Bercerita kepada anak Sekolah Minggu

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 28 Oktober 2022 15.21 oleh Leo (bicara | kontrib) (Penggantian teks - " dimana " menjadi " di mana ")
Lompat ke: navigasi, cari

Fungsi cerita

Bercerita kepada anak merupakan metode pendidikan yang sangat efektif dan efisien, karena melalui bercerita:

  • Anak merasa dikasihi dan diperhatikan, melalui komunikasi dan keakraban sehingga jiwa mereka akan berkembang.
  • Membuat anak cenderung lebih pandai karena imajinasinya akan berkembang menjadi kreatif.
  • Menanamkan minat baca pada anak mulai usia dini.
  • Menanamkan nilai-nilai moral dan rohani tanpa anak merasa digurui. Misalnya untuk menanamkan sikap hormat kepada orang tua, kita bisa mengisahkan cerita Si Malin Kundang. Kisah orang Samaria yang baik hati mengajarkan anak sikap suka menolong. Sedang kisah tentang Daud atau Daniel mengajarkan sikap berani karena benar. Karena melalui cerita terjadi proses identifikasi antara si anak dengan tokoh yang dikisahkan itu.
  • Suatu konsep kebenaran yang ingin disampaikan akan lebih gampang diterima dan lebih lama diingat. Bukan hanya anak-anak, bahkan orang tua pun senang mendengar cerita yang menarik. Oleh karena itu cara bercerita yang baik perlu dipelajari.

Cara bercerita yang baik

  1. Kuasai isi cerita
    Guru Sekolah Minggu harus mempersiapkan bahan yang akan disajikan dengan sebaik-baiknya, hayati cerita tersebut dengan mengkhayalkan situasi geografis tempat di mana tokoh itu hidup, bagaimana karakter, tingkah laku, perasaan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Lalu gunakan kata-kata Saudara sendiri untuk menyampaikannya. Penting untuk diingat bahwa bercerita bukanlah melaporkan serentetan peristiwa, namun mengisahkan kembali apa yang dilihat, baik secara langsung maupun dalam imajinasi kita. Contoh: menceritakan peristiwa tabrakan sepeda motor dan mobil yang kita lihat.
  2. Jangan membawa buku pedoman guru untuk bercerita
    Boleh membuat catatan kecil secara sistematis dan singkat untuk memandu urutan cerita. Kertas catatan tersebut diletakkan di dalam Alkitab, agar tidak kelihatan anak-anak. Bila sudah hafal sebaiknya jangan gunakan catatan.
  3. Pegang rahasia cerita, terutama di awal kisah
    Jangan mengawali cerita seperti ini, "Anak-anak, hari ini kita akan mendengar kisah tentang Yunus yang ditelan ikan besar karena tidak taat kepada Tuhan". Bila demikian apa yang selanjutnya kita sampaikan tidak akan menarik lagi karena rahasia ceritanya telah diberitahukan. Lebih baik langsung memulai cerita dengan menokohkan perannya, misalnya: "Ah, bagaimana yah, apakah aku harus naik kapal ini atau kapal itu? Coba kuhitung dulu uangku: satu, dua, tiga ..." dan seterusnya.
  4. Gunakan bahasa yang menarik
    Pergunakan bahasa yang sederhana dan jelas sesuai usia dan pengalaman anak. jangan menggunakan istilah-istilah yang belum dipahami oleh anak. Berceritalah dengan penuh semangat dan menyenangi cerita itu, pergunakan gaya (action) yang menarik anak-anak. Jangan tampil terlalu "anggun".
    • Ekspresikan perasaan marah, sedih, gembira, takut, murung dari tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Gunakan mimik muka yang tepat.
    • Pergunakan suara-suara tiruan (sound effect), suara yang besar, rendah dan lembut, suara yang keras dan cepat ataupun suara-suara binatang seperti singa yang mengaum, anjing yang menggonggong, pintu berderit, dll.
    • Suara juga bisa diatur apakah bicara lebih cepat, lambat, dengan suara keras lalu berbisik, berdiam diri sesaat. Bisa pula kita menciptakan effect tegang, misalnya: cerita tentang "rumah hantu".
    • Anak-anak menyukai kata yang diulang-ulang, misalnya: "Hore Daud menang, ..... Daud menang .....ayo sambut dia!
    • Bergeraklah, jangan diam di satu tempat, berjalan secara perlahan-lahan, kelilingi anak-anak, dekati mereka, pakai kedua belah tangan untuk menggambarkan sesuatu yang ada dalam cerita.
  5. Gunakan dialog antar tokoh cerita
    Untuk membuat sebuah cerita menjadi lebih nyata dan hidup, kita harus menempatkan diri sebagai tokoh dalam cerita tersebut, sehingga bukan lagi kita yang kelihatan tetapi tokoh atau situasi yang ada dalam cerita tersebut.
  6. Berlakon/berperan
    Untuk menghidupkan kisahnya lebih baik kita memerankan tokoh-tokoh utama dalam kisah itu. Jangan berdiri seperti patung, tapi bergeraklah dan gunakan bahasa tubuh untuk mengekspresikan cerita itu, walaupun jangan berlebih-lebihan.
  7. Jangan memotong cerita
    Jangan memotong cerita dengan keterangan-keterangan tentang istilah tetapi masukkanlah keterangan itu dalam rangkaian cerita. Misalnya kalau kita bercerita tentang binatang-binatang yang masuk ke dalam bahtera Nuh, jangan dipotong dulu dengan berkata, "Siapa yang pernah pergi ke kebon binatang dan melihat gajah? jerapah?" Lebih baik dikisahkan: "... Maka masuklah jerapah. Binatang itu tinggi sekali, dan waw, lihat ... lehernya panjang sekali ..."
  8. Aplikasikan/simpulkan
    Guru harus menghubungkan cerita tersebut dengan kehidupan murid sehari-hari, agar mereka belajar bagaimana melakukan/menerapkan kebenaran firman Tuhan.

Cara membuat anak-anak tenang

Gangguan utama saat guru bercerita adalah adanya beberapa anak tertentu yang "gelisah" atau memang "nakal" sehingga mengganggu cerita. Ada beberapa trik yang bisa dilakukan untuk membuat anak-anak tenang selama cerita, seperti:

  1. Simulasi: Kunci Mulut
    Sebelum cerita diberikan, buatlah suatu acara "penguncian mulut" secara menarik. Mintalah supaya anak-anak mengikuti gerakan guru. Pertama: gerakan "mengunci mulut" (dengan tanpa suara) kemudian diteruskan dengan: gerakan "memasukkan kunci tersebut ke dalam saku". Walaupun gerakan ini sangat sederhana, bahkan tampaknya "tidak berguna". Namun, anehnya ini memiliki manfaat yang sangat besar. Bahkan ketika harus berhadapan dengan kelas yang sering "ribut" simulasi ini terbukti sangat efektif dan menarik. Jika di dalam cerita anak-anak berisik, ulangi lagi gerakan tersebut bersama anak-anak.
  2. Ikrar Bersama
    Sebelum cerita, ajaklah anak-anak untuk mengucapkan suatu ikrar yang berisi kesediaan untuk mendengar firman Tuhan dengan tenang. Tentu saja, pilih ikrar yang singkat dan mudah dihafal. Misalnya, diambil dari suatu ayat atau dari satu baris teks lagu, misal: "Saya siap dan sedia mendengar firman Tuhan dengan tenang". Jika anak-anak berisik, mintalah mengulang lagi ikrar yang sudah dihafal di awal cerita.
  3. Lomba: Pendengar Setia
    Bagilah anak-anak dalam kelompok. Jadikan anak yang paling nakal/cerewet sebagai ketua kelompok. Tugas ketua kelompok adalah menjaga agar kelompoknya tenang selama cerita. Lombakan! Kelompok mana yang paling tenang selama cerita diberikan!
  4. Kuis: Cobalah Tebak
    Buatlah kuis di awal acara cerita. Anak-anak harus mendengarkan dengan tekun untuk mengerti "jawaban" dari kuis tersebut. Buatlah kuis yang "agak sulit" (bukan sekedar pertanyaan) sehingga membuat anak-anak harus serius mendengarkan cerita. Contoh cerita: Yesus memberi makan 5000 orang yang menekankan kemurahan hati anak kecil yang rela memberikan 5 roti dan 2 ikan. Buatlah semacam kuis aksara bermakna. Apakah "K_ _ _H"? terdiri dari 5 huruf dan jika digabungkan menjadi salah satu "buah roh". Misalnya kata ini akan disebutkan 5 kali dalam cerita sekarang (guru mulai bercerita). Anak akan mendengarkan dengan tenang.
  5. Mendekati anak yang gelisah
    Mungkin sewaktu guru bercerita ada anak tertentu yang gelisah dan biasanya mulai mengganggu temannya. Guru dapat mendekati dia dengan tetap bercerita, namun kali ini tataplah mata anak tersebut. Seolah-olah guru sedang bercerita 'hanya' pada anak tersebut (beberapa saat). Biasanya akan tenang karena sadar ia diperhatikan gurunya dengan sangat istimewa. Bila ada anak lain yang gelisah lakukan lagi cara yang sama. Tentu saja guru harus mengatur agar guru tidak mendekati anak tersebut secara tidak wajar.
  6. Gerakan/tindakan/kata singkat penarik perhatian
    Pada saat guru bercerita, sering beberapa anak ribut bahkan mengacau kelas. Biasanya guru menghentikan cerita, dan menegur atau bahkan memarahi anak tersebut. Tindakan guru ini kurang bijaksana karena anak-anak yang rajin mendengarkan cerita akan terganggu dengan berhentinya cerita. Sebaliknya, anak yang ribut tersebut merasa bangga karena berhasil menarik perhatian guru. Beberapa trik penarik perhatian dan teknik "Boomm Kejutan", cukup efektif untuk memaksa anak untuk tetap memperhatikan cerita guru dan tanpa cerita harus berhenti.
    Misal guru sedang bercerita tentang perjalanan Yesus memikul salib ke bukit Golgota. Kemudian ada beberapa anak mulai ribut. Dengan tetap bercerita, lakukan dengan suara ekstra keras:
    • "Sssstttt! ....lihat Mesias datang itu sudah loyo!"
      Pada saat guru berkata keras dan dengan tiba-tiba: "Ssstt" anak-anak akan otomatis diam. Mereka mengira guru menegur mereka. Dan, teruskan cerita. Anak-anak akan diam karena merasa ditegur dan ceritapun tidak terganggu (tidak terhenti).
    • Atau ucapkan sambil menunjuk anak yang ribut.
      "Hai kawan! Jangan ribut! Dengar kataku Ia sudah loyo! Dan berdarah." Prajurit itu berkata kepada kawannya, "Hai kawan, dengar! dengar! Suara apakah itu?" Anak yang ribut tersebut akan terdiam!
    • Bertepuktanganlah keras "Plok! Plok! Plok! "Hai lihat...lihat!"
      Anak akan terkejut, tertarik dan diam!
    • Atau guru "menjatuhkan dirinya" ke tanah: "Aahh!" (keadaan Yesus ketika jatuh ke tanah).
      Mata anak akan otomatis mengarah kepada guru!
    • "Bunyi-bunyian (sound effect)" menirukan suatu bunyi tertentu, bunyi suara binatang, bunyi angin, bunyi alam dan lain-lain sangat menarik minat anak untuk memperhatikannya.

Intinya, pilihlah kata-kata/tindakan yang dapat berarti ganda selain untuk menegur (menarik perhatian), juga untuk menekankan cerita. Dalam hal ini "pengalaman" dan kreativitas guru sangat berperan.

Metode guru bercerita

  1. Metode bercerita menuntut "penguasaan diri guru untuk menghidupkan suatu cerita"
    Karenanya, harus dikuasai beberapa keterampilan. Salah satu teknik membuat anak-anak "tertarik" mendengarkan suatu cerita adalah dengan menyiapkan suatu "boomm kejutan", yaitu aktivitas, acara, ilustrasi, bunyi-bunyian atau cerita pendahuluan. Itu semua akan membuat anak "tertarik" dan mendengarkan dengan tekun cerita berikutnya.
    Teknik ini juga penting dipakai untuk mengakhiri suatu cerita agar terus meninggalkan kesan yang mendalam. Juga dapat untuk menarik perhatian anak-anak yang sudah gelisah (tidak serius mendengarkan) cerita. Beberapa teknik BOOMM kejutan ini diantaranya adalah sebagai berikut:
  2. Cerita/ilustrasi singkat
    Sering sebelum cerita utama, berikan cerita singkat sebagai pengantar cerita. Cerita singkat ini haruslah dipilih yang singkat dan mengena dengan tujuan cerita. Misalnya dalam cerita "Tuhan Yesus mati di salib". Tujuan cerita: "Betapa setianya Tuhan menebus dosa kita". Cerita pengantar: "Cerita induk ayam yang rela mati dibakar demi melindungi anak-anaknya dalam suatu kebakaran. Ayam tersebut melindungi anak-anaknya dalam sayapnya. Ia mati namun anaknya selamat". Cerita pengantar ini dapat disajikan secara menarik sebagai berikut:
    "Adik-adik, siapa yang pernah kena api? Jika kena api rasanya bagaimana? Suatu saat ada suatu kebakaran di sebuah rumah. Api menjilat dan membakar apa saja, meja, kursi, lemari dan apa saja. Betapa kagetnya pak Hasan, pemilik rumah itu, ketika ia melihat ayam betinanya yang barusan menetas terlihat mati terbakar, hangus. Tapi aneh, ada sesuatu yang bergerak-gerak di bawah sayapnya yang sudah hangus itu. Pak Hasan segera mengangkat bangkai ayam tersebut. Hei ... sungguh ajaib, nampak beberapa ekor ayam kecil yang lucu tampak sehat dan mereka selamat. Pak Hasan terharu. Beberapa ayam betina ini sudah berkorban untuk anak-anaknya. Panasnya api ia terima walaupun sebenarnya ia bisa lari. Namun demi, demi anak-anaknya tercinta ia rela mati ..."
    Teknik ini akan "membahayakan" cerita sesungguhnya jika cerita pengantar ini terlalu panjang atau tidak sesuai dengan tujuan cerita.
  3. Kalimat puitis/pepatah
    Sebagai "penarik" perhatian anak, di awal cerita dapat juga diberikan semacam slogan/pepatah atau kalimat puitis. Sebagai contoh, kita dapat memulai cerita dengan berteriak keras dan tegas!
    "MERDEKA! MERDEKA! MERDEKA ATAU MATI...!DARAHKU KUPERSEMBAHKAN AGAR ENGKAU... MERDEKA!"
    Dengan suara lebih lembut, jelaskan: "Adik-adik, para pejuang pada waktu itu bertekad, Indonesia harus merdeka..." (langsung masuk ke cerita inti tentang Kristus yang rela mati untuk menebus dosa kita). Boleh digunakan peribahasa, pepatah dan lain-lain slogan "bermakna" lainnya asal dikuasai benar arti dan maknanya.
  4. Mendramatisasi awal cerita
    Kebaikan teknik ini langsung menuju kepada inti cerita (tidak bertele-tele), misal: cerita tentang penyaliban Tuhan Yesus. Dimulai dengan kekasaran dan penghinaan para prajurit kepada Yesus sebelum menyalibkan Yesus. Bisa didramatisasi sikap-sikap prajurit tersebut...Bicara keras, lantang, sikap congkak dan bengis:"Maju ! Ayo maju ! Hayooo jalan! Katanya Mesias, lah kok loyo.... Cepat... (tarrr bunyi cambuk bergema keras).... Hei... ternyata kamu manusia biasa juga ya? Kenapa kamu mengaku Juru Selamat hah! Dasar tidak tahu malu! Ayoo jalan!" (dan langsung disambung dengan cerita sesungguhnya)
  5. Tokoh tersembunyi
    Guru memulai sambil berekspresi sedih dan terisak-isak,
    "Tidak! Ia tidak boleh mati! Tidak! Tidaaakkkk! Oh...Tuhan kenapa Engkau mati....hu...hu...hu... Dulu aku begitu sombong mau mati demi Engkau, tetapi nyatanya aku takut... Tuhan...... hu... hu...hu... Tahukah kalian apa yang terjadi dengan guruku ?.....Apa kalian tidak tahu?..... baik.... Baik akan kuceritakan.... Waktu itu...." (masuk ke cerita dengan teknik seolah-olah pencerita adalah saksi mata kejadian itu...)
    Di akhir cerita tanyakan pada anak-anak "Siapakah pencerita itu?" (jawaban yang benar adalah Petrus).
  6. Cerita di dalam cerita
    Kreasi lain adalah dengan "membungkus" suatu cerita dalam "suatu cerita tambahan" untuk membuat "sajian" cerita menjadi menarik, misal... (dengan gaya kagum – suara penuh rasa kagum – ceritakan).
    "Malam itu Kiki sedang tidur sendirian di kamarnya. Tiba-tiba.... Gelegar... darr... darr... suara kilat menyambar-nyambar. Kiki takut, ia segera berdoa: "Tuhan, tolonglah aku!" Kemudian dengan penuh penyerahan kepada Yesus, Kiki memejamkan matanya. Tanpa disadarinya ia bermimpi sepertinya benar-benar terjadi... Kiki sampai berteriak, "Jangan!... jangan kau seret Yesusku sekejam itu. Tolonglah bapak prajurit... tolong! Hentikan! Lihat darah-Nya sangat banyak! Pak, ampunilah Dia tetapi rupanya prajurit itu tidak memperdulikan dia dan...." (masuk ke cerita utama dari Yesus diseret prajurit ke Golgota sampai selesainya, kemudian diakhiri:)"Jangan...jangan....!!" (berteriaklah keras)"Ki...Kiki kenapa engkau berteriak-teriak terus", kata Papa Kiki yang membangunkan Kiki. Kiki terkejut rupanya ia sedang bermimpi.... "Papa, tadi Kiki bermimpi seolah-olah Kiki melihat sendiri penyaliban Tuhan Yesus di bukit Golgota...."
  7. Suara tiruan/bunyi-bunyian
    Teknik ini sangat mudah dan sangat disukai anak-anak. Banyak bunyi yang dapat ditirukan dalam suatu cerita, misalnya dalam cerita Tuhan Yesus disesah dan disalib.
    Bunyi suara:• suara cambuk dari prajurit: tarr...tarr...tarr...• suara sepatu prajurit: tok... tok.... tok...• suara orang banyak berbisik-bisik: ssttt...sssttt...• ketika Yesus terjatuh ke tanah: ...brak....aaahhhh• teriakan kasar prajurit: ...Ayo...jalan!• desah nafas pemikul salib: ....ohhh...ohhh...ohhh...• teriakan orang ketakutan: gelap!...gelllaaappp!
    Mulailah cerita dengan memberikan bunyi-bunyian suara semacam di atas. Dan, diteruskan langsung pada alur cerita yang diinginkan. Kreasi Boomm kejutan di awal cerita ini sangat banyak. Keberanian guru menirukan berbagai macam suara: binatang, alam atau suara orang. Keberanian guru untuk "berakting" sangat menentukan. Sebaiknya, boom kejutan ini dilakukan secara "tiba-tiba" di awal acara. Dengan volume suara yang cukup keras, sehingga anak-anak "tersentak heran" dan tertarik untuk mendengarkan cerita selanjutnya. Boom kejutan ini dapat juga dilakukan beberapa kali terutama pada saat anak-anak "lesu" (mulai gelisah) atau pada saat cerita "terasa monoton". Dan, sebaiknya akhiri juga suatu cerita dengan boom kejutan juga!

Menggunakan alat peraga

Alat peraga digunakan sebagai sarana dalam proses mengajar yang efektif, karena dapat membangun komunikasi dan interaksi dengan baik dalam proses belajar mengajar, sekaligus memacu anak untuk mengembangkan daya khayalnya.

Manfaat alat peraga

Manfaat alat peraga dalam proses belajar mengajar:

  1. Menarik perhatian dan minat anak, agar anak terdorong mengikuti ceritanya
  2. Mempertahankan konsentrasi anak terutama cerita yang cukup panjang.
  3. Mengatasi masalah keterbatasan waktu, tempat dan bahasa yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
  4. Memperjelas dan meningkatkan pengertian/konsep yang baru bagi anak.
  5. Mempercepat dan menambah kesegaran dalam proses belajar mengajar.
  6. Menimbulkan dan meletakkan daya ingat yang kuat bagi anak.
  7. Memotivasi anak dalam bertindak.
  8. Merangsang daya cipta anak.
  9. Menjadikan pelajaran tersebut suatu kesatuan.
  10. Membuat guru tampak lebih siap.

Memilih alat peraga

  1. Harus ada kaitannya dan sesuai dengan tema cerita firman Tuhan tersebut.
  2. Sesuai dengan konsep Alkitab, jangan bertentangan dengan prinsip Firman.
  3. Sesuai dengan umur anak dan tidak menyinggung perasaan anak.
  4. Mudah dimengerti dan dapat melibatkan murid sehingga menghidupkan pelajaran.
  5. Mudah diperoleh, praktis, sederhana dan menarik.
  6. Jangan yang sudah berulangkali digunakan supaya tidak membosankan
  7. Dapat menjamin keamanan dan kebersihan lingkungan

Cara menggunakan alat peraga

  1. Guru harus berlatih terlebih dahulu dengan alat peraga itu sampai cakap menggunakannya
  2. Guru harus memperlihatkan alat peraga itu kepada semua anak, jangan sampai ada yang menghalangi/menutupi alat peraga tersebut.
  3. Guru harus bisa menghubungkan isi pelajaran dengan alat peraganya, dan jangan terpaku pada alat peraga tersebut.
  4. Guru harus menyampaikan urutan gambar-gambar yang digunakan secara teratur, tertib, jangan serampangan
  5. Tutup alat peraga tersebut apabila sudah tidak dipergunakan, agar perhatian anak tidak tertuju terus kepada alat peraga.

Macam-macam alat peraga

  1. Papan flanel, dengan menempelkan gambar-gambar dari cerita tersebut secara berurutan dan posisi yang tepat
  2. Papan tulis untuk menggambarkan peta, lingkungan dan sebagainya
  3. Boneka-boneka yang lucu dan menarik, dapat dijadikan bahan humor dan diajak dialog oleh guru.
  4. Lukisan, peta atau gambar-gambar pemandangan yang berkaitan isi cerita
  5. Barang-barang lain yang berkaitan dengan cerita tersebut, misalnya buah-buahan, binatang dan lain sebagainya.

Sumber