Kasih karunia Alkitabiah (Teologia GBI): Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
k (Penggantian teks - "<div style="border: 1px RoyalBlue solid; border-radius: .5em; padding: 1em">" menjadi " <div class="mb-3 border border-primary rounded p-3">")
 
(3 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
<div style="border-bottom: 1px #aaa solid; margin-bottom: 3em; padding-bottom: 2em;">
{{SikapTeologisSinodeGBI | title=Kasih karunia Alkitabiah | year=2018}}
<div style="border-bottom: 1px black solid; margin-bottom: 2em; text-align: center; margin-top: 2em;">
= Kasih Karunia Alkitabiah =
{|
'''''Biblical Grace vs Hyper Grace'''''
| [[Berkas:Logo GBI.svg|left|100px|link=]]
|
DEPARTEMEN TEOLOGIA<br />GEREJA BETHEL INDONESIA


Badan Hukum Gereja: SK Dirjen Bimas (Kristen) Protestan Departemen Agama RI No. 41 Th. 1972 dan Dirjen Bimas (Kristen) Protestan Departemen Agama RI No. 211 Tgl. 25 November 1989.
Keunikan atau perbedaan utama Kekristenan bila dibandingkan agama-agama lain adalah kasih karunia ('''anugerah''', '''''grace'''''). Agama adalah '''usaha manusia''' untuk mencapai Allah dan mendapat keselamatan melalui amal atau perbuatan baik. Sedangkan '''Kekristenan''' meyakini bahwa keselamatan adalah hasil '''usaha Allah''' untuk mencapai manusia karena kasih karunia-Nya. Bukan kita yang memilih Kristus, tapi Kristuslah yang memilih kita (Yoh. 15:16). Keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima dengan '''iman'''. '''Perbuatan baik''' bukan syarat, melainkan bukti atau '''buah keselamatan''' (Ef. 2:8-10). Itulah inti ajaran kasih karunia yang Alkitabiah ''(biblical grace)''.


ALAMAT KANTOR: Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 65, Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, 10510. Telp.: 021-4265429, 021-42803664, Fax: 021-4265429. Website: www.sinodegbi.org, Email: <u>dtp_bphgbi@yahoo.co.id</u>
Di sini kita melihat ada dua sikap ekstrem yang saling berhadapan, yakni: Legalisme dan Antinomianisme (termasuk ''Hyper Grace''). '''Legalisme''' adalah pandangan yang menganggap bahwa kita bisa memperoleh keselamatan dan pertumbuhan rohani dengan cara melakukan peraturan dan hukum agama dengan ketat. Misalnya: Untuk menjadi rohani maka kita harus menghindari minuman beralkohol, dansa, bioskop, dll. Padahal menghindari semua itu tidak serta merta menjamin kerohanian seseorang. Legalisme menempatkan '''peraturan''' di atas Allah dan manusia. Contoh: orang Farisi mau membunuh Yesus karena dianggap melanggar hukum Allah yaitu menyembuhkan orang pada hari Sabat (Mat. 12:9-14). Sikap ini jelas berlawanan dengan kasih karunia, dan tidak memahami bahwa hukum Taurat hanyalah penuntun yang membawa kita kepada Kristus (Gal. 3:24). Tapi bukankah Yesus mengatakan bahwa jika hidup keagamaan kita tidak lebih baik dari orang Farisi (yang suka memberi persepuluhan dan berpuasa seminggu dua kali), maka kita tidak akan masuk sorga? (Mat. 5:20, Luk. 18:10 20). Benar, tapi yang ditekankan Yesus bukan kuantitas perbuatan lahiriahnya melainkan '''kualitasnya''', yakni '''sikap hati/motivasi tulus''' ketika kita melakukan hal itu (Mat. 5:1-12, 6:1-18). Itulah inti Khotbah di Bukit yang dicatat dalam Matius 5-7. Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan legalisme (Kol. 2:20-23).
|}
</div>


Jakarta, 10 Nopember 2015<br />
Di sisi yang lain adalah '''Antinomianisme''' (''anti nomos'' = hukum) yang intinya menyatakan: Kita diselamatkan oleh anugerah semata, maka kita tidak perlu melakukan hukum Tuhan. Jadi walaupun kita melakukan dosa, kita tidak akan kehilangan keselamatan, selama kita mempercayai hal yang benar. Pandangan ini mendasarkan ajarannya pada tulisan rasul Paulus tentang kasih karunia versus hukum Tuhan, namun yang dipahami secara keliru (2 Pet. 3:15-16), karena menekankan kasih karunia secara ''"over dosis"''. Martin Luther menentang antinomianisme karena ini bisa mengarah pada tindakan amoral. Inilah ciri kelompok Nikolaus (yang menolak hukum Tuhan) yang dibenci oleh Yesus (Why. 2:6, 15). Konsep kasih karunia yang membuat kita nyaman ketika berdosa bukanlah kasih karunia yang Alkitabiah ''(biblical grace)'' melainkan kasih karunia yang murahan (cheap grace). Kasih karunia itu gratis tapi tidak murahan. Seperti sering dikatakan bahwa GRACE itu singkatan: ''God's Riches at Christ's Expense'' (Kekayaan Tuhan dengan pengorbanan Kristus). Dietrich Bonhoeffer menyatakan bahwa kasih karunia yang murahan (''cheap grace'') adalah mengkhotbahkan pengampunan tanpa menuntut pertobatan, persekutuan tanpa pengakuan dosa, kasih karunia tanpa pemuridan, tanpa salib dan tanpa Kristus! Dalam Matius 7:23, Tuhan mengusir orang yang tidak menunjukkan buah pertobatan dengan kalimat, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Yun: ''anomian'' = ''lawlessness'', ''without law'').
No: SL-001/BPH-GBI/Teol/XI/2015<br />
Hal: Surat Pengantar<br />


Kepada Yth.<br />
Legalisme menekankan peraturan tanpa relasi dengan Tuhan ('''''rules without relationship'''''), sedangkan '''Antinomianisme''' (''lawlessness'') menekankan relasi dengan Tuhan tanpa peraturan '''''(relationship without rules)''''' padahal keduanya harus berjalan seirama. Dalam Kristus kita '''menaati''' perintah Tuhan oleh kasih karunia Allah yang memampukan (Yoh. 14:15, I Yoh. 5:3), bukan untuk memperoleh keselamatan melainkan sebagai buah keselamatan (Ef 2:8-10), karena iman sejati diwujudkan juga dalam perbuatan baik (Yak. 2:18). '''Motivasi''' kita menuruti perintah Tuhan bukan karena takut, tapi karena kasih! Hukum utama yang disebut Yesus dalam Perjanjian Baru adalah kasih, yakni mengasihi Allah dan sesama (Mat. 22:37-40, Gal. 6:2).
Para pejabat (Pdt, Pdm, Pdp)<br />
'''Gereja Bethel Indonesia'''<br />
di seluruh Indonesia dan luar negeri<br />


Salam sejahtera di dalam kasih TUHAN kita Yesus Kristus.
Walaupun memiliki banyak varian, kita akan mempelajari beberapa inti pengajaran ''Hyper Grace'' (ada yang menyebutnya sebagai: ''Radical Grace, Pure Grace'') dan membandingkannya dengan ajaran kasih karunia yang Alkitabiah: ''Biblical grace'', yang diyakini GBI, antara lain:


Berkenaan dengan ajaran mengenai kasih karunia/anugerah, maka pada tanggal 10 Nopember 2015 telah dirumuskan pernyataan Teologis GBI mengenai: Kasih Karunia yang Alkitabiah (''Biblical Grace'').
{| class="table"
|-
| style="width: 1%;" | 1. || <div class="col-md-6">
'''''Hyper Grace'''''
<ol style="list-style-type:lower-alpha">
<li>Pada saat kita lahir baru maka Yesus '''telah''' menghapus '''segala dosa''' kita untuk '''selamanya''', baik dosa masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang (dosa yang belum kita lakukan). Dasarnya: Kol. 2:13, Ibr. 10:14. Dengan demikian kita tidak bertanggung jawab lagi atas dosa kita karena semua sudah ditanggung oleh Yesus.</li>
<li>Kita juga '''tidak perlu mengaku dosa''' lagi, seperti yang tertulis dalam I Yoh. 1:9, karena itu cukup dilakukan sekali saja saat kita percaya kepada Kristus. Bilamana kita mengaku dosa pun, itu bukan supaya dosa kita diampuni melainkan karena dosa kita sudah diampuni.</li>
<li>Konsekuensinya: '''Doa Bapa kami''' yang diajarkan oleh Yesus (Mat. 6:9-12) '''tidak relevan''' lagi diucapkan pada masa kini karena memuat kalimat, “... dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami telah mengampuni orang yang bersalah kepada kami."</li>
<li>''Hyper Grace'' juga mengajarkan bahwa pada saat '''lahir baru''', Bapa memandang orang percaya sudah '''sempurna'''. Berarti pembenaran (''justification''), pengudusan (''sanctification''), dan pemulihan (''glorification'') adalah satu paket saat kelahiran baru.</li>
</ol>
</div>
 
<div class="col-md-6">
'''''Biblical Grace'''''
<ol style="list-style-type:lower-alpha">
<li>Saat kita percaya, seluruh dosa kita ditanggung Yesus di kayu salib (Ibr. 9:28). Yesus juga selalu menjadi pengantara pada Bapa yang '''menyediakan''' pengampunan dan pendamaian bagi orang percaya yang jatuh dalam dosa (1 Yoh. 2:1-2),</li>
<li>Namun kita harus memintanya kepada Tuhan dengan '''mengaku dosa''', mohon pengampunan-Nya (1 Yoh. 1:9) sehingga '''persekutuan''' dengan Tuhan dipulihkan (Mzm. 51:14). </li>
<li>Karena itu '''Doa Bapa Kami''' yang diajarkan Yesus tetap relevan dipanjatkan oleh orang percaya di masa kini, tidak kadaluarsa, seperti yang dinyatakan para pengajar ''Hyper Grace''. </li>
<li>Kita juga percaya bahwa '''pembenaran''' (''justification'') harus dilanjutkan dengan proses '''penyucian''' (''sanctification''). Status sebagai orang kudus harus nampak dalam kehidupan yang kudus, seperti yang dicatat dalam I Kor. 1:2, “yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan dipanggil menjadi orang kudus”, hingga kita mengalami '''pemuliaan''' (''glorification'') atau kesempurnaan roh, jiwa, tubuh (1 Tes. 5:23). Kesemuanya terjadi karena kasih karunia Allah yang memampukan kita untuk mengerjakan keselamatan “Tetaplah kerjakan (Yun: ''katergazesthe'' = ''to work out'', '''''menyelesaikan sampai akhir''''') keselamatanmu dengan takut dan gentar ... karena Allahlah yang mengerjakan (Yun: ''energon, memberi energi'') di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Fil. 2:12-13). </li>
</ol>
</div>
|-
| 2. || <div class="col-md-6">
'''''Hyper Grace'''''
<ol style="list-style-type:lower-alpha">
<li>Kasih karunia adalah '''Pribadi''' (Yesus). Jadi inti ajaran Alkitab hanya kasih karunia. </li>
<li>Iman tidak timbul dari mendengar firman atau seluruh Alkitab (karena itu termasuk hukum Taurat Musa, mis: Sepuluh Perintah Allah, yang tidak membangun iman). Iman hanya timbul dari mendengar '''firman Kristus''' (Rom. 10:17). Yang dimaksudkan adalah pengajaran yang telah disaring melalui kasih karunia dan karya Yesus yang sempurna. </li>
</ol>
</div>
<div class="col-md-6">
'''''Biblical Grace'''''
<ol style="list-style-type:lower-alpha">
<li>Kasih karunia adalah sifat Allah bukan pribadi, karena “pribadi” itu memiliki pengetahuan, perasaan dan kehendak. Kita menyembah pribadi Allah Tritunggal yang memberikan kasih karunia-Nya kepada orang percaya, kita tidak menyembah kasih karunia. Lagi pula dalam Yesus bukan hanya ada kasih karunia tapi juga '''kebenaran''' (Yoh. 1:17). Keduanya harus berjalan beriringan. </li>
<li>Kita juga menerima '''Alkitab seutuhnya''' baik PL dan PB sebagai Firman Tuhan. Kita tidak boleh melihat Alkitab hanya dari sudut pandang kasih karunia saja (Bnd. Rom. 11:22 – kemurahan dan kekerasan-Nya), sehingga menimbulkan '''ketidakseimbangan''' ajaran dan sikap ekstrem (mis: ada pengajar ''Hyper Grace'' yang menyatakan bahwa Allah selalu tersenyum kepada kita, bahkan ketika kita sedang berdosa). Alkitab itu komprehensif, jadi kita harus melihat yang sebagian dari yang keseluruhan dan bukannya melihat yang keseluruhan dari sebagian. <u>Segala </u>tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Membedakan firman Tuhan dan firman Kristus sangat tidak berdasar! </li>
</ol>
</div>
|-
| 3. || <div class="col-md-6">
'''''Hyper Grace'''''


Adapun pernyataan teologis ini dirumuskan dalam forum teolog GBI yang dihadiri oleh ketua Majelis Pertimbangan GBI, Ketua Umum GBI, Sekretaris Umum GBI, Ketua bidang Teologia dan Pendidikan GBI, ketua departemen Teologia, para dosen STT di bawah GBI dan para teolog lainnya. Melalui forum ini telah dilakukan kajian teologis tentang kasih karunia/anugerah Alkitabiah (''Biblical Grace''), dan dirumuskannya sikap GBI mengenai ajaran kasih karunia/anugerah.
'''Roh Kudus tidak pernah menegur '''orang percaya akan kesalahan atau dosanya, karena dosa orang percaya sudah diampuni dan ditanggung Yesus. Rasa bersalah itu berasal dari diri sendiri atau dari si Iblis yang membuat kita merasa tidak layak untuk memasuki hadirat Tuhan.
</div>


Berkenaan dengan surat yang beredar di media sosial mengenai doktrin anugerah (''Grace'') GBI bertanggal 15 Oktober 2015, itu adalah draft awal, belum final, belum didiskusikan dan direvisi namun entah bagaimana bisa tersebar ke publik. Jadi kami nyatakan bahwa surat dengan tanggal 10 Nopember 2015 dengan tanda tangan asli (bukan scan) dan stempel Departemen Teologia GBI, merupakan pandangan dan sikap resmi GBI terhadap ajaran kasih karunia/anugerah. Demikian surat ini dibuat untuk diperhatikan dan dilakukan.
<div class="col-md-6">
'''''Biblical Grace'''''


Jakarta, 10 Nopember 2015,
Alkitab menunjukkan bahwa para rasul, Yesus, Roh Kudus, '''menegur''' orang percaya yang bersalah. Misalnya: Paulus menegur jemaat Korintus (I Kor. 3:1-3), Yesus menegur 7 (tujuh) jemaat di Asia kecil (kecuali Filadelfia) supaya bertobat (Why. 2-3). Teguran Yesus dan juga perkataan Roh Kudus kepada jemaat-jemaat harus didengarkan (Why. 2:7). Yesus juga menyatakan, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! (Why. 3:19). Hubungan orang yang dibenarkan dengan Allah adalah seperti hubungan bapa dan anak. Kasih Bapa kepada anak-anak-Nya tanpa syarat. Allah selalu mengasihi anak-anak-Nya, termasuk '''mendisiplinkan''' anak-anak-Nya agar bertumbuh dalam kekudusan (Ibr. 12:5-11).
{|
</div>
| Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham || style="padding-left: 2em;" | Pdt. Hengky So. MTh
|-
|-
| Ketua BPH Bidang Teologia dan Pendidikan || style="padding-left: 2em;" | Ketua Departemen Teologia
| 4. || <div class="col-md-6">
|}
'''''Hyper Grace'''''
 
Perjanjian Baru yang intinya adalah kasih karunia dimulai '''setelah salib''', pada saat Roh Kudus dicurahkan di hari Pentakosta. Banyak perkataan Yesus dalam keempat Injil adalah ajaran Perjanjian Lama karena diucapkan sebelum salib, jadi sudah tidak berlaku di masa kini.
</div>
</div>
<center>
'''''Pernyataan Teologis GBI mengenai:'''''<br />
'''''KASIH KARUNIA YANG ALKITABIAH'''''<br />
'''''(BIBLICAL GRACE)'''''
</center>
Berkenaan dengan ajaran yang sedang berkembang di kalangan gereja tentang ''Hyper-Grace'', maka berikut ini kami menjelaskan pandangan GBI terhadap ajaran ''GRACE''.


=== Pendahuluan ===
<div class="col-md-6">
Ajaran mengenai kasih karunia/anugerah telah dijelaskan, ditantang, diperdebatkan dan didiskusikan oleh gereja selama berabad-abad. Umumnya, terdapat dua pandangan yang muncul.
'''''Biblical Grace'''''


* '''Pertama''', pandangan yang sangat menekankan “'''kasih karunia/anugerah'''” saja berdasarkan faktor '''kedaulatan Allah''' dan '''pekerjaan Kristus di Kalvari''' yang telah menggenapi semua tuntutan hukum Taurat dan kutuk dosa. Atas pekerjaan Kristus ini, secara otomatis telah melenyapkan dosa masa lalu, kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu orang percaya tidak lagi perlu untuk berdoa meminta pengampunan dosa, pekerjaan kita hanyalah memuliakan Allah dan bukan berfokus pada kelemahan-kelemahan kita sebagai orang yang telah dikuduskan. Kepastian keselamatan pun menjadi sebuah keabsolutan: orang yang telah diselamatkan tidak akan mungkin kehilangan keselamatannya. Dosa paling banter akan menyebabkan kehilangan upah/pahala kekal, tapi bukan keselamatan kekal.
Kita percaya ketika '''Yesus datang''' ke dunia, kasih karunia Allah sudah dinyatakan secara jelas (Yoh. 3:16, Titus 2:11). Sebelum Yesus di salib pun Dia telah menunjukkan kasih-Nya dengan mengampuni dosa manusia yang percaya (Mrk. 2:10, Luk. 23:43). Kita yakin ajaran Yesus '''tetap berlaku''' hingga kini. Mengabaikan ajaran Yesus dan lebih menekankan surat-surat Paulus adalah bahaya besar karena memilah-milah Alkitab dan tidak menerimanya secara utuh.
:Pandangan pertama ini telah dituduh '''melemahkan tanggung jawab manusia''', dan menyangkali satu aspek penting dari gambar Allah dalam diri manusia, yaitu makhluk yang mempunyai kehendak bebas (''free-will''). Sebagai ''moral being'' (mahkluk bermoral) manusia mempunyai pilihan etis, dan atas pilihan itu manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan.
</div>
:Bahayanya, pandangan ini dalam penerapannya dapat menjurus pada sikap '''antinomianisme''' (''anti nomos/hukum''), yang berpendapat: kita diselamatkan oleh anugerah semata, maka kita tidak perlu menaati perintah Tuhan. Toh, sekali selamat tetap selamat.
|-
* '''Kedua''', ajaran yang sangat menekankan '''perbuatan baik''' saja untuk memperoleh keselamatan (Legalisme). Pandangan ini menyebutkan bahwa oleh pekerjaan Kristus di atas kayu salib, orang percaya secara ''de jure'' telah dibenarkan dan statusnya menjadi “orang kudus”. Namun secara ''de facto'' orang percaya ada di dalam kehidupan yang terus menerus dicobai dan dapat jatuh di dalam dosa sehingga tidak memenuhi harapan Tuhan. Untuk itu, menurut ajaran ini, kepastian keselamatan hanya ada pada akhir hidup seseorang, dan dapat berakhir dengan kehilangan akan keselamatannya.
| 5. || <div class="col-md-6">
:Pandangan kedua ini telah ditentang oleh karena sangat menekankan tanggung jawab manusia namun '''melemahkan kedaulatan Allah dan karya Kristus''' yang menuntaskan dosa manusia di atas salib. Ajaran ini menempatkan manusia sebagai sentral, bukan Kristus. Orang Kristen menjadi sibuk dengan segala macam usaha untuk menjadikan diri mereka yakin bahwa mereka cukup baik dan “berkenan” kepada Allah. Ini mengakibatkan sikap '''legalistik''', yakni menganggap keselamatan dan pertumbuhan rohani bisa diperoleh dengan melakukan peraturan/hukum agama dan kesalehan secara ketat berdasarkan kekuatan usaha manusia.
'''''Hyper Grace'''''


Kedua pandangan ini mempunyai latar belakang sejarah. Pandangan pertama bersumber dari mereka yang di gereja sebelumnya sangat menekankan usaha manusia. Pandangan kedua bersumber dari mereka yang di gereja sebelumnya sangat menekankan kasih karunia/anugerah namun tidak nampak dalam kesalehan/kesucian hidup sehari-hari.
'''Hukum tabur tuai''' (Gal. 6:7) tidak berkaitan dengan '''dosa''', karena semua dosa kita sudah ditanggung oleh Yesus. Ayat itu hanya berkaitan tentang '''uang'''. Siapa menabur sedikit, menuai sedikit, siapa menabur banyak, menuai banyak juga (2 Kor. 9:6).
</div>


Berdasarkan hal di atas maka GEREJA BETHEL INDONESIA, menegaskan ajaran mengenai Kasih Karunia/Anugerah (''Biblical Grace'') sebagaimana dituangkan di dalam Pengakuan Iman GBI pada butir ke-4, 5, dan 7:
<div class="col-md-6">
:''4. Semua manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah sehingga harus bertobat dan berpaling kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa.''
'''''Biblical Grace'''''
:''5. Pembenaran dan kelahiran baru terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh Roh Kudus.''
:''7. Penyucian hidup adalah buah kelahiran baru karena percaya dalam darah Yesus Kristus yang dikerjakan oleh kuasa Firman Allah dan Roh Kudus; karena itu kesucian adalah asas dan prinsip hidup umat Kristen.''


=== Untuk itu, GBI berkeyakinan: ===
Konteks dari Gal. 6:7-8 menunjukkan bahwa barangsiapa menabur dalam dagingnya akan menuai kebinasaan, tapi siapa yang menabur dalam Roh akan menuai hidup yang kekal. Ini tidak berbicara tentang uang.
# Kita diselamatkan karena '''kasih karunia-Nya''' oleh '''iman''', bukan karena melakukan tuntutan-tuntutan agama, oleh karena itu kita tidak boleh memegahkan diri karena itu bukan hasil usaha kita. Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa. '''Perbuatan baik''' adalah buah keselamatan, dan bukannya syarat keselamatan ({{sabdaweb2v|Roma 5:8; Efesus 2:8-10}}).
</div>
# Hubungan orang yang dibenarkan dengan Allah adalah seperti '''hubungan bapa dan anak''', yaitu hubungan kasih yang tanpa syarat. Kasih seorang bapa kepada anak-anaknya diwujudkan dengan penyediaan dan pemberian yang terbaik semata-mata karena hakekat seorang bapa yang mengasihi anak-anaknya, bagaimanapun keadaan anaknya itu. Allah selalu mengasihi anak-anak-Nya, termasuk mendisiplinkan anak-anak-Nya agar bertumbuh dalam kekudusan ({{sabdaweb2v|Ibrani 12:5-11; Wahyu 3:19}}).
|-
# Setiap anak Allah yang telah percaya kepada Kristus '''pasti selamat''' ({{sabdaweb2v|Yohanes 3:16, 6:47}}). Dasar keyakinan kita adalah: a) '''Firman Allah''' – bukti obyektif ({{sabdaweb2v|I Yohanes 5:10-13}}), b) '''Roh Kudus''' yang bersaksi bahwa kitalah anak Allah – bukti subyektif ({{sabdaweb2v|Roma 8:16}}), c) '''Buah iman''' yaitu '''kekudusan''' ({{sabdaweb2v|Matius 3:8, 10}}). Orang yang lahir baru tidak perlu ragu atau takut kehilangan keyakinan keselamatan karena Yesus sanggup memeliharanya sampai akhir ({{sabdaweb2v|Filipi 1:6}}). Bila jatuh dalam dosa, kita mengaku dosa agar diampuni dan disucikan oleh Allah ({{sabdaweb2v|I Yohanes 1:9, 2:1-2}}), maka Dia akan memulihkan persekutuan yang rusak dengan-Nya dan mengembalikan lagi sukacita keselamatan itu kepada kita ({{sabdaweb2v|Mazmur 51:14}}). Keselamatan terjamin pasti selama kita '''tinggal di dalam Kristus''' ({{sabdaweb2v|Yohanes 15:4-5}}).
| 6. || <div class="col-md-6">
# Buah nyata dari seorang anak Allah yang telah mengalami pembenaran (''justification'') dan kelahiran baru adalah penyucian hidup (''sanctification'') yang terjadi karena kasih karunia-Nya melalui sebuah proses pembaharuan yang terus menerus dikerjakan oleh Firman dan Roh-Nya dalam kehidupan orang percaya.Inilah yang Paulus tuliskan kepada jemaat Korintus di mana status mereka harus nampak juga dalam pembaharuan hidup … '''''“yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang kudus”''''' ({{sabdaweb2v|I Korintus 1:2}}). Seorang yang tetap hidup dalam dosa sesungguhnya ia belum dilahirkan kembali ({{sabdaweb2v|I Yohanes 3:6}}) dan tidak akan menerima pemuliaan (''glorification'').
'''''Hyper Grace'''''
# Seorang yang telah lahir baru dengan pertolongan Roh Kudus dimampukan oleh anugerah-Nya untuk bertumbuh menghasilkan '''karakter seperti Kristus'''. Kita meyakini keselamatan dan proses pertumbuhan rohani hingga kesempurnaan roh, jiwa, tubuh ({{sabdaweb2v|I Tesalonika 5:23}}), terjadi hanya oleh '''kasih karunia/anugerah Allah semata'''. Bukan dimulai dengan anugerah Allah tapi dilanjutkan dengan usaha manusia, seperti teguran Paulus terhadap jemaat Galatia ({{sabdaweb2v|Galatia 3:3}}), ataupun seperti pengajaran Semi Pelagian. Kita harus mengerjakan keselamatan dengan kekuatan yang berasal dari Tuhan, karena iman sejati diwujudkan juga dalam perbuatan iman ({{sabdaweb2v|Yakobus 2:18}}). '''''“Tetaplah kerjakan''''' (Yun: ''katergazesthe = to work out'', menyelesaikan sampai akhir) '''''keselamatanmu dengan takut dan gentar … karena Allahlah yang mengerjakan''''' (Yun: ''energon'', memberi energi/tenaga) '''''di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.”''''' ({{sabdaweb2v|Filipi 2:12-13}})
 
# Ciri dari seorang yang menerima kasih karunia Allah adalah keinginan dan hasrat ingin melayani Dia, '''bertumbuh di dalam Dia''' baik dalam pikiran, dan perbuatan; dalam iman, harap dan kasih; dalam keserupaan dengan Dia. Kelemahan dan kekurangan-kekurangan orang kudus bukanlah fokus dari perhatian Allah. Keinginan bertumbuh itu sendiri adalah lahir dari pekerjaan Kristus di dalam hubungan berlandaskan kasih tersebut. Itu pun bukan hasil usaha manusia, tetapi pekerjaan Roh Kudus dan firman-Nya.
'''Hukum Taurat''' tidak berlaku lagi, karena sudah dihapuskan ketika Yesus di salib (Kol. 2:14). Kini kita tidak perlu lagi melakukan hukum Taurat (peraturan agama).
# Berdasarkan fakta-fakta di atas maka GBI menganut ''Biblical Grace'', dan '''menolak''' pandangan yang menyatakan “Sekali selamat tetap selamat walaupun hidup di dalam dosa” ({{sabdaweb2v|Roma 6:1-2}}). Kasih karunia Allah yang begitu besar seharusnya membuat kita menaati firman-Nya ({{sabdaweb2v|I Yohanes 5:3}}). Dalam Kristus ada kasih karunia dan kebenaran! ({{sabdaweb2v|Yohanes 1:17}}). GBI juga '''menolak''' pandangan bahwa usaha manusia dapat memenuhi syarat untuk berkenan kepada Allah. Jangan mengulangi kesalahan sejarah yang dilakukan orang-orang Yahudi Kristen pada zaman gereja mula-mula yang masih berpegang kepada hukum Musa (termasuk sunat) selain Yesus, dan mereka mewajibkan orang-orang non-Yahudi menghidupi hal yang sama bila ingin diselamatkan ({{sabdaweb2v|Kisah 15:1-21; Kolose 2:11-12, 16-17}}).
</div>


<div class="col-md-6">
'''''Biblical Grace'''''


Demikian pernyataan teologis ini dibuat oleh Forum Teolog GBI.
Perlu dipahami bahwa hukum Taurat itu dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian:
<ol style="list-style-type:lower-alpha">
<li>'''Hukum ibadah''', seperti yang tercatat dalam kitab Imamat, misalnya tentang korban domba untuk menghapus dosa. Ini sudah digenapi dalam diri Yesus, anak domba Allah. Yesus tidak meniadakan atau menguatkan Taurat, melainkan menggenapinya (Mat. 5:17, Kol. 2:16-17). </li>
<li>'''Hukum sipil''', misalnya aturan tentang perang, tanah, dll. Ini hanya untuk bangsa Israel saja di masa Perjanjian Lama sebagai kerajaan teokratis. Tapi kini sudah tidak berlaku lagi. Lagi pula kita bukan bangsa Israel secara jasmani. </li>
<li>'''Hukum moral''', yakni Sepuluh Perintah Tuhan. Ini tetap berlaku secara universal karena sesuai dengan karakter Allah yang kudus. Hanya motivasinya bila dalam PL karena '''takut''' akan hukuman Tuhan (<u>jangan ini, jangan itu</u>), dalam PB karena kita sudah beriman kepada Kristus maka saya <u>tidak akan </u>melakukan dosa ini dan itu. Berarti yang memotivasi adalah kasih. Sebetulnya Dasa Titah itu diawali dengan Injil: Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan (Kel. 20:1-17). Kini Allah meletakkan hukum moral itu di dalam hati orang percaya (Ibr. 8:10, 10:16). Kita yakin Kristus telah membebaskan kita dari hukum Taurat (Roma 6:14, 7:6) yakni belenggu legalisme, namun bukan berarti kita menjadi orang yang tidak berhukum (''lawlessness''). Kita telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi '''hamba kebenaran''' yang hidup dalam kekudusan (Rom. 6:18 19). </li>
</ol>
</div>
|-
| 7. || <div class="col-md-6">
'''''Hyper Grace'''''


Jakarta, 10 Nopember 2015
Orang percaya tidak dapat melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Orang percaya tidak akan kehilangan keselamatannya. '''Sekali selamat tetap selamat.'''
</div>


'''Tim Perumus:'''
<div class="col-md-6">
'''''Biblical Grace'''''


{| style="margin-bottom: 2em;"
Kita yakin keselamatan terjamin pasti '''jika kita tetap tinggal di dalam Kristus''' (Yoh. 15:5-6). Orang yang benar-benar lahir baru hampir mustahil kehilangan keselamatannya kecuali '''menghujat Roh Kudus''' (Luk. 12:10). Cirinya antara lain dijabarkan dalam Ibrani 6:4-6. Hati orang itu telah begitu keras sehingga tidak ada penyesalan karena penghujatannya kepada Kristus. Allah tidak mengampuninya karena orang itu tidak pernah minta pengampunan sampai selama-lamanya. Walaupun berbeda dengan pandangan Calvin yang mengajarkan “sekali selamat tetap selamat kita tetap menghargainya karena menyatakan bahwa orang yang telah lahir baru akan '''bertekun sampai akhir'''. Kontras sekali dengan pemahaman keliru dari <u>sebagian</u> pengikut ''Hyper Grace'' yang beranggapan bahwa “sekali selamat tetap selamat walaupun hidup dalam dosa” (berzinah, homoseksual, dll.). Para pengajar utama ''Hyper grace'' memang menyatakan bahwa hidup dalam kasih karunia bukanlah izin untuk berbuat dosa, namun aplikasi ajaran ini sangat berbahaya bila membuat pengikutnya beranggapan bahwa dalam Kristus kita sudah bebas dari semua hukum/peraturan agama dan sekali selamat tetap selamat. Kita yakin bahwa orang yang lahir baru tidak tetap berbuat dosa tapi hidup kudus. Yang tetap berbuat dosa berarti tidak mengenal Allah, tidak lahir baru (I Yoh. 3:6).
| <u>Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham</u><br />Ketua BPH bidang Teologia dan Pendidikan || style="padding-left: 2em;" | <u>Pdt. Hengky So, MTh</u><br />Ketua Departemen Teologia
</div>
|-
| style="padding-top: 1em;" | <u>Pdt. Soehandoko Wirhaspati, MA</u><br />Ketua Majelis Pertimbangan || style="padding-left: 2em; padding-top: 1em;" | <u>Pdt. Dr. Junifrius Gultom</u><br />Sekretaris Departemen Teologia
|}
|}


<small>Pdt. T.L. Henoch, Pdt. Japarlin M., Pdt. Paul R. Widjaja, Pdt. George T., Pdt. Heru C., Pdt. Joko P., Pdt. Danny T., Pdt. Abraham L., Pdm. Christianto S., Pdt. Yohanes L.B.C., Pdt. Johannes R., Pdm. Hendrik T., Pdt. Eko Y., Pdm. Robby T., Pdm. Gunawan O., Pdt. Naftali U., Pdt. Joel M., Pdt. Thomas B., Pdt. Togi S., Pdm. Hiruniko R.</small>
Kiranya Tuhan menyingkapkan mata rohani kita sehingga memahami ajaran kasih karunia yang Alkitabiah ''(Biblical grace)''.
 
<div class="mb-3 border border-primary rounded p-3">
{{:Kasih karunia Alkitabiah (Teologia_GBI)/Inti Sikap}}
</div>


==Referensi==
==Referensi==
* {{cite book
  | last = Departemen Teologi
  | first =
  | authorlink =
  | title = Sikap Teologis Gereja Bethel Indonesia: Pasal 8 Kasih Karunia Alkitabiah
  | publisher = Departemen Teologi Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia
  | year = 2018
  | doi =
  | id =
  | editor= Pdt Henky So, MTh, et. al.
}}
* {{cite web
* {{cite web
  | nama      = Departemen Teologia
  | nama      = Departemen Teologia
Baris 93: Baris 144:
  | tglakses  = 2018-07-15
  | tglakses  = 2018-07-15
}} [[Media:20151110_Teologia Kasih Karunia yang Alkitabiah (Teologia GBI).pdf | ('''Unduh PDF''') ]]
}} [[Media:20151110_Teologia Kasih Karunia yang Alkitabiah (Teologia GBI).pdf | ('''Unduh PDF''') ]]
{{SeeAlsoPandanganGBI}}

Revisi terkini sejak 1 November 2022 10.14

Logo GBI.svg
Sikap Teologis
Gereja Bethel Indonesia
Kasih karunia Alkitabiah
2018

Kasih Karunia Alkitabiah

Biblical Grace vs Hyper Grace

Keunikan atau perbedaan utama Kekristenan bila dibandingkan agama-agama lain adalah kasih karunia (anugerah, grace). Agama adalah usaha manusia untuk mencapai Allah dan mendapat keselamatan melalui amal atau perbuatan baik. Sedangkan Kekristenan meyakini bahwa keselamatan adalah hasil usaha Allah untuk mencapai manusia karena kasih karunia-Nya. Bukan kita yang memilih Kristus, tapi Kristuslah yang memilih kita (Yoh. 15:16). Keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima dengan iman. Perbuatan baik bukan syarat, melainkan bukti atau buah keselamatan (Ef. 2:8-10). Itulah inti ajaran kasih karunia yang Alkitabiah (biblical grace).

Di sini kita melihat ada dua sikap ekstrem yang saling berhadapan, yakni: Legalisme dan Antinomianisme (termasuk Hyper Grace). Legalisme adalah pandangan yang menganggap bahwa kita bisa memperoleh keselamatan dan pertumbuhan rohani dengan cara melakukan peraturan dan hukum agama dengan ketat. Misalnya: Untuk menjadi rohani maka kita harus menghindari minuman beralkohol, dansa, bioskop, dll. Padahal menghindari semua itu tidak serta merta menjamin kerohanian seseorang. Legalisme menempatkan peraturan di atas Allah dan manusia. Contoh: orang Farisi mau membunuh Yesus karena dianggap melanggar hukum Allah yaitu menyembuhkan orang pada hari Sabat (Mat. 12:9-14). Sikap ini jelas berlawanan dengan kasih karunia, dan tidak memahami bahwa hukum Taurat hanyalah penuntun yang membawa kita kepada Kristus (Gal. 3:24). Tapi bukankah Yesus mengatakan bahwa jika hidup keagamaan kita tidak lebih baik dari orang Farisi (yang suka memberi persepuluhan dan berpuasa seminggu dua kali), maka kita tidak akan masuk sorga? (Mat. 5:20, Luk. 18:10 20). Benar, tapi yang ditekankan Yesus bukan kuantitas perbuatan lahiriahnya melainkan kualitasnya, yakni sikap hati/motivasi tulus ketika kita melakukan hal itu (Mat. 5:1-12, 6:1-18). Itulah inti Khotbah di Bukit yang dicatat dalam Matius 5-7. Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan legalisme (Kol. 2:20-23).

Di sisi yang lain adalah Antinomianisme (anti nomos = hukum) yang intinya menyatakan: Kita diselamatkan oleh anugerah semata, maka kita tidak perlu melakukan hukum Tuhan. Jadi walaupun kita melakukan dosa, kita tidak akan kehilangan keselamatan, selama kita mempercayai hal yang benar. Pandangan ini mendasarkan ajarannya pada tulisan rasul Paulus tentang kasih karunia versus hukum Tuhan, namun yang dipahami secara keliru (2 Pet. 3:15-16), karena menekankan kasih karunia secara "over dosis". Martin Luther menentang antinomianisme karena ini bisa mengarah pada tindakan amoral. Inilah ciri kelompok Nikolaus (yang menolak hukum Tuhan) yang dibenci oleh Yesus (Why. 2:6, 15). Konsep kasih karunia yang membuat kita nyaman ketika berdosa bukanlah kasih karunia yang Alkitabiah (biblical grace) melainkan kasih karunia yang murahan (cheap grace). Kasih karunia itu gratis tapi tidak murahan. Seperti sering dikatakan bahwa GRACE itu singkatan: God's Riches at Christ's Expense (Kekayaan Tuhan dengan pengorbanan Kristus). Dietrich Bonhoeffer menyatakan bahwa kasih karunia yang murahan (cheap grace) adalah mengkhotbahkan pengampunan tanpa menuntut pertobatan, persekutuan tanpa pengakuan dosa, kasih karunia tanpa pemuridan, tanpa salib dan tanpa Kristus! Dalam Matius 7:23, Tuhan mengusir orang yang tidak menunjukkan buah pertobatan dengan kalimat, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Yun: anomian = lawlessness, without law).

Legalisme menekankan peraturan tanpa relasi dengan Tuhan (rules without relationship), sedangkan Antinomianisme (lawlessness) menekankan relasi dengan Tuhan tanpa peraturan (relationship without rules) padahal keduanya harus berjalan seirama. Dalam Kristus kita menaati perintah Tuhan oleh kasih karunia Allah yang memampukan (Yoh. 14:15, I Yoh. 5:3), bukan untuk memperoleh keselamatan melainkan sebagai buah keselamatan (Ef 2:8-10), karena iman sejati diwujudkan juga dalam perbuatan baik (Yak. 2:18). Motivasi kita menuruti perintah Tuhan bukan karena takut, tapi karena kasih! Hukum utama yang disebut Yesus dalam Perjanjian Baru adalah kasih, yakni mengasihi Allah dan sesama (Mat. 22:37-40, Gal. 6:2).

Walaupun memiliki banyak varian, kita akan mempelajari beberapa inti pengajaran Hyper Grace (ada yang menyebutnya sebagai: Radical Grace, Pure Grace) dan membandingkannya dengan ajaran kasih karunia yang Alkitabiah: Biblical grace, yang diyakini GBI, antara lain:

1.

Hyper Grace

  1. Pada saat kita lahir baru maka Yesus telah menghapus segala dosa kita untuk selamanya, baik dosa masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang (dosa yang belum kita lakukan). Dasarnya: Kol. 2:13, Ibr. 10:14. Dengan demikian kita tidak bertanggung jawab lagi atas dosa kita karena semua sudah ditanggung oleh Yesus.
  2. Kita juga tidak perlu mengaku dosa lagi, seperti yang tertulis dalam I Yoh. 1:9, karena itu cukup dilakukan sekali saja saat kita percaya kepada Kristus. Bilamana kita mengaku dosa pun, itu bukan supaya dosa kita diampuni melainkan karena dosa kita sudah diampuni.
  3. Konsekuensinya: Doa Bapa kami yang diajarkan oleh Yesus (Mat. 6:9-12) tidak relevan lagi diucapkan pada masa kini karena memuat kalimat, “... dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami telah mengampuni orang yang bersalah kepada kami."
  4. Hyper Grace juga mengajarkan bahwa pada saat lahir baru, Bapa memandang orang percaya sudah sempurna. Berarti pembenaran (justification), pengudusan (sanctification), dan pemulihan (glorification) adalah satu paket saat kelahiran baru.

Biblical Grace

  1. Saat kita percaya, seluruh dosa kita ditanggung Yesus di kayu salib (Ibr. 9:28). Yesus juga selalu menjadi pengantara pada Bapa yang menyediakan pengampunan dan pendamaian bagi orang percaya yang jatuh dalam dosa (1 Yoh. 2:1-2),
  2. Namun kita harus memintanya kepada Tuhan dengan mengaku dosa, mohon pengampunan-Nya (1 Yoh. 1:9) sehingga persekutuan dengan Tuhan dipulihkan (Mzm. 51:14).
  3. Karena itu Doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus tetap relevan dipanjatkan oleh orang percaya di masa kini, tidak kadaluarsa, seperti yang dinyatakan para pengajar Hyper Grace.
  4. Kita juga percaya bahwa pembenaran (justification) harus dilanjutkan dengan proses penyucian (sanctification). Status sebagai orang kudus harus nampak dalam kehidupan yang kudus, seperti yang dicatat dalam I Kor. 1:2, “yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan dipanggil menjadi orang kudus”, hingga kita mengalami pemuliaan (glorification) atau kesempurnaan roh, jiwa, tubuh (1 Tes. 5:23). Kesemuanya terjadi karena kasih karunia Allah yang memampukan kita untuk mengerjakan keselamatan “Tetaplah kerjakan (Yun: katergazesthe = to work out, menyelesaikan sampai akhir) keselamatanmu dengan takut dan gentar ... karena Allahlah yang mengerjakan (Yun: energon, memberi energi) di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Fil. 2:12-13).
2.

Hyper Grace

  1. Kasih karunia adalah Pribadi (Yesus). Jadi inti ajaran Alkitab hanya kasih karunia.
  2. Iman tidak timbul dari mendengar firman atau seluruh Alkitab (karena itu termasuk hukum Taurat Musa, mis: Sepuluh Perintah Allah, yang tidak membangun iman). Iman hanya timbul dari mendengar firman Kristus (Rom. 10:17). Yang dimaksudkan adalah pengajaran yang telah disaring melalui kasih karunia dan karya Yesus yang sempurna.

Biblical Grace

  1. Kasih karunia adalah sifat Allah bukan pribadi, karena “pribadi” itu memiliki pengetahuan, perasaan dan kehendak. Kita menyembah pribadi Allah Tritunggal yang memberikan kasih karunia-Nya kepada orang percaya, kita tidak menyembah kasih karunia. Lagi pula dalam Yesus bukan hanya ada kasih karunia tapi juga kebenaran (Yoh. 1:17). Keduanya harus berjalan beriringan.
  2. Kita juga menerima Alkitab seutuhnya baik PL dan PB sebagai Firman Tuhan. Kita tidak boleh melihat Alkitab hanya dari sudut pandang kasih karunia saja (Bnd. Rom. 11:22 – kemurahan dan kekerasan-Nya), sehingga menimbulkan ketidakseimbangan ajaran dan sikap ekstrem (mis: ada pengajar Hyper Grace yang menyatakan bahwa Allah selalu tersenyum kepada kita, bahkan ketika kita sedang berdosa). Alkitab itu komprehensif, jadi kita harus melihat yang sebagian dari yang keseluruhan dan bukannya melihat yang keseluruhan dari sebagian. Segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2 Tim. 3:16). Membedakan firman Tuhan dan firman Kristus sangat tidak berdasar!
3.

Hyper Grace

Roh Kudus tidak pernah menegur orang percaya akan kesalahan atau dosanya, karena dosa orang percaya sudah diampuni dan ditanggung Yesus. Rasa bersalah itu berasal dari diri sendiri atau dari si Iblis yang membuat kita merasa tidak layak untuk memasuki hadirat Tuhan.

Biblical Grace

Alkitab menunjukkan bahwa para rasul, Yesus, Roh Kudus, menegur orang percaya yang bersalah. Misalnya: Paulus menegur jemaat Korintus (I Kor. 3:1-3), Yesus menegur 7 (tujuh) jemaat di Asia kecil (kecuali Filadelfia) supaya bertobat (Why. 2-3). Teguran Yesus dan juga perkataan Roh Kudus kepada jemaat-jemaat harus didengarkan (Why. 2:7). Yesus juga menyatakan, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! (Why. 3:19). Hubungan orang yang dibenarkan dengan Allah adalah seperti hubungan bapa dan anak. Kasih Bapa kepada anak-anak-Nya tanpa syarat. Allah selalu mengasihi anak-anak-Nya, termasuk mendisiplinkan anak-anak-Nya agar bertumbuh dalam kekudusan (Ibr. 12:5-11).

4.

Hyper Grace

Perjanjian Baru yang intinya adalah kasih karunia dimulai setelah salib, pada saat Roh Kudus dicurahkan di hari Pentakosta. Banyak perkataan Yesus dalam keempat Injil adalah ajaran Perjanjian Lama karena diucapkan sebelum salib, jadi sudah tidak berlaku di masa kini.

Biblical Grace

Kita percaya ketika Yesus datang ke dunia, kasih karunia Allah sudah dinyatakan secara jelas (Yoh. 3:16, Titus 2:11). Sebelum Yesus di salib pun Dia telah menunjukkan kasih-Nya dengan mengampuni dosa manusia yang percaya (Mrk. 2:10, Luk. 23:43). Kita yakin ajaran Yesus tetap berlaku hingga kini. Mengabaikan ajaran Yesus dan lebih menekankan surat-surat Paulus adalah bahaya besar karena memilah-milah Alkitab dan tidak menerimanya secara utuh.

5.

Hyper Grace

Hukum tabur tuai (Gal. 6:7) tidak berkaitan dengan dosa, karena semua dosa kita sudah ditanggung oleh Yesus. Ayat itu hanya berkaitan tentang uang. Siapa menabur sedikit, menuai sedikit, siapa menabur banyak, menuai banyak juga (2 Kor. 9:6).

Biblical Grace

Konteks dari Gal. 6:7-8 menunjukkan bahwa barangsiapa menabur dalam dagingnya akan menuai kebinasaan, tapi siapa yang menabur dalam Roh akan menuai hidup yang kekal. Ini tidak berbicara tentang uang.

6.

Hyper Grace

Hukum Taurat tidak berlaku lagi, karena sudah dihapuskan ketika Yesus di salib (Kol. 2:14). Kini kita tidak perlu lagi melakukan hukum Taurat (peraturan agama).

Biblical Grace

Perlu dipahami bahwa hukum Taurat itu dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian:

  1. Hukum ibadah, seperti yang tercatat dalam kitab Imamat, misalnya tentang korban domba untuk menghapus dosa. Ini sudah digenapi dalam diri Yesus, anak domba Allah. Yesus tidak meniadakan atau menguatkan Taurat, melainkan menggenapinya (Mat. 5:17, Kol. 2:16-17).
  2. Hukum sipil, misalnya aturan tentang perang, tanah, dll. Ini hanya untuk bangsa Israel saja di masa Perjanjian Lama sebagai kerajaan teokratis. Tapi kini sudah tidak berlaku lagi. Lagi pula kita bukan bangsa Israel secara jasmani.
  3. Hukum moral, yakni Sepuluh Perintah Tuhan. Ini tetap berlaku secara universal karena sesuai dengan karakter Allah yang kudus. Hanya motivasinya bila dalam PL karena takut akan hukuman Tuhan (jangan ini, jangan itu), dalam PB karena kita sudah beriman kepada Kristus maka saya tidak akan melakukan dosa ini dan itu. Berarti yang memotivasi adalah kasih. Sebetulnya Dasa Titah itu diawali dengan Injil: Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan (Kel. 20:1-17). Kini Allah meletakkan hukum moral itu di dalam hati orang percaya (Ibr. 8:10, 10:16). Kita yakin Kristus telah membebaskan kita dari hukum Taurat (Roma 6:14, 7:6) yakni belenggu legalisme, namun bukan berarti kita menjadi orang yang tidak berhukum (lawlessness). Kita telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran yang hidup dalam kekudusan (Rom. 6:18 19).
7.

Hyper Grace

Orang percaya tidak dapat melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Orang percaya tidak akan kehilangan keselamatannya. Sekali selamat tetap selamat.

Biblical Grace

Kita yakin keselamatan terjamin pasti jika kita tetap tinggal di dalam Kristus (Yoh. 15:5-6). Orang yang benar-benar lahir baru hampir mustahil kehilangan keselamatannya kecuali menghujat Roh Kudus (Luk. 12:10). Cirinya antara lain dijabarkan dalam Ibrani 6:4-6. Hati orang itu telah begitu keras sehingga tidak ada penyesalan karena penghujatannya kepada Kristus. Allah tidak mengampuninya karena orang itu tidak pernah minta pengampunan sampai selama-lamanya. Walaupun berbeda dengan pandangan Calvin yang mengajarkan “sekali selamat tetap selamat kita tetap menghargainya karena menyatakan bahwa orang yang telah lahir baru akan bertekun sampai akhir. Kontras sekali dengan pemahaman keliru dari sebagian pengikut Hyper Grace yang beranggapan bahwa “sekali selamat tetap selamat walaupun hidup dalam dosa” (berzinah, homoseksual, dll.). Para pengajar utama Hyper grace memang menyatakan bahwa hidup dalam kasih karunia bukanlah izin untuk berbuat dosa, namun aplikasi ajaran ini sangat berbahaya bila membuat pengikutnya beranggapan bahwa dalam Kristus kita sudah bebas dari semua hukum/peraturan agama dan sekali selamat tetap selamat. Kita yakin bahwa orang yang lahir baru tidak tetap berbuat dosa tapi hidup kudus. Yang tetap berbuat dosa berarti tidak mengenal Allah, tidak lahir baru (I Yoh. 3:6).

Kiranya Tuhan menyingkapkan mata rohani kita sehingga memahami ajaran kasih karunia yang Alkitabiah (Biblical grace).


Inti Sikap GBI tentang Kasih Karunia Alkitabiah

  1. GBI percaya bahwa kasih karunia (grace) dalam Yesus Kristus adalah inti ajaran Alkitab. Manusia diselamatkan bukan karena perbuatan baik tapi karena kasih karunia Allah yang diterima oleh iman, dan buah dari iman sejati adalah perbuatan baik (Ef. 2:8-10).
  2. Kasih karunia sejati bukanlah kasih karunia murahan yang menyebabkan orang nyaman ketika dia berbuat dosa. Hidup dalam kasih karunia tidaklah berarti bebas dari semua hukum atau aturan agama, yang dipahami sebagai sekali selamat tetap selamat walaupun hidup dalam dosa. Sejatinya orang yang sungguh-sungguh lahir baru tidak tetap hidup dalam dosa, melainkan hidup kudus. Yang tetap hidup dalam dosa berarti tidak lahir baru, tidak selamat (I Yoh. 3:6).
  3. GBI mendorong seluruh pejabat dan jemaat untuk bertekun dalam pengajaran yang sehat dengan meneliti kebenaran Alkitab, dan juga memperhatikan pengakuan iman GBI. Dengan demikian mampu menyelamatkan mereka yang telah menyimpang dari kebenaran dan kembali pada jalan Tuhan (Yak. 5:19-20).

Referensi