Sikap Teologis GBI mengenai Pernikahan
GBI percaya bahwa pernikahan adalah lembaga pertama yang Allah ciptakan sebelum ada lembaga lain, seperti negara atau gereja.
Pernikahan adalah ide dan ciptaan Allah, karena itu Allah menetapkan peraturannya sebagai berikut:
- Monogami
- Heteroseksual
- Suci
- Seumur hidup
- Seiman
- Meninggalkan dan Menyatu
- Setara dan Saling Melengkapi
Seorang laki-laki hanya diperbolehkan menikah dengan seorang wanita (Kejadian 1:28, 2:22). Prinsip ini menentang dosa poligami dan poliandri.
Seorang laki-laki harus menikah dengan seorang perempuan, (Kejadian 1:26-28; 2:21-25).
Prinsip ini menentang dosa homoseksual. Pernikahan sejenis merupakan penyimpangan yang sangat mendasar dalam pernikahan. Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian (Imamat 18:22; Roma 1:26-27).
Seorang laki-laki hanya boleh bersatu dengan isterinya, begitu pula sebaliknya (Kejadian 2:24). Prinsip ini menolak dosa percabulan dan perzinaan (1 Korintus 7:1-5).
Pernikahan hanya dapat dipisahkan oleh kematian (Roma 7:2-3). Prinsip ini menentang dosa perceraian (Maleakhi 2:16; Matius 19:6).
Pernikahan itu seumur hidup tapi tidak kekal, karena di Sorga tidak ada perkawinan (Markus 12:18-25).
Keduanya harus sama-sama mengasihi Tuhan Yesus dan memiliki visi yang sama (2 Korintus 6:14). Prinsip ini menolak pernikahan yang berbeda agama.
Dalam pernikahan, laki-laki dan perempuan harus meninggalkan ketergantungannya kepada orang tua, dan menyatu dengan isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:24).
Allah terlebih dahulu memberkati Adam dan Hawa, baru ada perintah untuk beranak cucu (Kejadian 1:28). Berarti persetubuhan hanya boleh dilakukan setelah diberkati.
Seorang laki-laki memiliki kedudukan yang sama dengan perempuan di hadapan Allah. Eksistensinya sama, hanya fungsi dan tanggung jawabnya yang berbeda (Kejadian 1:26-27; Efesus 5:22-33). Suami sebagai kepala dan isteri sebagai penolong.
Prinsip ini menentang perbedaan level gender satu lebih tinggi dari yang lain.
Ada beberapa tujuan pernikahan yang dinyatakan dalam Alkitab, antara lain:
- Untuk kemuliaan Allah (Yesaya 43:7)
- Untuk mewujudkan persatuan
- Untuk melahirkan keturunan Ilahi (Kejadian 1:28; Maleakhi 3:15)
- Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara benar, sehingga tidak jatuh dalam dosa (1 Korintus 7:2-5).
Tujuannya bukan “Egocentris” tapi “Theocentris", melakukan misi Allah di bumi, termasuk menjadi teladan dan kesaksian bagi banyak orang.
Suami isteri saling mengasihi dan saling tolong menolong (Kejadian 2:18). Pernikahan melambangkan Kristus dan Gereja-Nya yang selalu dipersatukan dalam kasih (Efesus 5:22-33).
Ini adalah tujuan prokreasi, tapi bukan hanya sekedar melahirkan namun memiliki keturunan yang berkualitas dan takut akan Allah.