Persepuluhan (Sikap Teologis GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 1 November 2022 03.14 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - "<div style="border: 1px RoyalBlue solid; border-radius: .5em; padding: 1em">" menjadi " <div class="mb-3 border border-primary rounded p-3">")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari

Gereja-gereja Pentakosta dan Karismatik menempatkan persembahan sebagai bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan gerejawinya, khususnya dalam pemberian persepuluhan.

A. Pendahuluan

Meskipun ada pandangan yang pro maupun kontra atas jenis persembahan itu, faktanya pada gereja tertentu, pemberian persembahan persepuluhan ada kalanya sangat menonjol dibandingkan dengan berbagai jenis persembahan lainnya. Bahkan tidak jarang penempatan persembahan persepuluhan itu sebagai sebuah persembahan yang bersifat wajib dan diberikan secara rutin di setiap bulannya. Namun bagi sebagian orang percaya, persepuluhan dianggap sebagai persembahan biasa seperti berbagai jenis persembahan lainnya dan bukan merupakan sebuah persembahan wajib. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa teks dalam Alkitab yang membahas tentang persepuluhan bukan sesuatu yang dominan atau mayor. Faktanya, Alkitab menyebut persepuluhan atau sepersepuluh dalam 30 ayat lebih. Penyebutan ini cukup dominan sehingga perlu mendapat perhatian dan kajian agar didapat pemahaman dan sikap yang tepat mengenai persembahan persepuluhan ini.

B. Sikap Teologis

1. Perjanjian Lama

Persembahan Persepuluhan di dalam PL ditekankan secara praktikal. Persembahan persepuluhan bukanlah satu-satunya praktik persembahan yang dituntut kepada kaum Israel, selain itu ada persembahan sulung, persembahan syukur, dll. Persepuluhan tidak selalu berupa uang, tetapi bisa berupa hasil tanaman, ternak atau pun barang. Namun yang pasti di dalam PL umat Israel dituntut memberikan persembahan persepuluhan secara konstan kepada Tuhan melalui para imam.

Sebelum munculnya Hukum Taurat, catatan Alkitab pertama kali tentang persepuluhan adalah ketika Abraham memberikan sepersepuluh hasil rampasan perangnya kepada Melkisedek (Kej. 14:20, 22). Persepuluhan berasal dari kata Ibrani: ma’aser, artinya sepersepuluh bagian dari yang utuh. Berikutnya ketika Yakub bernazar kepada Tuhan untuk selalu mempersembahkan persepuluhan kepada-Nya (Kej. 28:22). Pada waktu itu belum ada pengaturan legal sama sekali. Namun diduga bahwa jumlah sepersepuluh yang diberikan oleh Abraham kepada Allah melalui Melkisedek dan oleh Yakub kepada Allah memang menjadi tradisi budaya di wilayah Timur Tengah saat itu. Selain itu, dalam peristiwa Yakub, ia memberikan persepuluhan kepada Allah sebagai ungkapan syukur dalam konteks perjanjian dengan Allah, bukan sebagai sebuah kewajiban.

Persembahan persepuluhan adalah milik Allah. Diimani bahwa Allah adalah pencipta alam sekaligus pula sebagai pemilik tanah, ternak, tumbuhan dan segala sesuatu yang ada dalam dunia ini. Jadi ketika mereka memberi persembahan persepuluhan yang bersumber dari tanah atau pertanian diyakini bahwa tanah dan segala hasilnya juga milik Allah (Im. 27:30; Ul. 12:27).

Pemilihan Israel sebagai umat yang dikhususkan kepada Allah juga diyakini bahwa mereka sebagai milik Allah sendiri untuk tugas pelayanan keimaman. Begitu juga pengkhususan suku Lewi. Apalagi yang terkait dengan anak-anak sulung adalah milik Allah. Dengan tampilnya suku Lewi sebagai ganti/perwakilan anak-anak sulung. Maka umat Israel wajib memberikan persembahan persepuluhan kepada suku Lewi (Bil. 18:21).

Sepersepuluh dari persepuluhan yang diterima orang Lewi itu harus juga dipersembahkan dan dikhususkan bagi Allah, yang dipersembahkan bagi pelayanan imam (Bil. 18:26; Neh. 10:38). Jadi, para imam Lewi pun harus mempersembahkan persepuluhan kepada Tuhan.

Kitab Ul. 26:12 mengajarkan bahwa pada tahun yang ketiga, persembahan persepuluhan juga harus diberikan kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim piatu, dan kepada janda. Ini menunjukkan bahwa keadilan sosial pun ditekankan, sehingga orang-orang miskin pun bisa mendapat bantuan melalui persepuluhan yang ada. (Catatan: Dalam Deuterokanonika, kitab Tobit 1:6-7 juga ditulis tentang persepuluhan pertama yang diberikan kepada para imam Lewi, persepuluhan kedua untuk membiayai diri mengikuti hari raya di Yerusalem, juga setiap tahun ketiga persepuluhan bagi para janda, yatim piatu dan orang asing).

Maleakhi 3

Persembahan Persepuluhan yang dicatat dalam kitab Maleakhi 3 bukanlah sebuah regulasi ataupun pengaturan persepuluhan, namun sebuah tantangan untuk membuktikan kesetiaan Allah.

  • Jadi Maleakhi 3:10 harus kita lihat dari kerangka rohani bahwa kita memberikan karena kita sudah menerima berkat dari Tuhan, bukan sebaliknya, seperti yang ditekankan di beberapa mimbar gereja, yaitu memberi persepuluhan agar mendapatkan balasan dari Allah secara berlipat kali ganda.
  • Persembahan persepuluhan bukanlah sebuah prinsip bisnis rohani.
  • Bagian kitab Maleakhi ini perlu mendapatkan bahasan khusus karena ayat 10 dari Maleakhi 3 adalah bagian yang paling banyak dipakai untuk menekan jemaat agar memberikan persembahan persepuluhan.

Ada penekanan teguran Tuhan tentang moral-spiritual yang sama pentingnya dengan persembahan persepuluhan karena Allah yang begitu mengasihi umat Israel namun umat Israel justru merespons sebaliknya, antara lain:

  • Mereka memberikan persembahan yang tidak layak kepada Allah (1:6-14).
  • Para imam juga melakukan perusakan moral.
  • Allah menuntut kesucian tetapi umat Israel justru melakukan tindakan mencemarkan kekudusan-Nya (2:1-9).
  • Mereka kawin mawin dengan bangsa kafir (2:10-16).

Hal ini amat menyedihkan Allah. Yang dituntut dari pihak manusia sebenarnya hanyalah ketaatan yang terwujud dalam pemberlakuan hukum dan peraturan. Tapi mereka melanggarnya (termasuk persepuluhan).

Itulah sebabnya dengan nada perih dan luka Allah “menantang” Israel untuk membuktikan kasih setia Allah kembali. Dengan memberi persepuluhan orang-orang Israel mendeklarasikan dengan sungguh-sungguh bahwa mereka memberi sebuah porsi kembali kepada Tuhan yang telah membuat mereka makmur/hidup berkecukupan (bnd. Ul. 26:10-15).

2. Perjanjian Baru

Tuhan Yesus mengecam para rohaniwan tentang persembahan persepuluhan yang terjebak dalam motivasi ritual-legalistik, tapi mengabaikan yang prinsip dan esensi yaitu: keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (Mat. 23:23; Luk. 11:42). Kalau begitu apakah Tuhan Yesus (dan jemaat Perjanjian Baru) menghapuskan persembahan persepuluhan? Sama sekali TIDAK. Firman-Nya: "Yang satu HARUS dilakukan, yang lain JANGAN diabaikan (Mat. 23:23). Persembahan persepuluhan harus dilaksanakan dengan motivasi kasih dan ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya, dan kasih kepada sesama.

Perjanjian Baru menekankan bahwa seluruh harta bahkan hidup kita adalah milik Allah. Bukan hanya 10% saja namun 100% hidup kita adalah milik Kristus (Bnd. Roma 12:1). Persepuluhan yang diawali oleh Abraham, lalu disahkan oleh Taurat, merupakan "penuntun” sampai Kristus datang (Gal. 3:24). Artinya bila orang pada masa PL taat mengembalikan persepuluhan, maka orang pada masa PB dan kini pun seharusnya melakukan dengan lebih baik, bukan hanya pada besarnya persembahan yaitu 10%, namun penekanannya adalah pada hati yang tulus, disertai kasih kepada Tuhan dan sesama. Namun sebaliknya, bagaimana kita bisa berkata bahwa 100% hidup kita persembahan kepada Tuhan, bilamana 10% saja kita tidak menaatinya.

Allah menghendaki bahwa pemberian persembahan harus diimplementasikan dalam pelaksanaan keadilan bagi sesama. Allah memberi kepedulian terhadap orang-orang miskin, janda, yatim piatu dan mereka yang membutuhkan. Kegagalan para imam dalam pelayanan ternyata terlihat dalam penerapan tata kelola yang baik dari persembahan. Pelayanan para imam lebih dikendalikan ukuran materi, peraturan-peraturan seperti persepuluhan dari “selasih, adas manis dan jintan” yang tidak lain benda-benda kecil dan tidak bernilai besar justru menjadi fokus perhatian dari para imam, sementara manusia sebagai sesama yang perlu mendapat perhatian justru diabaikan.

Ternyata kitab di dalam PB yang paling banyak menyinggung tentang persepuluhan adalah kitab Ibrani. Di dalam Ibrani pasal 7, sekalipun persembahan persepuluhan bukan menjadi topik utama namun Persepuluhan disebutkan sebanyak 6 kali. Ternyata persepuluhan itu memiliki nilai yang kekal, “Dan di sini manusia manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup (Ibr. 7:8). Tema utama dalam pasal tersebut adalah Kristus, dengan cara membandingkan Melkisedek dengan Kristus. Dalam pasal tersebut yang menjadi pusat bukanlah persepuluhan tetapi Kristus. Jadi pemberian persepuluhan adalah implementasi kasih kepada Kristus Yesus yang telah memberikan yang terbaik bagi kita.


INTI SIKAP GBI TENTANG PERSEPULUHAN

Implikasi pelayanan pastoral

  1. GBI memandang persembahan persepuluhan sebagai salah satu bentuk ungkapan kasih kepada Allah dan penatalayanan gerejawi. Oleh karenanya gereja GBI mengajarkan pentingnya persembahan persepuluhan dengan maksud tetap memandang penting penyerahan total kehidupan.
  2. GBI percaya bahwa seluruh harta bahkan hidup kita - 100%, bukan hanya 10% - adalah milik Allah, oleh karena itu GBI tidak menekankan akurasi nominal dalam jumlah pemberian persembahan persepuluhan. GBI merekomendasikan 10% adalah jumlah minimal dalam wujud pengabdian keuangan dan hidup kita kepada Tuhan.
  3. GBI mempercayai dan mempraktekkan persembahan persepuluhan baik dalam konteks gereja lokal maupun dalam konteks sinode GBI.
  4. GBI memandang persepuluhan bukanlah hak milik gembala jemaat semata, tetapi dimaksudkan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagaimana yang diatur oleh AD/ART GBI.
  5. GBI memandang persepuluhan harus dari sumber penghasilan yang sah. Oleh karenanya GBI menolak menerima persembahan persepuluhan dari sumber yang melanggar hukum.

Keterkaitannya dengan kepejabatan

  1. GBI melarang pejabatnya mengajarkan tentang persembahan persepuluhan di luar ketentuan teologis dan implikasi pelayanan pastoral di atas, misalnya mengaitkan persepuluhan dengan keselamatan, mengintimidasi jemaat dengan mengatakan bahwa orang yang tidak mengembalikan persepuluhan akan dikutuk Allah.
  2. GBI merekomendasikan gembala jemaat melakukan penatalayanan yang baik dalam pengelolaan persembahan persepuluhan, termasuk menerapkan transparansi keuangan (setidaknya terhadap pengurus inti, khususnya bagian keuangan).
  3. GBI melarang pejabatnya menerima persembahan persepuluhan dari sumber yang melanggar hukum.

Referensi

  • Departemen Teologi (2018). Pdt Henky So, MTh, et. al.. ed. Sikap Teologis Gereja Bethel Indonesia: Pasal 13 Persepuluhan. Departemen Teologi Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia.