Ekspresi kasih Allah dalam keluarga (Pdt Sukirman Pardi)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 25 Februari 2023 06.51 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "| foto " menjadi "| illustrationA5 ")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Kejadian 1:26, 28

Kata “kita” ini mengacu pada Allah, bentuk jamak dari Allah Tritunggal. Saya percaya kita semua tahu Allah kita itu Esa. Tapi dalam Keesaan itu, Allah Tritunggal itu memiliki 3 pribadi, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ada hubungan yang sangat erat antara eksistensi Allah Tritunggal dengan eksistensi keluarga yang ada di bumi ini.

Ayat 28 dikatakan, Allah memberkati mereka.

Terbentuknya suatu keluarga dimulai dari Allah memberkati mereka. Menurut gambar dan rupa Allah berarti ada karakteristik Allah yang diturunkan kepada manusia. Keluarga yang punya anak kandung, tentu anak itu mungkin mirip Bapaknya, atau mirip Ibunya, atau mirip gabungan keduanya.

Kalau tiga kemungkinan ini tidak ada, cek baik-baik, mungkin anak tetangga. Mungkin ada anak yang ikut muka papa, sifat mama. Anak itu diciptakan menurut gambar dan rupa Papa dan Mamanya.

Ketika Allah menciptakan manusia yang segambar dan serupa Allah, ada karakteristik yang spesial untuk manusia. Manusia itu adalah ciptaan Allah yang sempurna, karena mirip Allah. Kita tercipta segambar dan serupa Allah.

Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:
(Mazmur 8:5-7)

Saudara, kodrat manusia diciptakan itu hampir sama dengan Allah. Sayang dosa telah membuat manusia tidak lagi mirip Allah, tapi mirip Setan. Aslinya mirip Allah, yaitu Allah Tritunggal, Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Allah Bapa bicara ayah, Allah Roh Kudus bicara Ibu (dalam Yohanes disimbolkan sebagai Penolong), dan Allah Anak bicara Tuhan Yesus sendiri.

Keluarga itu adalah gambar Allah sendiri di dunia ini. Keluarga itu prototipe gambaran Allah Tritunggal. Keluarga Kristen harus mencerminkan kehidupan Allah Tritunggal.

Seperti apa kehidupan Allah Tritunggal?

Allah Tritunggal itu kudus

1 Petrus 1:16, … Kuduslah kamu, sebab Aku kudus …

Allah mau kehidupan keluarga Kristen itu harus kudus. Siapa di sini orang kudus? Semua orang kudus? Amin!

Arti kudus ada beberapa pengertian:

#1 Terpisah

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. (Kejadian 2:24)

Keluarga Kristen yang baru terbentuk, sudah terjadi keterpisahan dari orang tuanya. Bukan berarti putus hubungan, arti terpisah bukan artinya ketika menikah harus punya rumah sendiri. Saya dulu waktu baru menikah ngga langsung tinggal sendiri, masih tinggal di rumah orang tua. Ayat ini juga bukan berarti mengabaikan orang tua.

Terpisah artinya harus siap untuk terpisah dan menjadi satu keluarga yang terpisah dari orang tuanya, sehingga menjadi dua keluarga. Karena sudah menjadi keluarga baru, tentu orang tua tidak boleh lagi mengatur kehidupan keluarga yang baru tersebut.

Tapi faktanya, ada begitu banyak mertua yang terlalu mengatur kehidupan anak-anaknya, hidupnya dikendalikan orang tua sehingga aspek keterpisahan menjadi hilang. Hidupnya banyak tergantung orang tua, sehingga banyak konflik terjadi antara orang tua dengan menantu. Oleh sebab itu, bagi yang siap menikah, kita harus pastikan, kalau menikah harus siap untuk mandiri. Amin! Tidak lagi tergantung. Dan orang tua yang siap melepaskan anaknya untuk menikah, siap untuk tidak lagi mengatur kehidupan anaknya.

Kalau belum siap, lebih baik ditunda dulu, agar jangan konflik demi konflik terjadi dalam kehidupan Saudara.

#2 Kudus secara seksual

Hari-hari ini begitu banyak terjadi perselingkuhan, perzinahan, di mana-mana. Ada suami tetap hidup dengan isterinya, tapi punya “WIL” (wanita idaman lain) di luar atau seorang isteri masih punya “PIL”. Kalau ini yang terjadi, maka aspek kekudusan menjadi hilang.

Setiap kali konseling pra-nikah, saya tekankan, jaga kekudusan, jaga kekudusan. Kalau mau diberkati, hiduplah dalam kekudusan. Karena Allah itu kudus, jaga kekudusan.

Saya juga selalu tanya, apakah kamu pernah punya pacar? Kalau belum pernah, berarti aman. Kalau sudah pernah, apalagi banyak, itu agak repot Saudara. Saya akan perdalam lagi, tanya lagi, namanya siapa, apakah kamu sudah menceritakan mantan-mantanmu kepada calonmu? Kalau belum, sekarang ceritakan, namanya siapa, tinggalnya, rumahnya, hubungannya sejauh apa, putusnya karena apa, jelaskan. Ini penting, jangan ada yang disembunyikan. Kalau mau putus, putus sekarang, daripada nanti setelah menikah baru tahu, itu baru repot. Untuk apa diceritakan? Untuk mencegah terjadinya CLBK, cinta lama belum kelar!

Hati-hati, banyak perselingkuhan terjadi gara-gara CLBK. Begitu ada pemicu, itu dari kubur bisa bangkit. Saya juga paling ngga suka reuni, karena banyak perzinahan itu terjadi karena reuni.

Rumah tangga tidak akan diberkati kalau tidak hidup dalam kekudusan. Allah Tritunggal itu kudus, karena itu setiap rumah tangga harus jaga kekudusan.

Allah Tritunggal itu kasih

Firman Tuhan katakan, Allah adalah kasih. Bapa Anak Roh Kudus hidup dalam kasih, hendaklah ini jadi satu standar bahwa keluarga Kristen harus hidup dalam kasih. Suami mengasihi isteri, isteri mengasihi suami. Orang tua mengasihi anak dan sebaliknya.

Ekspresi kasih ini tiap pribadi itu berbeda-beda. Ekspresi kasih isteri kepada suami itu beda dengan suami kepada isteri. Ekspresi kasih anak kepada orang tua beda dengan orang tua kepada anak.

#1 Ekspresi kasih isteri kepada suami

Ekspresi kasih isteri kepada suami itu seperti apa?

Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. (Efesus 5:22-24)

Isteri-isteri saya ingatkan, jangan coba-coba merebut kedudukan suaminya. Dan bagi suami-suami jangan coba-coba kedudukanmu diserahkan kepada isterimu! Kenapa? Tuhan sudah tetapkan demikian!

Ekspresi kasih seorang isteri kepada suami itu adalah dalam bentuk penundukan diri.

Dasar penundukan diri isteri kepada suami adalah kasih. Isteri tunduk bukan karena takut ditempeleng, tidak. Bukan takut diceraikan. Tapi isteri tunduk kepada suami, karena dia mengasihi suaminya. Jadi kalau isteri-isteri mengasihi suami, coba belajar menghormati dia. Hargai dia. Belajar tunduk kepada suami yang adalah teman pewaris kasih karunia, yang sudah Tuhan tetapkan sebagai kepala. Isteri bahkan diidentikkan sebagai jemaat, dan suami sebagai Kristus. Isteri-isteri mutlak tunduk seperti jemaat kepada Kristus.

Hari-hari ini ada begitu banyak isteri-isteri terlalu garang. Terlalu melawan suaminya. Kalau itu yang Saudara alami, lakukan, bertobat. Pulang dari tempat ini, minta ampun dan bertobat. Maka saya percaya, rumah tanggamu pasti dipulihkan.

#2 Ekspresi kasih suami kepada isteri

Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.

Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, (Efesus 5:25, 28-29)

Di sini dikatakan, suami harus mengasihi isteri seperti tubuhnya sendiri. Kenapa? Karena isteri itu adalah bagian dari tubuhmu sendiri. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Hawa diciptakan dari bagian tubuh Adam.

Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” (Kejadian 2:23)

Para suami, kasihilah isterimu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Jadi kalau ada suami yang terlalu menyakiti, terlalu garang, sebetulnya dia sedang menyakiti tubuhnya sendiri.

Kenapa diciptakan dari tulang kepala? Agar tidak berkuasa atas suaminya. Kalau dari kaki, dia akan menginjak suaminya. Tapi Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk suaminya, dekat hati, dekat jantung, supaya dikasihi, disayangi, supaya dilindungi. Allah Tritunggal adalah kasih. Keluarga Kristen harus hidup dalam kasih. Amin!

#3 Ekspresi kasih anak kepada orang tua

Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. (Efesus 6:1-3)

Bukan hanya suami-isteri tapi anak-anak harus hidup dalam kasih. Ekspresi anak kepada orang tua adalah dalam bentuk penghormatan. Menghormati orang tua adalah satu perintah yang penting. Kalau ada anak yang melawan orang tuanya, itu dosa luar biasa besarnya. Bukan dosa kecil, tapi dosa besar. Dalam Perjanjian Lama, kalau ada anak melawan orang tua, itu hukumannya mati.

Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati.
Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati.
(Keluaran 21:15, 17)

Dalam Perjanjian Lama, hukumannya itu mati. Hukum Taurat, kalau ada anak melawan, kurang ajar pada orang tuanya, hukumannya adalah mati. Tapi hari-hari ini kita melihat, anak begitu kurang ajar pada orang tua. Tuhan melihat serius pembangkangan anak-anak.

Bagaimana kalau orang tuanya tidak taat Firman? Kita taat pada orang tua dalam segala hal dalam koridor selaras dengan Firman Tuhan.

Satu hari, Napoleon Bonaparte (Perancis) berjalan di sebuah kebon jagung, ada seorang anak mencegat dia. Tidak boleh lewat sini! Karena anak itu disuruh bapaknya menjaga kebon jagung itu.
Prajurit Napoleon tanya, Nak, kamu kenal ngga Napoleon Bonaparte! '
Anak itu jawab, Kenal! Dia itu orang hebat!
Nah, inilah dia Napoleon Bonaparte! Anak itu pun memberi hormat kepada Napoleon.
Sekarang, kalau kamu sudah tau dia Napoleon, sekarang beri Napoleon lewat kebun jagungmu.
Anak itu tetap berkata, Tidak bisa! Siapapun tidak bisa lewat kebun jagung ini!
Napoleon pun turun dari kudanya dan memberi hormat pada anak ini. Dia bilang, seandainya saya memiliki anak seperti ini 50 saja, saya akan bisa memiliki dunia ini!

Saudara yang dikasihi Tuhan, anak ini hormat kepada Napoleon, tapi lebih hormat kepada bapaknya. Demikian juga kita, harus hormat pada orang tua kita, tapi dalam koridor hormat kita pada Bapa di Sorga.

#4 Ekspresi kasih orang tua kepada anak

Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:4)

Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! (Wahyu 3:19)

Mendidik anak ada dua cara:

  1. Dengan kata-kata, ditegor, diajar
  2. Dihajar

Sekarang banyak orang tua gagal mendidik anak, karena bisa hanya mengajar aja, menegor saja, tapi tidak berani menghajar sehingga anak-anak memberontak kepada orang tuanya.

Imam Eli adalah seorang yang melayani Tuhan, dipakai Tuhan luar biasa, tapi kedua anaknya sangat kurang ajar. Persembahan gereja dicuri. Apa yang dilakukan Imam Eli? Apakah dia menegor? Dia tegor. Tapi sayangnya dia tidak berani menghajar, sehingga jadilah anaknya kurang ajar. Akhirnya keluarga ini mati dalam kondisi menyedihkan.

Anak kurang ajar itu harus diajar, tapi untuk menghajar anak ada beberapa prinsip:

  1. Tidak boleh dalam keadaan emosi. Kalau emosi jangan pukul dulu, biarkan emosi reda dulu baru pukul. Kalau memukul dengan emosi, kita akan hanya melampiaskan amarah, bukan mengajar.
  2. Harus sakit. Supaya apa? Supaya ada efek jera.
  3. Memukulnya pun harus ada bagiannya, tidak boleh seluruh tubuh dipukul. Ada yang main pukul pakai kayu, besi, tidak boleh. Pukul anak itu Alkitab tempatkan di pantat, pakai rotan. Paling lecet sedikit. Kuping, sentil. Karena di bagian-bagian itu tidak ada syaraf yang membahayakan. Pukulan itu hanya untuk mengerti bahwa mereka salah.
  4. Rugi sebesar apapun, kalau anak itu punya tujuan baik jangan dipukul. Rugi sesedikit apapun, tapi kalau anak itu punya tujuan memberontak, itu harus dipukul.
  5. Ada seorang Pendeta baru punya mobil baru, dia sayang sekali, dia setiap hari cuci bersih. Satu kali dia kemalaman tidak sempat cuci mobil. Anak ini karena sayang Papanya, umur 6 tahun, dia bermaksud menolong Papa cuci mobil. Anak ini pagi-pagi sudah bangun mau cuci mobil Papanya. Dia lihat Papanya cuci pakai sabun, spons. Dia cari sabun, cari spons tidak ketemu. Dia ingat Mamanya kalau cuci piring pakai sabut besi. Dia gosok-gosok mobil baru itu sehingga lecet sana-sini.

    Anak ini perlu dipukul ngga? Tidak perlu. Tidak boleh dihajar, tapi diajar, supaya apa? Supaya mengerti, tidak mengulangi lagi karena dia punya anak yang baik.

    Tapi anak yang kalau di dapur lempar-lempar piring seperti akrobatik, lalu sudah dikasih tahu jangan, malah makin seru, akhirnya pecah beneran. Yang model seperti ini harus dipukul. Karena ini mengandung pemberontakan.

Penutup

Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.

Amsal 13:24