Sikap GBI mengenai Gereja Kerasulan (Sikap Teologis GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Logo GBI.svg
Sikap Teologis
Gereja Bethel Indonesia
Sikap GBI mengenai Gereja Kerasulan
17 Oktober 2017

Peringatan: Menampilkan judul "Sikap GBI mengenai Gereja Kerasulan <small class="text-muted" style="display: block;">(Sikap Teologis GBI)</small>" menimpa judul tampilan "Sikap GBI mengenai Gereja Kerasulan" sebelumnya.

Beberapa gereja-gereja di Indonesia, tidak terkecuali Gereja Bethel Indonesia (GBI), menyebut diri mereka sebagai gereja kerasulan (gereja apostolik), sebuah istilah yang telah menimbulkan diskusi tentang pengakuan akan bentuk, pemerintahan dan sistemnya, paling tidak beberapa dekade terakhir ini.

I. Latar belakang

Ada pandangan yang berbeda di kalangan gereja dan para teolog mengenai keberadaan rasul-rasul dalam gereja. Di satu pihak, banyak gereja mengajarkan bahwa dengan berakhirnya PB, tidak ada lagi pelayanan kerasulan, Allah tidak lagi membangkitkan rasul-rasul. Yang dipahami sebagai rasul (apostle) di sini mengacu pada 12 murid Yesus yang merupakan saksi mata dari kehidupan Yesus dan diutus untuk memberitakan Injil-Nya. Bila itu pengertiannya, tentulah rasul dan kerasulan sudah berakhir.

Di pihak lain, dalam beberapa dekade belakang ini muncul gerakan Apostolik. Gerakan ini memercayai bahwa jawatan rasul, dan kerasulan (tugas seorang rasul) tidak berhenti pada masa apostolik abad pertama bersama dengan kematian para rasul, tetapi “rasul ada di dalam gereja di sepanjang sejarah.” Rasul di sini tidak menunjuk pada 12 murid Yesus, namun dipahami sebagai orang yang menanam gereja di berbagai tempat dan mengayomi gereja-gereja itu sebagai bapa rohaninya. Pandangan ini, telah memengaruhi GBI. Banyak gereja lokal GBI menekankan pelayanan apostolik atau rasuli, walau tidak secara eksplisit mengakui adanya pribadi-pribadi tertentu sebagai rasul.

II. Sikap Teologis GBI

a. Definisi dan model Gereja Kerasulan (Apostolik)

Secara umum dipahami bahwa Gereja Kerasulan (Apostolik) - selanjutnya disingkat GK, didasarkan pada natur (kodrat)-nya sebagai gereja yang diutus. Berdasarkan makna “rasul” sebagai yang diutus, maka gereja adalah kumpulan dari orang-orang yang telah ditebus dan diutus bagi tugas misi agung Yesus Kristus. Secara normatif, gereja mengikuti pengutusan Allah Tritunggal: Sebagaimana Bapa mengutus Anak, maka Anak mengutus gereja-Nya ke dalam dunia. Gereja di Perjanjian Baru dibangun di atas dasar rasul dan nabi (Ef. 2:20). GK juga sebuah gereja yang kembali kepada ajaran dan praktek para rasul Perjanjian Baru.

Pada masa kini, penyebutan GK di dalam konteks Pentakostal/Karismatik, adalah menyangkut tentang banyak aspek baik terkait filosofi bergereja dan praktek bergereja. GK memiliki ciri-ciri yang berbeda dari gereja pentakostal klasik pada umumnya.

Adapun ciri GK baik untuk konteks gereja lokal maupun trans-nasional sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan:
  2. GK meyakini tidak hanya ada karunia rasul tetapi juga jabatan rasul. Maka, di dalam GK karunia dan jabatan rasul adalah kemampuan istimewa yang diberikan Tuhan kepada anggota-anggota tertentu dari Tubuh Kristus untuk mengambil dan menjalankan kepemimpinan umum atas sejumlah gereja dengan suatu otoritas yang luar biasa dalam perkara-perkara rohani, yang secara spontan diakui dan dihargai oleh gereja-gereja tersebut. Pada GK, pemimpin bukanlah orang yang digaji gereja dan karenanya bukan petugas gereja. Pada konteks gereja lokal, pendeta-pendeta di GK adalah para pemimpin. Kepemimpinan melatih para kaum awam, dan gereja dipenuhi oleh para sukarelawan yang menerima tanggung jawab pelayanan. Mereka akan membangun hubungan dan juga mendapat wawasan dan wahyu/penyingkapan-penyingkapan yang segar. Model untuk bergereja yang baru itu mulai dikembangkan di kota-kota dan juga negara lain.

  3. Penjangkauan:
  4. GK dicirikan oleh tindakan menjangkau sebanyak mungkin orang kepada Kristus dan membuka gereja-gereja baru. Mereka tidak sekedar melakukan penginjilan pribadi, tetapi melakukan misi dalam arti luas, termasuk perhatian kepada orang-orang miskin dan lapar. Jemaat dimobilisasi untuk terlibat di dalam semua dimensi pelayanan dan misi. Kualifikasi pelayan di gereja bukan pada mereka yang memiliki pendidikan teologi, tetapi lebih kepada karakter dan keahlian pelayanan.

  5. Penerapan Kepemimpinan Rasuli:
    1. Mengumpulkan.
    2. Para rasul mengumpulkan jemaat untuk tujuan pengajaran, pelatihan dan pengerahan jemaat untuk memenuhi tujuan dan rencana Allah. Pengurapan rasuli adalah pengurapan yang mengumpulkan. Mereka memiliki karisma untuk menarik orang bagi tujuan kerajaan Allah (Mat. 12:30).

    3. Mengimpartasikan.
    4. Para rasul memiliki kemampuan untuk mengimpartasikan karunia rohani kepada orang-orang kudus. Impartasi ini memampukan orang-orang kudus untuk memenuhi panggilan dan ketetapan bagi mereka (Rom. 1:11). Pelayanan rasuli adalah pelayanan kasih karunia yang luar biasa karena itu tidak pernah kekurangan karunia (I Kor. 1:7). Ini terjadi karena pengurapan rasuli adalah pengurapan sumber.

    5. Mengerahkan.
    6. Para rasul memiliki kemampuan untuk menggerakkan dan mengerahkan tentara Allah guna melaksanakan Amanat Agung Yesus. Ini terjadi karena rasul-rasul telah diberikan kemampuan khusus untuk membentuk tim dan mengaktifkan orang-orang dalam panggilan dan karunia-karunia mereka. Rasul, seperti seorang pemimpin pasukan, dapat menghimpun prajurit dalam jumlah besar untuk bertempur. Ia dapat memobilisasi sejumlah besar orang agar berdoa.

    7. Memerintah.

      Para rasul memberikan aturan dan pemerintahan bagi gereja. Pengurapan rasuli adalah pengurapan yang memerintah. Otoritas dan wibawa ilahi ada pada mereka (Tit. 1:5).

    8. Mengatur.
    9. Sebagai pejabat gereja, para rasul membuat peraturan. Mereka menentukan peraturan dan ketetapan Kerajaan Allah bagi Gereja. Aturan diperlukan untuk memfasilitasi aliran kuasa dan urapan Allah (Kis. 15).

    10. Mereformasi.
    11. Para rasul adalah pembaharu. Mereka membawa perubahan yang diperlukan bagi rumah Allah (Ibr. 9:10). GK cenderung unik karena mereka tidak meniru model-model lama tetapi menciptakan yang baru.

    12. Membangun.
    13. Para rasul adalah pembangun yang bijak. Mereka mendirikan gereja-gereja yang kuat. Mereka adalah ahli-ahli strategi, bertanggung jawab untuk mengawasi pembangunan rumah Allah (1 Kor. 3:10). Hubungan ilahi penting dalam membentuk dan menjalankan jaringan rasuli. Dengan kedaulatan-Nya Tuhan akan menghubungkan bermacam pelayanan kepada seorang rasul yang setia dengan maksud untuk menjalin hubungan. Sebuah jaringan gereja dan pelayanan yang mencerminkan model dan filsafat pelayanan yang diberikan kepada rasul itu akan terbentuk. Dari suatu jaringan rasuli akan muncul jaringan-jaringan lain ketika Tuhan mengembangkan pelayanan-pelayanan rasuli yang lain dalam jaringan itu.

    14. Membawa pewahyuan.
    15. Para rasul memberikan pandangan pada tubuh Kristus berkenaan dengan rencana dan tujuan Allah (Ef. 3). Pelayanan kenabian juga perlu diberitakan.

      Banyak orang percaya dilatih dan diaktifkan untuk bernubuat.

b. Respons GBI

Gereja Bethel Indonesia, menerimanya sepenuhnya kehadiran GK karena ia sesuai dengan Alkitab. Gereja-gereja yang menerapkan filosofi dan praktek bergereja kerasulan (apostolik) dengan pengakuan terhadap jabatan dan karunia rasuli dapat diterima secara teologis dan praktikal.

  1. Penerimaan ini didasarkan pula atas pola gereja Antiokhia yang mengutus (KPR 13:1-4).

    Barnabas dan Saulus diutus bukan saja oleh gereja tetapi juga oleh Roh Kudus. Roh Kudus bekerja melalui dan bersama gereja untuk melepaskan pelayanan-pelayanan. Pelayanan harus dilepas dengan benar. Nabi-nabi di Antiokhia terlibat dalam pengutusan ini. Ribuan pelayanan baru dapat diutus melalui gereja-gereja dan jaringan rasuli. Pelayanan-pelayanan ini pada gilirannya akan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dunia seperti yang dilakukan Barnabas dan Paulus.

  2. Pewahyuan dan pemahaman pelayanan rasuli telah mempengaruhi cara gereja merintis dan membangun gereja-gereja lokal.

    Dibutuhkan hikmat rasuli untuk membangun gereja-gereja lokal dengan benar (Ams. 24:3). Spirit rasuli menyebabkan gereja dan orang-orang yang mungkin merasa diri tidak berarti akan menyadari peran penting mereka dalam kerajaan Allah. Para gembala dan pemimpin diajar tentang pentingnya impartasi dan diharapkan mengambil pelayanan-pelayanan rasuli. Tidak berarti setiap gembala harus menjadi seorang rasul, tetapi setiap pelayan Tuhan membutuhkan dimensi rasuli. Dengan kata lain seorang pelayan Tuhan tidak akan dapat sepenuhnya berhasil tanpa “diutus” dan memiliki urapan seorang yang “diutus.”

  3. Ada hubungan yang kuat antara doa dan pelayanan rasuli.

    Kita diminta untuk berdoa kepada “Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengutus pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Mat 9:38). Maka, jaringan rasuli lahir karena doa, sebuah doa yang meminta mengutus untuk penuaian.

III. Implikasi pelayanan pastoral

  1. Meskipun pola pelayanan dan kepemimpinan rasuli memiliki dasar-dasar teologis, namun model ini hanyalah salah satu yang diterima bukan menjadi sebuah model yang dianggap terbaik dan oleh karenanya dipaksakan untuk diterapkan di seluruh gereja-gereja GBI.
  2. Karena model pelayanan dan kepemimpinan gereja rasuli mengakui figur rasul dengan otoritas yang khusus sesuai dengan ketentuan-ketentuan Alkitab maka dalam prakteknya harus mengatur sedemikian rupa dalam operasionalnya di gereja yang ada di dalam tanggung jawab teologi dan kepemimpinan pimpinan gereja tersebut serta jaringan-jaringannya.
  3. Karena secara tradisional gereja-gereja pada umumnya tidak mengakui jabatan rasul, maka dalam praktek gereja rasuli yang mengembangkan model kepemimpinan rasul, seyogianya memperhatikan secara ketat arti, fungsi, dan etika pengutusan dalam jaringan kerasulan tersebut.

Lebih baik menekankan fungsi dan tugas kerasulan daripada meributkan soal istilah dan jabatan.

IV. Keterkaitan dengan pejabat

  1. Gereja-gereja GBI yang mengadopsi pelayanan dan kepemimpinan rasuli, pejabat-pejabatnya (Pdt, Pdm, Pdp), harus menyesuaikan dengan Tata Gereja dan Anggaran Dasar Rumah Tangga GBI terkait khususnya yang mengatur tentang gereja dan pejabat.

    Hal ini supaya tidak menimbulkan adanya otoritas-otoritas yang tidak sesuai dengan alat kelengkapan di organisasi GBI. Dengan demikian seorang pejabat GBI tetap disebut sebagai Pdt, Pdm atau Pdp. walaupun orang akan melihat buah pelayanannya sesuai fungsi atau jawatan yang Roh Kudus tetapkan baginya, entah sebagai rasul, nabi (profetik), penginjil, gembala atau pengajar (Ef. 4:11-12).

  2. Sebagaimana rasul adalah seorang yang diutus, maka dalam kepemimpinan gereja rasuli, seorang rasul yang memiliki cakupan luas otoritas di dalam jaringan kerasulan harus menunjukkan komitmennya untuk menjaga etika pembukaan gereja rasuli.

    Dalam KPR 13:2 Roh Kudus dengan jelas memisahkan Paulus dan Barnabas untuk suatu pelayanan khusus. Paulus mengakui pemisahannya untuk tugas khusus ini (Rom. 1:1). Mengkhususkan berarti “memisahkan dengan menaruh sebuah pembatas.” Ada garis pemisah yang jelas yang menetapkan suatu daerah atau bidang tertentu yang dalamnya seorang rasul bergerak dalam otoritas penuh.

  3. Pejabat (Pdt, Pdm, Pdp) GBI, tidak terkecuali di gereja-gereja rasuli harus menyadari bahwa ia adalah seorang yang diutus oleh Roh Kudus sebagai rasul harus mempunyai kerendahan hati di mana ia adalah hamba yang tidak akan pernah meminta kedudukan, menuntut penundukan diri orang lain padanya, ataupun menuntut fasilitas khusus bagi pribadinya.

    Dalam hal ini keteladanan rasul Paulus perlu dicontoh (I Kor. 9:14-18).

  4. Dalam jaringan kepemimpinan rasuli maka pejabat GBI bertindak untuk melakukan pendisiplinan baik yang terkait dengan ajaran maupun moral yang di luar otoritas normatif yang telah ditetapkan oleh Alkitab, bukan menambahkan ketentuan-ketentuan lingkaran ketentuan para rasul yang mengakibatkan adanya penentuan nasib dari pekerja gereja oleh serangkaian ketentuan apostolik.

Jakarta, 17 Oktober 2017,

TIM PERUMUS:
Pdt. Dr. Japarlin Marbun; Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham; Pdt. Hengky So, MTh; Pdt. Dr. Purim Marbun; Pdt. Thomas Bimo, MTh; Pdt. Dr. Jonatan Trisna; Pdt. Dr. Junifrius Gultom; Pdt. Dr. Frans Pantan; Pdt. Dr. Gernaida Krisna; Pdt. Dr. Asigor Sitanggang; Pdt. Dr. Abraham Lalamentik; Pdm. Christianto Silitonga, MEd.; Pdt. Joko Prihanto, MTh; Pdt. Dr. Albert Leonarts Jantje Haans; Pdp. Juliana Hindradjat, Psik, MTh; Pdm. Hiruniko R. Siregar, MTh.