Mengikut Yesus sebagai murid (1)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 2 Mei 2023 04.54 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| judul =" menjadi "| title=")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. (Matius 28:19)

Ikutlah Aku! (Yohanes 1:43)

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. (Lukas 9:23)

Hidup dari hari ke hari dengan kasih karunia Allah bergantung kepada pengenalan kita akan Dia dan kemudian berjalan dalam kerendahan hati dan iman sebagai hasil dari persekutuan yang semakin dalam dengan Dia. Kita sudah melihat empat cara untuk bersekutu dengan Dia: Hidup dalam Roh, hidup dalam kuasa kebangkitan-Nya, hidup dari kesanggupan-Nya dan hidup dalam janji-janji-Nya. Cara berikutnya adalah dengan mengikut Yesus sebagai murid.

Ketika Yesus hendak naik ke Sorga meninggalkan murid-murid-Nya, Ia memberikan mereka sebuah amanat agung yang menjadi pedoman hidup bagi umat-Nya sampai Ia datang kembali. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Yesus sudah memanggil orang-orang untuk mengikut Dia sebagai murid. Sekarang, mereka akan meneruskan hal yang sama. Seorang murid adalah mereka yang meneladani gurunya, yaitu yang membimbing dan membentuk hidup pengikutnya. Yesus adalah guru yang terbesar, yang memberikan kepada kita hidup yang baru di dalam Dia, yaitu hidup yang kekal. Undangan Yesus untuk menjadi murid adalah: “Ikutlah Aku!” Bersama dengan undangan ini, Yesus memberikan syarat menjadi murid: “Setiap orang yang mau mengikut Aku.” Artinya orang yang akan menjadi murid harus memiliki kemauan dan kerinduan. Hal ini memperlihatkan pentingnya memiliki kerendahan hati dan iman di hadapan Tuhan.

Hal pertama untuk menjadi murid Yesus adalah menyangkal kehidupan yang mengandalkan diri sendiri. Seorang murid “harus menyangkal dirinya.” Artinya menolak untuk memiliki kehidupan yang dibangun oleh usaha kedagingan manusia. Hal ini termasuk menolak pembenaran diri sendiri, mengandalkan kemampuan diri sendiri, menolong diri sendiri, meninggikan diri sendiri dan sebagainya. Kerinduan akan penyangkalan diri ini sesuai dengan pernyataan Alkitab yang lain. “Janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya” (Roma 13:14). Mereka yang menyangkal dirinya tidak ingin memuaskan kedagingan mereka. “Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna” (Yohanes 6:63). Mereka yang menyangkal kedagingannya mengakui ketidakberdayaan mereka. Mereka “tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah” (Filipi 3:3). Mereka yang menolak kedagingan tidak mau menaruh pengharapan apapun kepada kekuatan diri sendiri. “Supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1 Korintus 1:29). Mereka yang menyangkal diri sendiri mengetahui bahwa mereka tidak bisa menyombongkan diri di hadapan Allah.

Doa

Tuhan Yesus, aku ingin mengikut Engkau sebagai seorang murid. Aku tidak ingin kedaginganku memuaskan keinginannya sendiri. Aku mengakui ketidakberdayaanku. Aku tidak mau menaruh pengharapan apapun kepada kekuatanku sendiri. Aku tahu bahwa dengan diriku sendiri aku tidak akan pernah bisa bermegah di hadapan-Mu. Dengan rendah hati aku menyangkal diriku sendiri. Amin.

'Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. (Matius 28:19)

Ikutlah Aku! (Yohanes 1:43)

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. (Lukas 9:23)

Hidup dari hari ke hari dengan kasih karunia Allah bergantung kepada pengenalan kita akan Dia dan kemudian berjalan dalam kerendahan hati dan iman sebagai hasil dari persekutuan yang semakin dalam dengan Dia.