Perbedaan hasil antara meninggikan diri sendiri dan kerendahan hati (1)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain. (Lukas 18:11)

Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Lukas 18:14)

Pentingnya pengajaran Tuhan Yesus yang ada dalam ayat renungan kita hari ini dapat terlihat dalam banyak peristiwa di Alkitab (Matius 23:12 dan Luk 14:11). Perintah Yesus ini menjadi hukum universal terhadap meninggikan diri sendiri dan kerendahan hati. “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Pernyataan Yesus ini disampaikan dalam sebuah perumpamaan yang memperingatkan kita terhadap membenarkan diri sendiri dan mendorong kita untuk merendahkan hati kita. “Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini” (Lukas 18:9). Contoh yang sangat kontras dalam perumpamaan ini adalah doa dari pemimpin agama yang begitu percaya kepada dirinya sendiri dan seorang pemungut cukai yang sadar akan dosanya. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai” (Lukas 18:10). Ketika orang Farisi yang merasa benar ini berdoa, ia sebenarnya sedang berbicara kepada dirinya sendiri, walaupun seolah-olah ia sedang berbicara kepada Allah. “Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya” (Lukas 18:11). Pada awalnya ia berdoa secara Alkitabiah, dengan mengucap syukur. "Nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6). Namun, ucapan syukurnya didasarkan kepada asumsi yang salah bahwa ia pada dasarnya lebih baik dari pada orang lain, terutama dibandingkan dengan pemungut cukai di sebelahnya. “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini” (Lukas 18:11). Lalu ia melanjutkan dengan menjabarkan kebaikan-kebaikannya sendiri dengan menyebutkan perbuatan-perbuatan agamawinya, yang terlihat sangat mengesankan bagi dirinya sendiri. “Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku” (Lukas 18:12).

Orang Farisi yang angkuh ini sangat yakin bahwa ia dipandang baik oleh Allah. Namun, ia sedang menilai dirinya dengan ukurannya sendiri dan dibandingkan dengan orang lain. Kitab Suci yang ia akui menjadi penuntunnya, sebenarnya menentang sikap membenarkan diri sendiri. “Ada keturunan yang menganggap dirinya tahir, tetapi belum dibasuh dari kotorannya sendiri” (Amsal 30:12). Walaupun manusia dapat terkesan dengan perilaku yang terlihat dari luar, Tuhan melihat kekejian yang ada di dalam hati mereka. “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah” (Lukas 16:15).

Doa

Ya Allah, aku sangat bersyukur karena darah Kristus sudah membasuh semua dosaku yaitu ketika aku berbicara atau berpikir atau bahkan berdoa, seperti orang Farisi yang sombong ini. Tolong aku agar dengan rendah hati memiliki cara pandang-Mu, bukan cara pandang manusia. Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin.