benar. Daud berkata, “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan Tuhan atau anak cucunya meminta-minta roti.” Mereka justru akan diberkati, menjadi kuat, tidak meminjam, bahkan memberi pinjaman kepada bangsa-bangsa.

Karena itu, Saudara, di akhir zaman ini saya ingatkan kepada Bapak, Ibu, Saudara sekalian: perbanyaklah perkara-perkara rohani. Pelihara keluargamu dengan baik. Jangan menelantarkan mereka. Jangan sakiti istrimu. Amin. Jangan sakiti orang tuamu. Jangan sakiti anak-anakmu. Pelihara mereka dan layani mereka dengan kasih.

Yang kedua, layanilah Tuhan dengan lebih sungguh-sungguh lagi. Amin! Banyaklah menolong orang. Banyaklah membantu orang-orang yang kesusahan. Sesungguhnya, pada waktu Saudara melakukan semua itu, Saudara sedang mengumpulkan harta di surga, tempat di mana tidak ada ngengat, tidak ada karat, tidak ada pencuri, dan tidak ada krisis.

Di surga tidak ada krisis moneter, Saudara. Di bumi tidak ada investasi yang benar-benar aman. Uang disimpan di rumah bisa dirampok, ditaruh di genteng bisa dimakan rayap. Disimpan di bank pun belum tentu aman—ingat tahun ’98, banyak yang habis. Lalu yang paling aman di mana, Saudara? Di Kerajaan Surga.

Karena itu, mari Bapak, Ibu, Saudara sekalian, saya ajak kita semua ramai-ramai berinvestasi di Kerajaan Surga. Buka rekening rohani di sana. Amin. Bunganya luar biasa, Saudara. Di bank bunga cuma 5–6 persen, tapi di Kerajaan Surga bunganya bukan persentase, melainkan kelipatan—30 kali lipat, 60 kali lipat, bahkan 100 kali lipat, tergantung motivasi hati kita dalam memberi.

Caranya bagaimana?

  • Banyak berbuat baik.
  • Banyak memberi.
  • Melayani Tuhan dengan lebih sungguh-sungguh lagi.

Tuhan Yesus memberkati!

Video