Generasi Yeremia: Generasi Akhir Zaman (Sikap teologis)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 23 Januari 2021 08.38 oleh Leo (bicara | kontrib) (upd)
Lompat ke: navigasi, cari
Logo OSP.png
Sikap teologis
GBI Jalan Gatot Subroto
Tanggal25 Oktober 2020
Video Voice of Pentecost 21 (Patrick Tobing )
Unduh Unduh OSP

Yeremia adalah seorang nabi yang sejaman dengan nabi-nabi lain seperti Zefanya, Habakuk, Daniel, dan Yehezkiel.

I. Panggilan unik Nabi Yeremia

Tugas yang diberikan Tuhan kepada dirinya adalah unik yaitu untuk mempersiapkan bangsa Yehuda untuk menghadapi kehancurannya. Seperti Daniel, Yeremia dipersiapkan semenjak masa mudanya untuk masuk ke dalam panggilan kenabiannya. Di dalam Alkitab, seseorang yang mengalami panggilan semenjak masa muda mereka memiliki kekhususan yang penting. Mereka yang mengalami panggilan dan pembentukan Allah semenjak dari masa muda mereka biasanya memainkan peran yang menentukan yang menjadi “pivotal point” (titik balik) bagi rencana Allah buat umatnya; seperti dalam kasus Musa, Simson, dan Yeremia.

Musa dalam hal titik awal rencana Allah di dalam membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Mesir, Simson dalam hal menjadi hakim yang paling lama memerintah di Israel (40 tahun) dan memberikan keamanan dalam batas-batas tertentu selama masa pemerintahannya, dan Yeremia di dalam hal mempersiapkan pembuangan bangsa Yehuda ke Babel.

Meskipun ada banyak gambaran yang dicatat di dalam Alkitab mengenai pelayanan ‘the next generation’ yang dapat menggambarkan generasi muda pada saat ini; seperti ‘Generasi Yosua’ yang memasuki Negeri Perjanjian, Generasi Elisa yang menerima warisan ‘Double Portion’, Generasi Daniel yang hidup sempurna di dalam dunia yang penuh dengan dosa, dan banyak contoh-contoh yang lain; namun ada beberapa hal dalam kehidupan dan pelayanan nabi Yeremia yang unik dan memiliki korelasi yang cukup kuat dengan jaman sekarang.

Istilah “Generasi Yeremia” sendiri dikemukakan pertama kali dalam Empowered21 Asia tahun 2018 dan terminologi ini juga digunakan oleh Church of God (COG), Cleveland, Tennessee untuk mengidentifikasi generasi muda zaman now. COG adalah amalgamasi dari Gereja Bethel Indonesia (GBI). Semenjak saat itu, istilah ini diadopsi oleh GBI Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta untuk menjadi tema yang diusung di dalam pelayanan Pemuda dan Anak di bawah naungan pelayanannya.

Pdt Dr Ir Niko Njotorahardjo, Gembala Sidang GBI Jalan Jendral Gatot Subroto, Jakarta, menyatakan hal-hal berikut mengenai Generasi Yeremia:

  • Yeremia adalah nabi yang dipakai Tuhan pada usia muda, diperkirakan antara 20-30 tahun.
  • Yeremia dipakai Tuhan secara unik karena harus menyampaikan sesuatu yang tidak populer pada zaman itu. Jika pada zaman itu orang berbuat dosa dan ditegor, banyak yang berkata: “tidak apa-apa, Tuhan pasti mengampuni, tidak ada hukuman, semua damai!” dan semacamnya. Hal itu bahkan diutarakan nabi-nabi lain pada zaman itu dan kini kitapun melihat banyak orang bahkan para Hamba Tuhan mengutarakan hal yang sama. Yeremia menyerukan pertobatan, dan itu tidak populer.
  • Yeremia berani mendobrak pemikiran yang populer tetapi tidak sesuai isi hati Tuhan.

Banyak orang bertanya, mengapa nama ’Generasi Yeremia’ yang dipakai untuk menggambarkan generasi ini? Bukankah ‘Generasi Yosua’ atau ‘Generasi Elisa’ lebih cocok untuk menggambarkan masa depan yang lebih cerah dan panggilan hidup yang lebih ‘sukses’? Kunci jawabannya adalah penempatan generasi tersebut di dalam keseluruhan rencana Allah. Jika kita melihat deskripsi yang dipaparkan oleh Tuhan Yesus tentang jaman menjelang kedatangan-Nya, maka akan terlihat jelas motif kesukaran, penderitaan, dan penganiayaan, menjelang tibanya zaman baru dan kemenangan akhir Kerajaan Allah.

Di dalam sebuah cerita drama genre epic/saga, tidak selamanya pihak ‘good guys’ selalu mengalami kemenangan. Kadang-kadang mereka mengalami kekalahan sementara yang pada akhirnya menguatkan tekad dan kinerja mereka untuk pada akhirnya mengalami kemenangan. Demikian pula Generasi Yeremia. Allah di dalam kedaulatan dan hikmatnya memilih untuk menaruh Generasi Yeremia di bagian ‘plot’ cerita di mana kelihatannya, pihak ‘good guys’ sedang terpukul mundur, tapi sebenarnya Allah sedang memakai mereka untuk membawa umatnya masuk ke ‘Babak Terakhir’ di mana Kerajaan Allah akhirnya mengalami kemenangan.

II. Korelasi keunikan Yeremia dengan generasi masa kini

Marilah kita melihat beberapa keunikan di dalam kehidupan dan pelayanan Yeremia yang memiliki korelasi yang kuat bagi generasi masa kini:

A. Yeremia melayani di zaman yang unik

Yeremia melayani di zaman yang unik di mana ‘kasih karunia’ Allah secara umum kepada bangsa Yehuda akan segera berakhir, dan akan disusul dengan sebuah masa penghukuman.

Kerajaan sekarang telah terpecah dua; Israel dan Yehuda. Israel yang terdiri dari 10 suku di Utara kota Yerusalem baru saja mengalami hukuman Tuhan yaitu kehancuran kota Samaria pada tahun 722 SM di tangan bangsa Asyur. Karena Perjanjian Allah kepada Daud untuk mengokohkan Kerajaan dan Takhta Daud, Tuhan masih memperpanjang “grace period” kepada Kerajaan Yehuda. Kerajaan Israel memiliki 19 raja, tidak ada satu pun yang hidup benar di mata Tuhan, sedangkan Yehuda sampai pada akhirnya, memiliki 21 raja, 8 diantaranya hidup berkenan di hadapan Tuhan (Hizkia, Yosafat) dan ‘cukup berkenan’ di hadapan Tuhan, tetapi tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan dengan segenap hati seperti Daud (Asa, Uzia, Yoas, Yosia, Azarya, Amazia). Beberapa dari mereka berusaha untuk melakukan reformasi seperti raja Yosia, tetapi tidak cukup untuk membalikkan trajectory Kerajaan Yehuda untuk kembali menjadi gambaran Kerajaan Allah di muka bumi.

Para sarjana Alkitab memperkirakan bahwa Yeremia melayani selama pemerintahan raja Yoyakim (605 SM) pada saat ia menerima pesan profetik dari Tuhan kurang lebih 20 tahun yang lalu mengenai panggilan hidupnya dan mengenai masa depan bangsa Yehuda, kurun waktu ini kurang lebih koresponden dengan 20 pasal pertama dari kitab nabi Yeremia.[1]

Para sarjana Alkitab juga merasa bahwa di dalam kitab Yeremia-lah terdapat ‘point of no return’ di dalam sejarah bangsa Yehuda yaitu di dalam pasal yang ke tujuh.[2] Bangsa Yehuda begitu merasa aman dan tidak mungkin mengalami bencana apapun.

Hal ini memiliki kemiripan yang luar biasa jika melihat status Kekristenan secara global. Harus diakui bahwa abad ke-20 dan abad ke-21 adalah waktu di mana Kekristenan dapatlah disebut sebagai agama global pertama di dunia. Kekristenan telah mencapai semua belahan bumi; Eropa, Timur Tengah, Afrika Utara meskipun dalam jumlah yang sedikit, Afrika Sub Sahara, Afrika bagian Selatan, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, Austro Pasifik, dan hampir keseluruhan benua Amerika. Secara kuantitatif, Kekristenan mengalami lonjakan yang amat besar, namun secara kualitatif, ditakutkan bahwa perilaku orang Kristen, terutama di dalam demografi usia muda, tidak menunjukkan perubahan gaya hidup yang berbeda secara signifikan dengan mereka yang non-Kristen.[3]

Yeremia 7:4-7 berkata:

“Janganlah percaya kepada perkataan dusta yang berbunyi: Ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN,
“melainkan jika kamu sungguh-sungguh memperbaiki tingkah langkahmu dan perbuatanmu, jika kamu sungguh-sungguh melaksanakan keadilan di antara kamu masing-masing,
tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti Allah lain, yang menjadi kemalanganmu sendiri, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari dahulu kala sampai selama-lamanya.”

Ini menunjukkan dengan jelas bahwa Tuhan menuntut pertobatan dibuktikan dengan perubahan perilaku yang menunjukkan perubahan sikap hati dan pola pikir.

Sikap kefasikan bangsa Yehuda yang sepertinya hidup di dalam ‘dual track’ di mana ibadah-ibadah kepada YHWH tetap berlangsung seperti biasa, sementara kefasikan dan kenajisan yang luar biasa terjadi di tengah-tengah mereka.

Pengajaran Hyper grace yang seolah-olah membuat pertobatan hanya bersifat ‘conversion’ yaitu perubahan pola kepercayaan dan pola pikir tanpa perlu menekankan perubahan perilaku yang membuktikan pertobatan itu, sepertinya menjadi modern counterpart (kesejajaran modern) dari apa yang terjadi pada zaman nabi Yeremia.

Allah di dalam kesabaran-Nya memberikan ‘grace period’ dan menunggu sampai kaum Yehuda memiliki buah pertobatan yang sungguh-sungguh, yang mungkin masih sempat ‘membelokkan’ nasib bangsa Yehuda karena campur tangan Allah Kembali dalam kehidupan nasional mereka. Mereka hanya perlu melihat contoh tetangga mereka yaitu kerajaan Yehuda, di mana kota Samaria, sempat beberapa kali mengalami kelepasan akibat pertolongan Tuhan, terutama selama masa pelayanan nabi Elisa.

Di dalam kitab Yehezkiel pasal 23 terdapat perumpamaan mengenai kedua kakak beradik yakni Ohola dan Oholiba yang menjadi istri dari YHWH. Kedua kakak beradik ini adalah perlambangan keadaan Rohani dari kedua kerajaan ini, yaitu Samaria dan Yerusalem. Kedua-duanya berdosa kepada YHWH sebagai suami mereka, tetapi di ayat 11, dikatakan bahwa Tuhan menganggap kesalahan Oholiba (Yerusalem) lebih jahat dari apa yang diperbuat oleh Ohola (Samaria). Para ahli sejarah berusaha menebak tingkat akulturasi yang terjadi di Kerajaan Israel Utara, terutama pada jaman pemerintahan raja Ahab dan ratu Izebel, dan mereka mengambil kesimpulan bahwa ‘akulturasi’ peradaban Phoenicia oleh kerajaan Israel adalah sangat tinggi, sehingga ibadah ‘Mosaic’ yang diwarisi pada zaman kerajaan bersatu hampir-hampir hilang sama sekali dan digantikan penyembahan berhala bangsa Phoenicia dari kota Sidon yang dibawa oleh ratu Izebel.[4]

Paralel yang sama mungkin juga terlihat pada jaman pelayanan Tuhan Yesus di bumi. Masyarakat Israel pada abad pertama diwakili terutama oleh kaum Saduki, yang sebagian besar adalah ‘Hellenized Jews’, dan kaum Farisi yang memegang teguh hukum Musa, dan hukum oral dari masa pembuangan (Torah B’al Pe). Tuhan Yesus, jika dilihat di dalam catatan keempat Injil, hampir tidak pernah mengkritisi perbuatan orang Saduki, karena meskipun mereka masih tercatat sebagai orang Yahudi, tetapi secara mental mereka adalah bagian dari budaya Yunani yang sangat berbeda dengan perilaku kaum Farisi yang orthodox.

Perbuatan akan mengalir dari pola pikir. Jika pola pikir seseorang adalah sekuler, maka tingkah laku mereka akan mencerminkan sistem nilai yang seperti itu. Yang menjadi masalah ialah mereka yang mengaku diri mereka sebagai orang yang memegang hukum Tuhan, tetapi gaya hidup mereka tidak mencerminkan buah yang sesuai dengan pengakuan mereka. Hal ini bahkan tetap tercermin di dalam keadaan masyarakat negara Israel modern.

Secara umum, masyarakat Israel adalah masyarakat modern yang sekuler, dan tidak menganggap Tanakh (Alkitab Ibrani) sebagai sesuatu yang harus diterima secara harafiah, tetapi mereka menganggap bahwa sebagai orang Yahudi mereka menghormati nilai-nilai ‘universal’ yang terkandung dalam kitab-kitab suci mereka. Golongan ini seperti golongan orang Saduki pada jaman Tuhan Yesus. Sebagian kecil orang Yahudi yang disebut sekarang sebagai kaum Hassidic (dapat terlihat dari pakaian mereka) tetap memegang tradisi para bapa leluhur secara harafiah.

Paralel yang terjadi pada zaman sekarang ialah Generasi Yeremia memiliki ‘dual message’ yang harus disampaikan, mengenai ‘conversion’ dan ‘repentance’. Conversion bagi mereka yang masih berada di luar ‘iman Kristiani’ dan Repentance bagi mereka yang sudah mengaku ‘Kristen’ tetapi belum memiliki gaya hidup yang dibaharui. Kelihatannya Tuhan menuntun bahwa mereka yang mengaku ‘mengenal Allah yang Benar’ dengan mulut mereka, menunjukkan kebenaran hal itu dengan kesaksian kehidupan mereka.

B. Yeremia dipanggil kepada gaya hidup penyangkalan diri yang radikal

Memang tidak dicatat bahwa Yeremia dipanggil untuk menjalani kehidupan seorang Nazir, namun dapat dikatakan bahwa Tuhan memanggil Yeremia ke dalam suatu panggilan yang ‘tidak umum’ berlaku bagi semua orang.

  1. Yeremia dipanggil ke dalam kehidupan yang konfrontasional, tetapi ia juga dipanggil untuk memiliki hati yang tetap ‘lembut’ untuk ikut menangis melihat penderitaan bangsanya.
  2. Hal ini jelas terlihat dalam intisari panggilan Yeremia di pasal1; Ia dipanggil untuk mencabut dan menanam, ia dipanggil untuk menjadi kota berkubu, tiang besi, dan tembok tembaga (Yeremia 1:17-18,

    “(17) Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka! (18) Mengenai Aku, sesungguhnya pada hari ini Aku membuat engkau menjadi kota yang berkubu, menjadi tiang besi dan menjadi tembok tembaga melawan seluruh negeri ini, menentang raja-raja Yehuda dan pemuka-pemukanya, menentang para imamnya dan rakyat negeri ini.”).
    Sebagai hasil dari panggilan seperti ini, Yeremia mengalami ancaman terhadap nyawanya ketika ada orang-orang yang berencana membunuhnya (Yeremia 11:9, “Berfirmanlah TUHAN kepadaku: “Telah terdapat persepakatan jahat di antara orang Yehuda dan penduduk Yerusalem”). Ia juga harus dimasukkan ke dalam sumur untuk menyelamatkan nyawanya. Hal yang sama yang akan kita lihat dari generasi Yeremia.

    Di tengah-tengah dunia yang semakin relative, toleran, dan tidak dapat menerima kebenaran yang mutlak, generasi Yeremia harus berani tampil dengan pesan yang tegas dan tanpa kompromi, namun pada saat yang sama, menunjukkan kasih dan kelembutan yang dalam kepada dunia yang menderita akibat dosa.

    Alm. Ravi Zacharias, seorang tokoh apologetik yang dipakai Tuhan luar biasa berkata: “People are equal, ideas are not equal”. Biarlah kita bisa menunjukkan kedua hal ini di dalam kesaksian kita di dunia.

  3. Yeremia diminta untuk tidak menikah, mengingat masa yang dihidupinya serta tantangan dalam pelayanannya akan membuat ia repot jika berkeluarga (Yeremia 16:2, “Janganlah mengambil isteri dan janganlah mempunyai anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan di tempat ini.”)
  4. Hal ini adalah tuntutan yang sangat radikal di dalam panggilan pelayanan Yeremia. Menikah dan memiliki keluarga yang bahagia adalah dambaan manusia, termasuk juga orang Israel.

    Namun, pada saat-saat sulit, kadang-kadang dibutuhkan tindakan-tindakan ekstrim (desperate times calls for desperate measures). Panggilan seorang nazir Allah adalah suatu contoh paralel. Seorang nazir Allah dilarang untuk menikmati hasil buah anggur, di dalam segala produk turunannya (Bilangan 6:4 “Selama waktu kenazirannya janganlah ia makan sesuatu apapun yang berasal dari pohon anggur, dari bijinya sampai kepada pucuk rantingnya.”). Hasil produk buah anggur (buah, jus, kismis, dan lain sebagainya) adalah salah satu berkat Allah bagi bangsa Israel yang harus dinikmati, tetapi kaum nazir diminta untuk ‘abstain’ dari kenikmatan yang kelihatannya ‘valid’ dan ‘legit’.

    Di dalam Perjanjian Baru, Paulus juga menyampaikan prinsip yang sama dalam 1 Korintus 7. Konteks pasal itu adalah kekudusan hidup pernikahan, tetapi prinsip umumnya berlaku untuk banyak hal lainnya.

    1 Korintus 7:29-31 berkata:

    “Saudara-saudara inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itu dalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri;
    dan orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis; dan orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira; dan orang-orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang mereka beli;
    pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.”

    Hampir 2000 tahun yang lalu, Paulus menasihatkan supaya gereja mula-mula, menjaga sebuah ‘tensi’ antara tetap menjadi kesaksian bagi masyarakat di dunia ini dengan menjaga integritas di dalam kehidupan berumah tangga, kehidupan usaha, dan kehidupan bermasyarakat, namun pada saat yang sama, bersiap-siap untuk menyambut rencana Allah yang besar yang pasti akan meng’invasi’ dunia ini dan ‘mengganggu’ kenormalan hidup kita.

    Paulus menasihatkan supaya yang sudah beristri seperti menganggap dirinya ‘tidak beristri’ yang artinya siap sedia jika Tuhan memanggil pasangan hidup kita terlebih dahulu, karena gereja mula-mula akan segera memasuki zaman aniaya di seluruh kekaisaran Romawi. Di atasnya Paulus menjelaskan untuk hidup sesuai dengan keadaan waktu Tuhan memanggil kita, bukan sebagai suatu paksaan, tetapi sebagai suatu pertimbangan, mengingat keadaan yang akan segera memasuki ‘keadaan darurat’.

    Demikian pula untuk generasi Yeremia pada saat ini. Merebaknya wabah virus COVID-19 secara global adalah tanda supaya gereja Tuhan bersiap untuk intervensi surgawi ke dalam peristiwa-peristiwa dunia ini demi menyongsong kedatangan Kristus Kembali, yang harus didahului dengan penyelesaian Amanat Agung. Jika kita melihat sejarah dunia ini, tidak banyak peristiwa yang pernah terjadi yang sanggup mempengaruhi lebih dari 90% negara-negara yang ada di dunia ini. Bahkan perang dunia ke dua sekalipun, meskipun sangat destruktif, dan menghancurkan sebagian besar benua Eropa (Spanyol dan Portugal, Swedia dan Switzerland netral), Asia, Afrika Utara, tetapi benua Amerika Selatan, Amerika Tengah, Australia (bagian utara, Darwin, sempat terancam oleh pemboman Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, sisanya aman), dan Afrika bagian selatan masih terhitung cukup aman. COVID-19 ini membawa dampak hampir kepada seluruh benua yang ada (terkecuali Antartika).

    Mungkin ini adalah terompet peringatan untuk generasi Yeremia bersiap diri, Tuhan mungkin menuntut pengorbanan yang cukup radikal di dalam perubahan gaya hidup dan tujuan hidup mereka. Di dalam hal pemilihan karir, pemilihan pasangan hidup, dan hal-hal utama lainnya di dalam hidup, harus bersedia ditundukkan kepada kedaulatan Tuhan.

C. Yeremia mendapatkan pesan yang sangat jelas

Yeremia mendapatkan pesan yang sangat jelas: apa yang akan terjadi di ‘next phase’ dalam rencana Tuhan bagi bangsa Israel

Semua nabi di Perjanjian Lama, baik nabi besar, maupun nabi kecil, diberikan penglihatan mesianik mengenai pribadi dan karya Mesias. Yesaya diberikan teropong jangka panjang di dalam pasal 53 untuk menyimpulkan dengan begitu brilian dan elegan karya mesias untuk menjadi ‘scapegoat’ yang memulihkan Israel. Mikha, sebagai contoh dari kategori nabi kecil, diberikan nubuatan detail mengenai tempat kelahiran Mesias, dan banyak nabi-nabi kecil lainnya. Yeremia diberikan suatu nubuatan yang bukan hanya sangat jelas, tetapi benar-benar bisa dijadikan ‘marker’ atau tolok ukur rencana Tuhan bagi bangsa Israel di dalam next phase.

Yeremia 31:31-34,

Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman Tuhan, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.
Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman Tuhan: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.
Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”

Istilah “Perjanjian yang Baru” (Brit Chadass) adalah the ‘next step’ di dalam rencana Allah bagi Israel. Israel dalam generasi itu telah gagal, tetapi Allah belum begitu saja membuang Israel, karena masih tersisa satu tugas lagi bagi mereka, yaitu melahirkan sang Mesias, yang menjadi pengantara perjanjian yang baru yang pertama-tama diberikan kepada kaum Israel dan kaum Yehuda.

Sampai pada hari ini, mayoritas orang Yahudi, baik dari golongan sekuler, maupun dari kaum Orthodox seringkali melakukan kesalahan dengan berkata bahwa istilah “Perjanjian Baru” diciptakan oleh orang Kristen untuk menjelekkan, mendiskreditkan, dan menunjukkan superioritas peradaban Kristiani. Mereka lupa bahwa sebenarnya istilah “Perjanjian Baru” adalah istilah yang dipakai oleh Nabi Yeremia untuk menunjukkan the “next step” rencana Allah bagi Israel dan Yehuda.

Demikian pula pada jaman ini. Generasi Yeremia diminta untuk memiliki sifat yang profetik yang sanggup menunjuk ke arah ‘next phase’ rencana Tuhan bagi dunia ini. Seperti dikatakan pada permulaan artikel ini, kita sedang ada di suatu masa pancaroba di mana kita akan meninggalkan suatu ‘era’ dan masuk kepada ‘era yang baru’

III. Kesimpulan

  1. Generasi Yeremia adalah generasi yang unik karena posisi waktu di mana mereka hidup. Pada zaman Yeremia pintu “anugerah” bagi Yehuda akan segera tertutup. Hari-hari ini kita pun sedang berada di mana kedatangan Tuhan Yesus kedua kali segera terjadi yang artinya pintu kesempatan bagi kita untuk melaksanakan apa yang Tuhan perintahkan juga segera tertutup.
  2. Generasi Yeremia adalah generasi yang “radikal” karena memilih untuk hidup sesuai dengan standar kekudusan Allah, menyerukan pertobatan di masa begitu banyak orang yang berkompromi terhadap hal-hal tersebut.

Catatan kaki

Lihat pula