Ajaran Gereja Shincheonji (Sikap Teologis GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
Logo GBI.svg
Sikap Teologis
Gereja Bethel Indonesia
Kajian Gereja Bethel Indonesia terhadap Ajaran Gereja Shincheonji (SJC)
18 April 2024

A. Latar belakang kajian[1]

Respons ini dibuat bermula adanya informasi dari BPD Kepulauan Riau terkait sebuah organisasi/gerakan yang bernama Shincheonji yang secara masif dan rapi melakukan pengaruhnya kepada Kekristenan di Kepulauan Riau melalui kelas-kelas Alkitab secara gratis, yang diduga difasilitasi sebuah komunitas atau sebuah gereja dari Korea Selatan.[2] Namun, menurut the Jakarta Post, Shincheonji dan ajarannya sudah masuk ke Indonesia dan dapat dijumpai di beberapa kota besar seperti Palangkaraya, Yogyakarta dan Surabaya, bahkan di daerah-daerah lain juga.[3]

Karena semakin gencarnya pergerakan Shincheonji dalam menyebarkan ajarannya, tentu sangat berdampak bagi gereja pada umumnya, dan bagi GBI secara khusus. Oleh karena itu, Departemen Teologi memandang penting untuk melakukan kajian terkait ajaran dimaksud. Setelah melakukan kajian terhadap sumber informasi, baik melalui dokumen-dokumen, website, YouTube, dan lain-lain, berikut ini merupakan hasil kajian Departemen Teologi GBI terhadap ajaran Shincheonji.

B. Sejarah singkat dan perkembangan Gereja Shincheonji

Shincheonji (arti: Langit Baru dan Bumi Baru) yang secara resmi dikenal sebagai Gereja Yesus Sang Bait Tabernakel Kesaksian, adalah nama sebuah organisasi keagamaan baru, yang didirikan pada tanggal 14 Maret 1984 di Gwacheon, Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan oleh Lee Man-hee.[4] Hingga kini Shincheonji mengklaim bahwa mereka memiliki lebih dari 245.000 pengikut di 24 negara termasuk Indonesia.[5]

David W. Kim menjelaskan bahwa doktrin Shincheonji berpusat pada kitab Wahyu yang di dalamnya terdapat empat teori utama. Teori Realisme (kemurtadan-penghancuran-keselamatan) yang artinya nubuatan yang dicatat dalam Kitab Wahyu dibuat di Korea pada abad ke-20.

Di sini, Shincheonji menafsirkan bahwa Bait Suci Tabernakel Yoo Jae Yul di Gwacheon adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam Kitab Wahyu dan merupakan kesaksian atas pekerjaan kemurtadan, penghancuran, dan penyelamatan mereka selanjutnya. Sampai kemurtadan dan kehancuran seperti itu terjadi, Kitab Wahyu belum digenapi dan pekerjaan keselamatan belum dimulai, dan hanya Bait Suci Injili Perjanjian Baru yang merupakan kerajaan Allah yang sejati. Mereka percaya bahwa proses penggenapan ramalan tersebut digambarkan dalam perumpamaan sejarah Bait Suci tersebut.[6]

Lebih lanjut Kim menuliskan tentang pemimpin mereka yaitu Lee Man Hee sebagai satu-satunya orang yang dapat memberikan penguasaan penuh terhadap kitab suci. Gerakan apokaliptik mengajarkan bahwa dunia telah berakhir dan mereka semua kini berada di akhirat. Pendirinya digambarkan dalam berbagai figur termasuk sebagai 'Pendeta yang Dijanjikan' yang menggantikan Yesus. Dengan kata lain, Lee mengajarkan bahwa dirinyalah sang mesias (kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali) atau juru bicara sang mesias. Bagi mereka, Yesus bukanlah Tuhan. Roh Kudus hanyalah sekelompok malaikat. Lee juga didukung sebagai 'orang yang menang' dari Kitab Wahyu. Selanjutnya, tidak hanya sosok Rasul Yohanes saja, namun sosok Roh Kudus (Penasihat) juga kerap diterapkan pada dirinya.[7]

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa Shincheonji memiliki ciri-ciri khas seperti pewahyuan eksklusif, peninggian atas sosok pendiri, keselamatan eksklusif bagi kelompoknya sendiri. Shincheonji juga termasuk gerakan apokaliptik dan bisa dikategorikan sebagai “doomsday cult[8] yaitu kultus yang percaya pada apokaliptisisme dan milenarianisme.

Shincheonji mengemuka di media pemberitaan dunia pada tahun 2020, di awal masa pandemi. Pada saat itu, beberapa jemaat Gereja Shincehon-Ji cabang kota Daegu, Korea Selatan, menjadi sorotan dunia karena menghadiri ibadah setelah kembali dari China (negara pertama yang melaporkan kasus wabah Covid19). Paling tidak 90 orang yang mengikuti ibadah di Gereja Shincheonji terkena virus Corona.[9] Media Indonesia, Okezone News, melaporkan Sekte Keagamaan yang bernama Gereja Yesus Kuil Tabernakel Kesaksian (Shincheonji) di Daegu diidentifikasi sebagai sarang penyebaran virus Corona.[10]

Aktivitas gereja Shincheonji mulai masuk di Indonesia sejak 2018 melalui 3 NGO (LSM) Korea yaitu HWPL (Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light), IWPG (Internasional Women’s Peace Group) dan IPYG. Adapun Ketua dari HWPL adalah Lee Man-hee sendiri. Beberapa media nasional memberitakan aktivitas HWPL di Indonesia,[11] terkait kerjasama di bidang pendidikan. Melalui organisasi HWPL, gereja Shincheonji telah bekerja sama dengan lembaga pendidikan besar seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Adapun unit kerja sama yang dibangun meliputi bidang pendidikan, perdamaian dan budaya. Tampaknya banyak kampus dan sekolah lain yang terkecoh akibat kamuflase HWPL ini di Indonesia.[12]

Selain itu, melalui organisasi IWPG, Shincheonji juga bergerilya memasuki sekolah Dasar hingga Menengah. Dengan lihai mereka menyasar pelajar SD-SMA melalui aktivitas seperti kompetisi menggambar. Saat melakukan pendaftaran lomba maka setiap partisipan harus mengisi Google Form yang memuat identitas peserta, termasuk kontak orang tua atau wali. Setelah mereka memiliki data kontak partisipan maka langkah berikutnya adalah mereka akan menjalin komunikasi lewat chat pribadi/WhatsApp untuk mempromosikan ajaran Shincheonji.

Melalui komunikasi yang intensif, faktanya banyak orang Kristen di Indonesia yang telah tergabung ke dalam komunitas Shincheonji. Menurut banyak pengakuan, apabila seseorang telah masuk menjadi anggota dalam komunitas Shincheonji maka akan sulit baginya untuk keluar dari komunitas tersebut. Lebih parah lagi, beberapa anggota Shincheonji bahkan akan menolak untuk menjalin relasi dengan keluarganya termasuk keluarga kandungnya, kecuali anggota keluarganya itu sudah masuk dan terhisab sebagai anggota Shincheonji. Jadi Shincheonji dalam kehidupan bersama telah membawa disintegrasi dan merusak relasi persaudaraan dalam keluarga dan persahabatan.[13] Walaupun mereka suka mengusung tema ‘perdamaian’ dalam gerakannya, namun patut disayangkan secara ekstrim, anggota Shincheonji justru berani meninggalkan keluarganya atau kabur dari rumah dan lebih mengutamakan komunitas Shincheonji.[14]

Dalam sejarah Kekristenan, Korea Selatan merupakan negara yang memiliki pertumbuhan jemaat dan atau gereja yang sangat cepat dan signifikan. Namun seiring itu pula, pada kenyataannya banyak aliran heterodoksi yang juga bertumbuh dengan pesat. Karena itulah, gereja yang kuat harus mengakar pada doktrin yang sehat dan kuat.

C. Perbedaan pokok ajaran Shincheonji dengan ajaran GBI

Berikut perbedaan yang kontras antara pokok ajaran GBI dan Shincheonji, yang kami sajikan dalam tabel di bawah ini.

Ajaran Shincheonji Ajaran GBI
1. Entitas Fisik menurut Wahyu 21:1 dan Wahyu 22:16 1. Penggenapan Wahyu 21:1 dan Wahyu 22:16
  • Gereja Shincheonji adalah entitas fisik dari penggenapan Wahyu 21:1 dan Wahyu 22:16.15 Menurut Shincheonji bahwa langit baru dan bumi baru (Why. 21:1) akan dimulai di Gwacheon bila anggotanya telah mencapai 144 ribu orang. Mereka percaya bahwa hanya merekalah (144.000) yang diselamatkan. Lebih lanjut, Lee Man-hee mengatakan bahwa Yerusalem Baru akan dimulai dari kantor pusat Shincheonji yang ada di Gwacheon.[15]
  • GBI percaya pada akhirnya langit dan bumi yang sekarang ini akan lenyap, lalu muncul langit dan bumi yang baru (2 Pet. 3:10; Why. 21-22). Di dalamnya tidak ada lagi kenajisan, semua suci. Juga dosa, penyakit, dan air mata tidak ada lagi. Yerusalem Baru akan turun dari surga, ke bumi baru. Allah diam di Yerusalem baru bersama dengan semua manusia yang telah ditebus-Nya, umat-Nya, gereja-Nya (Why. 21:2-3). Orang percaya akan beribadah dan melayani Allah serta memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya (Why. 7:15, 22:3).[16]

    Dengan demikian, GBI menolak klaim Shincheonji bahwa ia adalah entitas fisik dari langit baru dan bumi baru (Why. 21:1) serta menolak klaim bahwa Yerusalem Baru adalah dimulai dari kantor pusat Shincheonji.

  • Dua Belas Suku Shincheonji, yaitu 144,000 orang suci Shincheonji menyatu dengan 144.000 roh martir dalam Wahyu 14:1-5, Wahyu 7.
  • GBI mengajarkan kebenaran tentang eskatologi alkitabiah seperti yang dirumuskan dalam Pengakuan Iman GBI dan Pengajaran Dasar GBI. Setiap orang yang menerima Yesus Juruselamat serta dengan setia mengiring Dia sampai akhir hidupnya oleh anugerah Tuhan berhak mewarisi Kerajaan Seribu Tahun dan masuk surga, tidak terbatas hanya 144.000 orang.[17]

    Angka 144.000 dan istilah-istilah kiasan lainnya dalam Kitab Wahyu adalah bahasa lambang (apokaliptik) yang tidak boleh ditafsirkan secara harfiah. Karenanya, GBI menolak klaim gereja Shincheonji sebagai entitas fisik dari Dua Belas Suku, yaitu 144.000 orang suci Shincheonji menyatu dengan 144,000 roh martir sebagai penggenapan dalam Wahyu 14:1-5, Wahyu 7. Selain itu, GBI menolak klaim bahwa gereja Shincheonji adalah perwujudan dari 144.000 orang dan menolak bahwa hanya mereka sajalah yang akan diselamatkan.

  • Tujuh jemaat yang tertulis dalam Wahyu 2-3 diakui oleh Shincheonji sebagai ketujuh jemaat yang menerima pesan dari Lee Man-hee.
  • GBI sejalan dengan para penafsir pada umumnya yang memahami bahwa ketujuh jemaat dalam Wahyu 2-3 adalah jemaat harfiah, yang lokasinya masing-masing disebutkan dalam Wahyu 1:11.[18] Ketujuh jemaat setempat itu terletak di Asia Kecil serta merepresentasikan permasalahan yang gereja universal hadapi sekarang ini.[19]

    Dengan demikian GBI menolak klaim gereja Shincheonji sebagai entitas fisik dari ketujuh jemaat yang tertulis dalam Wahyu 2-3.

2. Pengkultusan terhadap Lee Man-hee 2. Kultus Individu

Beberapa pokok ajaran dan pengakuan gereja Shincheonji terhadap Lee Man-hee seperti yang tertulis pada website resmi Shincheonji:[20]

  • Pendeta Lee Man-hee (Ketua Shincheonji) adalah Rasul Yohanes yang baru. Dialah yang dipilih dan diutus untuk mengirim pesan ke tujuh jemaat dalam Kitab Wahyu 2-3, dan diangkat ke surga (Wahyu 1).
  • Lee Man-hee adalah entitas fisik dari orang yang menang di Wahyu 12. Dia adalah rasul Yohanes yang baru yang menerima dan memakan gulungan terbuka di Wahyu 10. Buku ini disegel dan berada di tangan Tuhan, tetapi Yesus menerimanya dan membuka segelnya untuk memenuhinya. Yesus memberikannya kepada Rasul Yohanes yang baru (Lee Man-hee) melalui malaikat, dan buku itu diterima dan dimakannya, masuk ke dalam perutnya, Yohanes yang baru memberi kesaksian tentang penggenapan fisik kitab itu. Lee Man-hee melawan dan mengalahkan penghulu Iblis dalam Wahyu 12.
  • Lee Man-hee secara tidak langsung menyatakan dirinya sendiri sebagai wakil Allah dan atau Parakletosnya Yohanes, serupa dengan Adam, Nuh, Abraham, Musa, dan bahkan Yesus Kristus berdasarkan pemikiran yang disampaikan dalam buku-bukunya.[21] Pendeta Lee Man-hee mendeklarasikan dirinya sebagai gembala yang dijanjikan (the promised pastor) yang diutus ke dunia ini.[22]
  • Dalam sejarah Kekristenan, terdapat beberapa heterodoksi yang mengkultuskan individu atau mengajarkan doktrin yang menyimpang dari iman Kristen yang ortodoks. Sebagai contoh heterodoksi tersebut adalah Montanisme. Gerakan ini muncul pada abad ke-2 Masehi dan dinamakan menurut pendirinya, Montanus. Montanus mengklaim dirinya sebagai penjelmaan fisik dari Roh kudus sehingga dapat memberikan wahyu baru dan nubuat serta dapat memprediksi datangnya kiamat.
  • Alkitab menekankan kehadiran Roh Kudus dalam diri orang-orang percaya, karena Allah telah memilih untuk berdiam, atau tinggal, pada orang percaya di bumi. Jadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus berada pada orang-orang percaya. Yesus mengajar bahwa Roh Kudus berdiam pada orang-orang percaya (Yoh. 14:23). Roh Kudus bukan milik eksklusif dari seseorang atau pun golongan.
  • Pendeta Lee Man-hee mengklaim bahwa dirinya merupakan perwujudan/penjelmaan dari Rasul Yohanes, dan mengakui dirinya merupakan rasul Yohanes yang baru. Klaim seperti ini tidak berdasar dan tidak alkitabiah. GBI menolak klaim adanya rasul yang membawa pewahyuan baru yang otoritatif termasuk pengakuan Lee Man-hee sebagai rasul Yohanes yang baru. Allah berbicara kepada umat-Nya melalui firman-Nya yaitu Alkitab.
3. Doktrin Keselamatan 3. Doktrin Keselamatan
  • Lee Man-hee mengatakan bahwa keselamatan tidak diperoleh dengan iman dan percaya saja, tetapi melalui pertemuan dengan Rasul Yohanes yang baru (Kebenaran Kitab Wahyu 2, Rahasia Buku Sorgawi, hal. 52). Ia juga mengatakan bahwa kekekalan akan dicapai dengan mendengarkan serta memelihara bacaan-bacaan yang diberikan oleh Rasul Yohanes yang baru tersebut (Kebenaran Kitab Wahyu 2, Rahasia Buku Sorgawi, hal. 537), dan orang-orang percaya pun akan memiliki hubungan dengan Yesus hanya melalui Rasul Yohanes yang baru (Kebenaran Kitab Wahyu 2, Rahasia Buku Sorgawi, hal. 179-180).[23]
  • Keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima oleh iman dan percaya, bukan karena pekerjaan baik atau amal yang dilakukan manusia (Ef. 2:8-10). Keselamatan itu adalah hasil kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam hidup setiap orang yang percaya kepada Kristus (Tit. 3:4-8, Yoh. 3:5-8). Dasar keyakinan akan keselamatan adalah firman Allah yang kekal (1 Ptr. 1:25).
  • GBI percaya bahwa jalan keselamatan satu-satunya adalah melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus (Yoh. 14:6, Kis. 4:12).[24] Dengan demikian GBI menolak pandangan yang menyatakan ada jalan keselamatan lain, misalnya melalui pertemuan dengan Lee man-Hee sebagai perwujudan rasul Yohanes yang baru, atau melalui membaca buku-buku karangan Lee Man-hee.
4. Doktrin Roh Kudus 4. Doktrin Roh Kudus
  • Lee Man-hee mengajarkan kepada para pengikutnya bahwa peristiwa-peristiwa yang disebutkan dalam Kitab Wahyu sebenarnya adalah pertempuran antara Roh Kudus dengan roh-roh jahat, dan bahwa Roh Kudus sejatinya adalah kebalikan dari roh jahat. Jadi Lee Man-hee menjelaskan bahwa Roh Kudus bukan salah satu pribadi dari Tritunggal yang Kudus melainkan setara dengan malaikat.[25]

    Selanjutnya ia menjelaskan bahwa jiwa-jiwa dari para martir yang mati terbunuh adalah roh-roh yang kudus (Penjelasan Lengkap Kitab Wahyu, Injil Kekal dan Lagu Baru, hal. 210–211). Ia pun menegaskan bahwa Sang Parakletos bukanlah Roh Kudus (pribadi Allah), melainkan seseorang yang mewakili Allah.[26]

  • Alkitab menempatkan Roh Kudus setara dengan Bapa dan Anak. Roh Kudus bukan semata-mata pengaruh ilahi tetapi pribadi ilahi, yang berbeda dari Bapa dan Anak.
  • GBI berpegang teguh pada ajaran Tritunggal, yaitu Bapa, Anak, dan Roh sebagaimana telah diteguhkan oleh Bapa-Bapa Gereja dalam tujuh konsili Ekumenis yang pertama yang diterima oleh semua Gereja di sepanjang zaman dan di seluruh dunia. Doktrin Tritunggal menyatakan bahwa Allah ada dalam tiga pribadi. Doktrin ini tidak ditemukan secara eksplisit dalam Alkitab. Namun, itu merupakan kesimpulan mutlak dari klaim-klaim alkitabiah yang ada dan dirumuskan sebagai doktrin resmi dalam berbagai kredo dan pengakuan Kristen. Di dalam Allah, ada tiga pribadi yang benar-benar berbeda yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Pribadi-pribadi ini tidak boleh dipandang sebagai manifestasi belaka atau aspek dari satu substansi; sebaliknya, masing-masing adalah substansi, dan selaras dengan Bapa.
  • Roh Kudus sebagai pribadi ditekankan dalam Kisah Para Rasul 5:3-4. Mazmur 33:6 menunjukkan juga bahwa Roh Kudus adalah Pencipta. Yohanes 14:16 tentang Penghibur atau Penolong (Parakletos) juga menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah pribadi.
  • Dengan demikian, GBI menolak ajaran dari Lee Man-hee mengenai Roh Kudus yang bukan pribadi, Roh Kudus yang setara dengan dan kebalikan dari roh-roh jahat. GBI juga menolak ajaran Lee Man-hee yang menegaskan bahwa Roh Kudus bukanlah parakletos yang dimaksudkan Alkitab.
5. Pendalaman Alkitab 5. Pendalaman Alkitab
  • Shincheonji melarang orang-orang baru untuk membawa catatan selama pendalaman Alkitab dan tidak diperbolehkan mencari tahu kebenarannya kepada orang lain atau internet.
  • Pendalaman Alkitab merupakan media belajar seperti pelatihan dan seminar yang tujuannya adalah memberdayakan manusia. Untuk itu, metode pendalaman Alkitab sangat disesuaikan dengan topik pembahasan dan sangat memungkinkan terjadi tanya jawab demi pendalaman materi seminar.

D. Respons pastoral

  1. Implikasi pastoral bagi para pejabat dan jemaat GBI
  2. Berdasarkan penjelasan di atas, maka implikasi pastoral bagi para pejabat dan jemaat GBI adalah sebagai berikut:

    1. GBI melarang seluruh pejabat dan jemaat GBI untuk bergabung atau pun mengikuti gereja dan ajaran Shincheonji karena tidak alkitabiah.
    2. GBI mendorong para pejabatnya untuk memberikan pengajaran yang alkitabiah kepada jemaat yang dilayani.
    3. GBI menyerukan para pejabat dan jemaat GBI agar sangat berhati-hati terhadap berbagai tawaran menarik berbentuk kegiatan kultural atau studi Alkitab yang identitas penyelenggaranya memiliki profil heterodoksi.
  3. Rekomendasi sikap kepada BPP GBI
    1. Gereja Shincheonji merupakan sebuah komunitas pengajaran yang digerakkan oleh pendeta Lee Man-hee dan sudah masuk ke Indonesia serta memiliki anggotanya. Terdapat indikasi heterodoksi dan pengkultusan individu dalam ajaran Shincheonji, karenanya BPP harus melakukan pencegahan sedini mungkin.
    2. Ajaran Shincheonji telah membuat keresahan dan cenderung memecah belah gereja-gereja di Indonesia, secara khusus di kota Batam. Terkait dengan hal ini, maka BPP GBI perlu menghimbau para pejabat dan gereja lokal untuk menolak ajaran Shincheonji.
    3. Berdasarkan fakta bahwa ajaran Shincheonji sudah menyebar di Indonesia melalui komunitas pengajaran dan seminar-seminar. Terkait dengan hal ini, maka BPP GBI harus melaksanakan seminar-seminar pengajaran yang lebih unggul dan komprehensif sesuai dengan doktrin teologis GBI.

Referensi

Sumber

  • Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia (18 April 2024). Surat Edaran BPP GBI: Kajian Ajaran Gereja Shincheonji (SJC). Unduh PDF

Lihat pula