Menolak ajaran Tahun Yobel Besar (Teologia GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 28 Oktober 2022 15.34 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - " dimana " menjadi " di mana ")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari
Logo GBI.svg

Departemen Teologia
BADAN PEKERJA HARIAN GEREJA BETHEL INDONESIA.

SK Dirjen Bimas Kristen Protestan, Departemen Agama RI no. 41 Tahun 1972 dan SK Dirjen Bimas Kristen Protestan, Departemen Agama RI, no. 21 Tahun 1989.

Jl. Jend. A. Yani No.65 Cempaka Putih – Jakarta Pusat. Telp.021-420.6330; 428.03664; Fax. 021-4280.3786.

Nomor: Khusus
Hal: Seruan Umum

Kepada Yang Terkasih, Para pejabat (Pdt, Pdm, Pdp) Gereja Bethel Indonesia di seluruh Indonesia.

Salam sejahtera di dalam kasih TUHAN kita Yesus Kristus;

Atas nama Badan Pekerja Harian (BPH) GBI, Departemen Teologia memandang perlu mengeluarkan seruan berikut yang terkait dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh sekelompok orang dan/atau organisasi baik yang mengatasnamakan GBI atau pejabat GBI pada tanggal 1-4 Oktober 2015 yaitu berupa Perayaan tahun Yobel Besar dan Seminar yang diselenggarakan di Gedung ICE, BSD City, dan tempat-tempat lain yang dimaksudkan untuk kegiatan peringatan serupa:

  1. GBI memandang bahwa kalender-kalender Yahudi dan kegiatan-kegiatan ritual yang mengikutinya sebagaimana tradisi Yahudi dalam Alkitab, tidak lagi secara harafiah dapat dimaknai sebagai yang mempunyai dampak kepada kehidupan spiritual bangsa-bangsa non-Yahudi termasuk bangsa Indonesia.
  2. Dalam kaitan poin di atas, GBI mempercayai suatu pemaknaan “terbatas,” tergenapi dan mengikuti tradisi gereja universal, seperti perayaan Paskah, sebagaimana Yesus memaknai akan keterkaitan penggenapan pengorbanan-Nya dan kebangkitan-Nya.
  3. Sementara Yesus sebagai orang Yahudi mengikuti perayaan-perayaan sebagaimana pada kalender Yahudi, namun Perjanjian Baru tidak memerintahkan orang percaya non-Yahudi setelah masa Yesus Kristus, untuk terikat kepada ketetapan-ketetapan perayaan dan siklus kalender Yahudi. Oleh karena itu, kita tidak terikat lagi dengan adat-istiadat Yahudi (Kolose 2:16-17).
  4. Alkitab harus dipandang dalam keutuhannya dan progres penggenapan segala peraturan dan ketentuan-ketentuan Perjanjian Lama di dalam Perjanjian Baru yang berpuncak kepada pekerjaan Yesus Kristus di kayu Salib dan pekerjaan Roh Kudus dalam Kisah Rasul yang membuka suatu era baru Kekristenan bangsa-bangsa non-Yahudi.
  5. Bahwa Kekristenan “berhutang” sejarah karena pemilihan ALLAH yang berdaulat kepada sebuah kaum yang bernama Israel, adalah fakta sejarah dan teologi, NAMUN hal itu tidak dimaksudkan sebagai sebuah keabsolutan berkelanjutan lintas generasi, era dan bangsa-bangsa.
  6. Atas dasar poin 3, maka GBI mempercayai perkataan ini, “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya” (Ibrani 8:13); “Ia adalah perantara yang lebih agung… perjanjian yang lebih mulia… atas janji yang lebih tinggi” (8:6).
  7. Kita, gereja di Indonesia, meyakini sepenuhnya bahwa karya dan pekerjaan ALLAH ada di dalam kebudayaan dan bangsa Indonesia, dengan penuh keyakinan bahwa kita dapat mengamati (discern) kecintaan ALLAH kepada jati diri bangsa kita. Maka, tidak ada kasta dalam kerajaan ALLAH. Kini tidak ada lagi “bangsa (anak) emas,” semua suku dan bangsa serta bahasa ada di dalam persaudaraan dan kesetaraan sebagai pewaris kasih karunia ALLAH di dalam Yesus Kristus.
  8. Sebagai informasi tambahan kalender Yahudi masa kini sudah berbeda jauh dengan kalender masa Alkitab. Ia didasarkan pada formula matematis, sementara pada masa Kristus kalender didasarkan pada pengamatan bulan baru setiap bulan. Kalender diubah pada tahun 358 M (abad keempat) oleh Hillel II dan para rabinya, karena takut akan penganiayaan pasukan Romawi dan karena terseraknya orang Yahudi yang membuat tidak ada lagi otoritas sentral.
  9. Orang-orang Yahudi diusir dari Yerusalem, kecuali hanya diizinkan mengunjungi satu kali setahun. Itu yang juga membuat perbedaan tafsir dan pemahaman bahkan di kalangan rabi Yahudi hingga sekarang.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka Departemen Teologi, atas nama BPH GBI menolak kegiatan perayaan dan seminar Tahun YOBEL Besar sebagaimana telah disebutkan di atas tanggal dan penyelenggaraannya dan meminta semua pejabat dan jemaat GBI tidak berpartisipasi dalam acara perayaan dan seminar Yobel Besar.

Acara doa untuk kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia dapat dilakukan kapan dan di mana saja, namun tak memaknai lebih dari itu, apalagi dikait-kaitkan dengan hal politis. Maka, bila karena acara tersebut membawa implikasi politik di Indonesia, dalam hal ini GBI tidak bertanggung jawab.

Demikian surat edaran dan himbauan ini dibuat untuk diperhatikan dan dilakukan.


Jakarta, 29 September 2015,

Pdt. Dr. Junifrius Gultom Pdt. Hengky So, MTh
Sekretaris Ketua

Mengetahui: Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham (Ketua BPH GBI untuk Teologi dan Pendidikan).

Tembusan:
  • Ketua Umum BPH GBI, Pdt. Dr. Japarlin Marbun
  • Ketua Majelis Pertimbangan GBI, Pdt. Soehandoko Wirhaspati, MA.

Referensi

Lihat pula