Gerakan Zaman Baru (Sikap Teologis GBI)
Gerakan Zaman Baru (GZB) atau New Age Movement adalah suatu gerakan spiritual yang terbentuk di pertengahan abad ke-20.
A. Latar belakang
Gerakan Zaman Baru merupakan gabungan dari spiritualitas Timur dan Barat, serta tradisi- tradisi metafisika yang mengemukakan suatu filsafat yang berpusatkan kepada manusia. GZB ini mulai menyebar ke seluruh dunia dalam waktu empat dasawarsa terakhir sejak dasawarsa 1960-an, sekalipun sudah sedemikian meluas, tidak ada satu istilah yang digunakan secara bersama-sama yang menjadi identitas kelompok ini. Tujuannya untuk menciptakan sebuah “spiritualitas yang tanpa batasan atau dogma- dogma yang mengikat”. Gerakan ini berisi empat komponen dasar filsafat:
- Panteisme (alam semesta adalah Allah dan Allah adalah alam semesta).
- Reinkarnasi (kepercayaan bahwa orang yang telah mati akan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain).
- Relativisme (tidak ada kemutlakan, baik dalam kebenaran maupun moralitas).
- Esoterisisme (pengetahuan rahasia yang hanya dipahami oleh mereka yang telah masuk dalam kelompok terbatas itu).
Gerakan ini telah secara mewabah mewarnai banyak bidang dalam bentuk:
- Kesehatan holistik yang berpusat kepada keyakinan akan adanya “energi rohani.”
- Gerakan potensi manusia. Manusia adalah allah-allah dari alam semesta. Manusia mampu mengembangkan diri sehingga mencapai apa yang diinginkan atau dibutuhkan, dengan demikian tidak perlu Tuhan atau Oknum di luar dirinya. Pandangan ini menganggap bahwa kita semua adalah “Allah”, bahwa kita semua memiliki atribut Allah, bahwa keseluruhan tujuan hidup manusia adalah memiliki kembali kesamaan dengan Allah di dalam kita.
- Psikologi Transpersonal. Ini merupakan ajaran yang merangkum sejumlah tradisi spiritual agama-agama pantheistik, monoistik dari Timur. Dalam penyelenggaraannya nampak keterlibatan praktek yoga, meditasi, dll. Dalam hal ini dominasi kuasa kegelapan dan praktek okultisme sangat jelas. Pada akhirnya pengikut atau pelaksana psikologi transendental akan sampai pada pengakuan bahwa tidak ada yang ilahi terkecuali manusia, sebab yang ilahi diturunkan ke dalam diri manusia itu.
- Aktualisasi Diri. Ini merupakan salah satu dari filsafat GZB yang menekankan bentuk pengembangan kepribadian sehingga seseorang dapat melampaui batas-batas yang umumnya orang dapat capai. Tujuan aktualisasi diri ini dalam penampilan, perilaku dan seluruh gerak hidup individu dapat hidup beradab. Pada akhirnya pengembangan diri ini akan membawa manusia kepada keyakinan bahwa manusia tidak perlu Tuhan, sebab dirinya itulah Tuhan. Dalam falsafahnya GZB mengajarkan kepada setiap pengikutnya untuk menemukan diri dalam setiap individu. Pengalaman menemukan “diri” inilah yang memberi nilai dalam hidup manusia.
B. Sikap teologis GBI
- Gerakan Zaman Baru (GZB) merupakan monisme yang percaya bahwa semua adalah satu, sehingga tidak ada pembedaan antara Allah, manusia, binatang dan alam semesta.
- Gerakan Zaman Baru (GZB) menganggap bahwa segala sesuatu adalah Allah.
- Gerakan Zaman Baru (GZB) meyakini bahwa kemanusiaan adalah Allah, manusia adalah alah-alah dari alam semesta.
- Gerakan Zaman Baru (GZB) mencampuradukkan berbagai agama dan aliran kepercayaan yang pada akhirnya meyakini keselamatan ditentukan oleh manusia sendiri.
- Gerakan Zaman Baru (GZB) menganggap bahwa dosa hanyalah masalah “ketidaktahuan” dan tidak akan membawa pada penghukuman.
- Gerakan Zaman Baru (GZB) percaya bahwa manusia dapat mengembangkan diri melampaui batas-batas yang umumnya dapat dicapai.
- Gerakan Zaman Baru (GZB) menganggap bahwa Setan setaraf dengan Kristus, Lucifer sebagai “roh Kristus” yang memprakarsai manusia dalam kemajuan spiritual.
Pandangan ini sangat bertentangan dengan iman GBI yang percaya bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi. Allah adalah Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Allah tidak berawal dan tidak berakhir, Dia adalah Alpha dan Omega. Allah Tritunggal adalah pribadi yang dipuja dan disembah. Selain itu Allah adalah Roh. Sementara manusia adalah ciptaan, bukan Allah. Manusia mengabdi kepada Allah dan menjadi kawan sekerja Allah untuk mengelola alam semesta.
Pandangan ini sama dengan paham pantheisme. Pemahaman demikian sama sekali berbeda dengan iman GBI: Alam semesta adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan langit dan bumi dengan firman-Nya. Manusia sendiri diambil dari tanah, kemudian Allah menghembuskan nafas kehidupan kepadanya, namun ia bukan Allah. Seluruh ciptaan untuk menunjukkan kemahakuasaan Allah namun ciptaan itu bukan Mahakuasa seperti Allah.
Pandangan ini bertentangan dengan iman GBI: Manusia diciptakan Allah di dalam rupa dan gambar-Nya (Kej. 1:26-27), dan manusia itu diberi mandat untuk menguasai dan mengelola alam semesta (Kej. 1:28). Manusia bukan Allah, sebab kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menyebabkannya kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 6:23) dan upah dosa adalah maut (Rm. 6:23).
Fakta ini menunjukkan bahwa ia hanya ciptaan Allah yang pada akhirnya membutuhkan keselamatan (Yoh. 3:16). Keselamatan yang disediakan di dalam dan melalui Kristus agar manusia kembali mengalami pemulihan gambar Allah di dalam dirinya (Rm. 8:29-30).
Pandangan ini bertentangan dengan ajaran GBI yang menganggap manusia berdosa tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Keselamatan hanya ada di dalam dan melalui Yesus Kristus (Yoh. 14:6, Kis. 4:12).
Untuk melepaskan diri dari dosa melalui pencarian rangkaian puncak reinkarnasi fisik dalam pengalaman pencerahan atau pengetahuan.
Pandangan ini berbeda dengan iman GBI yang menganggap bahwa dosa adalah pemberontakan terhadap Allah. Dosa bukan sekedar ketidaktahuan dan reinkarnasi fisik termasuk pengetahuan tidak akan mampu menyelesaikan dosa. Akibatnya adalah maut dan penghukuman kekal (Kej. 3; Rm.3:23; 6:23). Namun Allah menyediakan pengampunan dosa di dalam Kristus Yesus (1 Pet. 1:18-21).
Dengan demikian manusia tidak membutuhkan Tuhan sebab dirinya adalah “tuhan”.
Pandangan ini bertentangan dengan iman GBI yang percaya bahwa manusia sebagai ciptaan Allah maka hidupnya bergantung penuh kepada otoritas Tuhan. Agar manusia mampu mengembangkan dirinya maka Allah memberikan Roh-Nya yang Kudus untuk membimbing, menuntun dan memberikan karunia-karunia kepada orang percaya. Dengan demikian manusia hanya mampu berkembang jika Roh Allah memberdayakan hidupnya agar ia berdaya guna dalam pelayanan dengan cara itu hidupnya memuliakan Allah.
Pandangan ini bertentangan dengan iman GBI yang menganggap bahwa Iblis menyebabkan manusia jatuh ke dalam dosa (Kej. 3), Iblis adalah bapa pendusta (Yoh. 8:44). Kristus Yesus adalah pribadi dari Trinitas (Mat. 28:18-20) jadi Dia adalah Allah. Yesus menghancurkan perbuatan Iblis (1 Yoh. 13:8), dengan demikian tidak mungkin sama dengan Setan. Yesus berkuasa atas segala sesuatu (1 Kor. 15:27), dan Yesus mengalahkan dunia (Yoh. 16:33).
Inti Sikap GBI tentang Gerakan Zaman Baru
Implikasi pelayanan pastoral
Pernyataan teologis GBI dalam implementasi tindakan dan pelayanan pastoral terkait dengan GZB adalah:
- Karena spirit dan ajaran GZB sudah bercampur dalam bentuk- bentuk yang wajar di semua dimensi hidup maka dibutuhkan sebuah kearifan pastoral untuk mengenali dengan jeli tampilan dan ekspresinya sehingga dapat memberikan bimbingan pastoral. Bila sudah menyangkut undangan berkomitmen kepada yang lain dari pada Tuhan Allah, semestinya ditolak. Adapun batasannya adalah misalnya, tidaklah salah bila orang Kristen melakukan pijat refleksi, yoga, latihan pernafasan, relaksasi, atau sejenisnya yang terkait dengan pemanfaatan potensi diri baik fisik, mental, alam bawah sadar, pikiran, dan lain-lain yang dimaksudkan untuk penyembuhan dan restorasi. Sebab dalam bidang kedokteran dan psikologi tubuh dan alam bawah sadar manusia mempunyai hal- hal tersebut yang dapat dimaksimalkan, dibimbing serta diarahkan bagi tujuan-tujuan penyembuhan. Namun di dalam melakukan praktek-praktek demikian murni tanpa keterlibatan penggunaan medium-medium yang terkait dunia roh dan mantra-mantra tertentu.
- Dalam pelayanan konseling pastoral di gereja-gereja GBI, tidak diperkenankan menggunakan teknik-teknik apapun termasuk teknik-teknik psikologi sekuler yang dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran akan nilai diri (self-esteem) bila berhenti pada kebanggaan akan kemampuan diri. Kalimat-kalimat seperti “Katakan pada dirimu, ‘aku bisa…’; ‘aku hebat…’; ‘aku luar biasa’ dan seterusnya” adalah hal yang umum dikembangkan dalam psikologi populer yang berujung berpusat pada diri sendiri. Alkitab mengajarkan Kristus yang harus menjadi pusat dan kemegahan kita, dan nilai diri kita ada pada identitas kita di dalam Kristus sebagai anak-Nya.
- Dalam pelayanan mimbar, dalam hal ini berkhotbah, pejabat GBI dilarang untuk mengadopsi pola pendekatan para motivator yang dipengaruhi oleh psikologi populer di mana metode berpikir positif (positive thinking), kekuatan klaim dan visualisasi, menemukan roh anda sendiri, dan lain-lain. Larangan ini didasarkan pada pemahaman teologi di atas yang menekankan bahwa iman tidaklah sama dengan kemampuan seseorang untuk “menemukan kekuatan dirinya,” tetapi sebuah keberanian percaya kita kepada janji-janji Allah dan kesadaran akan kedaulatan Allah atas kehidupan. Oleh karena itu, khotbah di gereja-gereja GBI harus didasarkan oleh proses penafsiran Alkitab yang memadai dan mengaplikasikan kebenaran Alkitab untuk konteks masa kini. Dalam hal ini, supremasi kebenaran Alkitab harus menghakimi semua hal di dunia dan menjadi patokan etis dan solusi bagi masalah-masalah manusia
- Gereja-gereja GBI harus berhati-hati di dalam menyelenggarakan seminar-seminar, KKR, training-training, pelatihan-pelatihan, program pemuridan atau sejenis yang tidak mempunyai basis teologi yang memadai untuk isu-isu yang diseminarkan. Sebagaimana ada tren baik di dunia luar gereja maupun di gereja pada masa kini seperti: seminar-seminar “self-help”; “rahasia sukses,”; “kunci keberhasilan,”; “pertumbuhan gereja”; dan tema- tema pemulihan (keluarga, diri, bisnis, dll.); kecerdasan emosi; kecerdasan spiritual, dan lain sebagainya. Tentulah, TIDAK SALAH menyelenggarakan seminar, pelatihan, training dan lain- lain seperti itu. NAMUN, setiap penyelenggaraan acara-acara demikian, haruslah didampingi oleh pembicara yang memahami teologi Kristen terkait isu yang diangkat. Hal ini untuk memastikan pada aspek mana Alkitab menghakimi kebudayaan dan ide-ide sekuler dan humanisme.
Terkait dengan Pejabat GBI
- Setiap pejabat GBI (Pdt, Pdm, Pdp) yang mengajar dan menghidupi paham GZB baik di dalam pelayanan khotbah, pastoral, pengajaran, konseling, dan penginjilan, kepada yang bersangkutan dilakukan pembinaan dan dialog teologis dengan Departemen Teologi GBI atau seorang ahli teologi yang baik yang ditunjuk oleh BPH GBI untuk maksud pemberian masukan bagi perbaikan di kemudian hari.
- Bila pejabat GBI (Pdt, Pdm, Pdp) melakukan seperti poin di atas tidak bersedia dibina, maka oleh tahapan proses disiplin pejabat sebagaimana diatur oleh Anggaran Dasar dan Rumah Tangga GBI, akan dijalankan oleh BPH GBI.
Referensi
- Departemen Teologi (2018). Pdt Henky So, MTh, et. al.. ed. Sikap Teologis Gereja Bethel Indonesia: Pasal 15 Gereja Online. Departemen Teologi Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia.