Khotbah: 20251102-0930: Perbedaan antara revisi
k fmt |
k fmt |
||
| Baris 39: | Baris 39: | ||
Tanpa terasa kita sudah memasuki bulan kesebelas, tidak lama lagi, kita akan mengakhiri tahun 2025. Saya mau tanya: bagaimana perasaan Saudara menyongsong tahun yang baru? Mungkin sebagian tidak terlalu memikirkannya, tapi mungkin ada beberapa yang berkata, “Aduh Pastor, saya enggak terlalu semangat menghadapi tahun baru. Karena sepanjang tahun 2025 saya banyak mengalami kekecewaan, kehilangan, dan kegagalan. Jadi rasanya enggak bersemangat.” | Tanpa terasa kita sudah memasuki bulan kesebelas, tidak lama lagi, kita akan mengakhiri tahun 2025. Saya mau tanya: bagaimana perasaan Saudara menyongsong tahun yang baru? Mungkin sebagian tidak terlalu memikirkannya, tapi mungkin ada beberapa yang berkata, “Aduh Pastor, saya enggak terlalu semangat menghadapi tahun baru. Karena sepanjang tahun 2025 saya banyak mengalami kekecewaan, kehilangan, dan kegagalan. Jadi rasanya enggak bersemangat.” | ||
Mungkin yang lain berkata, “Kalau saya, Pastor, saya ngalir aja, nge-flow aja.” Tapi saya sering bilang begini: kalau kamu “ngalir” dan arusnya membawa kamu pada keberhasilan, puji Tuhan. Tapi kalau kamu “ngalir” dan ternyata arusnya membawa kamu ke arah kegagalan — bagaimana? Karena itu, hidup tidak bisa hanya dijalani dengan ''ngalir aja''. | Mungkin yang lain berkata, “Kalau saya, Pastor, saya ngalir aja, nge-''flow'' aja.” Tapi saya sering bilang begini: kalau kamu “ngalir” dan arusnya membawa kamu pada keberhasilan, puji Tuhan. Tapi kalau kamu “ngalir” dan ternyata arusnya membawa kamu ke arah kegagalan — bagaimana? Karena itu, hidup tidak bisa hanya dijalani dengan ''ngalir aja''. | ||
Mungkin ada juga yang berkata, “Kalau saya, Pastor, saya justru excited menghadapi tahun yang baru.” Mungkin saat ini Saudara sedang berada di tengah proyek yang sedang berjalan, dan itu membuat Saudara semangat. Saya tidak tahu bagaimana respon Saudara menghadapi tahun baru. Tapi yang pasti begini: saya berdoa supaya pesan ini membantu kita semua '''mengakhiri tahun ini dengan baik''', sehingga kita bisa '''memulai tahun yang baru dengan baik juga.''' | Mungkin ada juga yang berkata, “Kalau saya, Pastor, saya justru excited menghadapi tahun yang baru.” Mungkin saat ini Saudara sedang berada di tengah proyek yang sedang berjalan, dan itu membuat Saudara semangat. Saya tidak tahu bagaimana respon Saudara menghadapi tahun baru. Tapi yang pasti begini: saya berdoa supaya pesan ini membantu kita semua '''mengakhiri tahun ini dengan baik''', sehingga kita bisa '''memulai tahun yang baru dengan baik juga.''' | ||
Revisi terkini sejak 12 November 2025 08.42
| Ringkasan Khotbah | |
|---|---|
| Ibadah | Ibadah Raya |
| Tanggal | Minggu, 2 November 2025 |
| Gereja | GBI Danau Bogor Raya |
| Lokasi | Grha Amal Kasih |
| Kota | Bogor |
| Video | YouTube |
| Khotbah lainnya | |
| |
| |
| |
Tuhan belum selesai bekerja, karena yang terbaik dari-Nya masih ada di depan, bukan di masa lalu. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk melupakan hal-hal yang di belakang, mengarahkan diri ke depan dengan membuat perencanaan yang nyata, dan berlari-lari dengan usaha serta kerja keras dalam anugerah Tuhan. Dengan meninggalkan kekecewaan, melihat ke depan dengan iman, dan mengerjakan bagian kita, kita akan menyongsong tahun yang baru dengan harapan dan kemenangan di dalam Kristus.
Shalom, selamat pagi! Senang sekali hari ini saya bisa kembali datang ke tempat ini, bolak-balik ke Bogor. Saya selalu merasa disambut dengan luar biasa di sini, apalagi di belakang banyak teman-teman yang bisa diajak ngobrol. Saya senang sekali berada di tempat ini.
Ada satu pesan yang Tuhan secara spesifik taruh dalam hati saya, saya percaya pesan ini Tuhan tujukan buat banyak di antara Saudara hari ini. Judul pesan yang saya bagikan adalah: “The best is yet to come.” Yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan hidup kita! Berapa banyak Saudara yang percaya, Tuhan masih punya yang terbaik untuk hidup Saudara — bukan di belakang, tetapi di depan? Tuhan mau kerjakan hal-hal yang baru dan luar biasa buat setiap kita.
Tanpa terasa kita sudah memasuki bulan kesebelas, tidak lama lagi, kita akan mengakhiri tahun 2025. Saya mau tanya: bagaimana perasaan Saudara menyongsong tahun yang baru? Mungkin sebagian tidak terlalu memikirkannya, tapi mungkin ada beberapa yang berkata, “Aduh Pastor, saya enggak terlalu semangat menghadapi tahun baru. Karena sepanjang tahun 2025 saya banyak mengalami kekecewaan, kehilangan, dan kegagalan. Jadi rasanya enggak bersemangat.”
Mungkin yang lain berkata, “Kalau saya, Pastor, saya ngalir aja, nge-flow aja.” Tapi saya sering bilang begini: kalau kamu “ngalir” dan arusnya membawa kamu pada keberhasilan, puji Tuhan. Tapi kalau kamu “ngalir” dan ternyata arusnya membawa kamu ke arah kegagalan — bagaimana? Karena itu, hidup tidak bisa hanya dijalani dengan ngalir aja.
Mungkin ada juga yang berkata, “Kalau saya, Pastor, saya justru excited menghadapi tahun yang baru.” Mungkin saat ini Saudara sedang berada di tengah proyek yang sedang berjalan, dan itu membuat Saudara semangat. Saya tidak tahu bagaimana respon Saudara menghadapi tahun baru. Tapi yang pasti begini: saya berdoa supaya pesan ini membantu kita semua mengakhiri tahun ini dengan baik, sehingga kita bisa memulai tahun yang baru dengan baik juga.
Karena saya percaya, yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan hidup setiap kita.
Mari kita buka Alkitab kita dalam Filipi 3:13-14. Ini surat dari Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, dan saya percaya pesan ini berbicara juga kepada kita hari ini:
- Saudara-Saudara, aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang ada di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Paulus berkata, “Aku tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, atau telah memperolehnya.” Dengan kata lain, Paulus sedang berkata: “Aku belum sampai di titik yang Tuhan mau aku sampai. Aku belum mencapai semuanya. Aku percaya yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan hidupku.”
Saudara percaya hal yang sama? Kita belum sampai di situ — karena yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan.
Dan karena Paulus percaya yang terbaik masih di depan, ia berkata, “Ini yang kulakukan.” Artinya, orang yang percaya yang terbaik masih ada di depan, tidak bisa pasif. Yang terbaik tidak akan datang dengan sendirinya — kita harus melakukan sesuatu.
Paulus berkata, “Ini yang kulakukan.” Kalau kita, seperti Paulus, percaya bahwa yang terbaik masih ada di depan, maka kita pun harus melakukan sesuatu. Ada tiga hal yang Paulus sebutkan. Jika kita mau mengakhiri tahun ini dengan baik dan memulai tahun yang baru dengan baik, tiga hal ini harus kita lakukan juga.
Paulus berkata, “Aku harus melupakan apa yang ada di belakangku.” Saya tidak tahu bagaimana tahun ini bagi Saudara. Mungkin banyak kegagalan, kekecewaan, kehilangan, atau trauma. Tapi dengarkan ini: kalau Saudara mau menerima yang terbaik dari Tuhan di depan, Saudara harus belajar melupakan apa yang di belakang.
Saudara harus belajar move on, bergerak maju, tidak bisa terus nyangkut di masa lalu.
Bagaimana caranya? Izinkan saya berikan prinsip ini:
- Tidak ada seorang pun bisa bergerak maju kalau matanya terus tertuju kepada kaca spion.
Kalau Saudara naik mobil atau motor, bisakah Saudara melaju ke depan tapi matanya terus melihat ke kaca spion? Bisa sih — tapi pasti nabrak! Dan itu yang sering terjadi dalam hidup banyak orang. Mau maju, tapi matanya tetap melihat ke belakang.
Baru mau bangun hubungan yang baru — tapi masih melihat ke belakang: “Dulu saya dikhianati, dulu saya disakiti.” Baru mau mulai usaha yang baru — tapi masih melihat ke belakang: “Dulu saya rugi besar.” Akhirnya tidak pernah benar-benar maju.
Kalau kita percaya yang terbaik masih di depan, belajarlah melupakan apa yang di belakang. Jangan terus tertambat pada masa lalu. Tidak ada orang yang bisa bergerak maju dengan mata terus tertuju pada kaca spion.
Lalu bagaimana, kalau luka dan traumanya masih terasa? Kalau rasa sakitnya masih membekas? Saya mau kasih beberapa prinsip supaya kita bisa bergerak dari masa lalu kita.
#1 Melupakan yang di belakang
Yang pertama, perhatikan kata Paulus: “Aku melupakan apa yang telah di belakangku.” Kata telah artinya sudah. Artinya, yang sudah terjadi itu sudah terjadi.
Banyak dari kita perlu menyadarkan diri akan hal itu. Karena banyak orang yang hidupnya masih terikat pada penyesalan. “Coba dulu saya tidak kenal dia...” “Coba dulu saya tidak invest di situ...” “Coba dulu saya tidak gampang percaya...”
Akhirnya hanya terus hidup dalam penyesalan — nyesal, nyesal, dan nyesal.
Pertanyaannya begini: sudah terjadi atau belum? Sudah. Maka sadarkan diri Saudara — yang sudah terjadi itu sudah terjadi. Kita tidak bisa memutar waktu, tidak bisa mengulang apa yang sudah berlalu. Sadarlah: yang hilang sudah hilang, yang gagal sudah gagal, yang rugi sudah rugi. Terimalah bahwa yang sudah terjadi memang sudah terjadi, dan belajarlah untuk meninggalkannya di belakang.
Mungkin Saudara kehilangan orang yang Saudara cintai dan punya banyak penyesalan: “Aduh, kalau dulu saya habiskan lebih banyak waktu bersamanya… kalau dulu saya rawat dia lebih baik… kalau dulu saya ajak makan bersama… kalau dulu saya sempat menemuinya…” Terlalu banyak “kalau dulu.” Tapi dengarkan: kita tidak bisa memutar waktu. Yang sudah terjadi, sudah terjadi. Sekarang waktunya belajar move on. Belajar menerima kondisi yang baru. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa mengubah masa depan.
Yesaya 43 berkata:
- Janganlah ingat-ingat hal yang dahulu dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala. Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh — belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.
Tuhan berkata, “Jangan ingat-ingat hal yang dahulu.” Kenapa? Karena selama kita terus fokus pada yang di belakang, kita akan kehilangan kemampuan untuk melihat apa yang Tuhan sedang kerjakan di depan. Tuhan berkata, “Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru!” Tapi kita tidak akan bisa melihatnya kalau pandangan kita terus tertuju pada kegagalan, kekecewaan, dan kehilangan masa lalu.
Itu sebabnya menjelang akhir tahun 2025 ini, ambil keputusan: Seberapa menyakitkan pun, seberapa berat pun luka dan kecewa yang Saudara alami — belajarlah untuk meninggalkannya di belakang. Supaya apa? Supaya Saudara bisa kembali melihat bahwa Tuhan masih punya yang terbaik di depan hidup Saudara.
Tuhan berkata, “Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru.” Bahkan Tuhan berjanji, “Aku mau buka jalan di padang gurun, dan memberi sungai di padang belantara.” Artinya, Tuhan mau buat terobosan dalam hidup Saudara — kalau saja Saudara mau melupakan apa yang ada di belakang.
Jadi yang pertama, kita belajar dari Paulus: kalau kita percaya yang terbaik ada di depan, belajarlah melupakan apa yang ada di belakang. Yang sudah terjadi, sudah terjadi.
Dan yang kedua, belajar menerima kondisi yang baru. Terima bahwa yang hilang sudah tidak ada. Terima bahwa modal itu memang sudah habis. Terima bahwa bisnis itu memang sudah bangkrut.
Kenapa? Karena penerimaan adalah kunci untuk maju. Acceptance is the key to go forward.
Saya kasih ilustrasi. Ada seseorang yang suatu pagi memutuskan untuk mengendarai mobilnya sendiri di tengah hujan deras. Di perjalanan, mobilnya ditabrak oleh truk besar hingga rusak parah. Ia diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit. Saat sadar di ruang perawatan, ia baru tahu bahwa kedua kakinya telah diamputasi karena terjepit mobil saat kecelakaan.
Di kamar rumah sakit itu, orang ini punya dua pilihan. Pilihan pertama: ia bisa memenuhi hidupnya dengan penyesalan. “Kalau saja tadi saya tidak keluar rumah… kalau saja saya tidak nyetir sendiri… kalau saja truk itu tidak mabuk…” Semua penyesalan bisa muncul berulang-ulang. Tapi pertanyaannya: apakah kakinya masih ada atau sudah tidak ada? Sudah tidak ada.
Maka tips pertama tadi berlaku: yang sudah terjadi, sudah terjadi. Semua penyesalan tidak akan membuat yang sudah hilang kembali.
Pilihan kedua: ia bisa berhenti menyesal dan mulai menerima kenyataan bahwa kakinya sudah tidak ada. Dan di situlah penerimaan menjadi kunci untuk bergerak maju. Ia mulai berpikir, “Sekarang faktanya saya tidak punya kaki. Apa yang bisa saya lakukan supaya tetap bisa beraktivitas? Mungkin saya harus belajar pakai kursi roda, kaki palsu, atau tongkat.”
Saya tanya, kapan semua pemikiran itu mulai muncul? Baru setelah dia bisa menerima kenyataan. Karena selama dia sibuk menyesal, semua energinya tersedot untuk rasa sedih yang tidak membuatnya maju. Tapi begitu dia bisa menerima, energi yang sama itu berubah menjadi semangat untuk belajar jalan lagi, bergerak lagi, hidup lagi.
Demikian juga hidup Saudara. Saudara bisa menghabiskan hari-hari dengan penyesalan, tapi itu tidak akan membawa Saudara ke mana-mana. Yang sudah terjadi, sudah terjadi. Terima keadaan yang baru. Katakan, “Ya sudah, saya sudah tidak punya itu. Saya sudah tidak bersama dia lagi.” Terima, dan sekarang waktunya bergerak maju.
Yang pertama Paulus bilang, “Aku melupakan apa yang ada di belakangku.” Kalau Saudara mau mencapai yang terbaik dari Tuhan di depan hidup Saudara, belajarlah melupakan yang di belakang.
Roma 8:28 berkata:
- Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.
Perhatikan: bukan hanya dalam hal-hal yang baik saja, tetapi dalam segala sesuatu! Bahkan melalui hal-hal yang terasa tidak baik — Tuhan tetap bekerja di dalamnya, bukan untuk mencelakai, tetapi untuk mendatangkan kebaikan bagi hidup kita.
Beberapa bulan yang lalu saya sempat terlibat dalam satu rencana bisnis. Awalnya semua berjalan baik: ide dari saya, perencanaannya dari saya, survei tempat, perhitungan — semua sudah matang. Begitu hampir teken kontrak, tiba-tiba partner saya mengirim pesan WhatsApp: “Pak, kita enggak jadi kerja sama. Kita mau jalan sendiri.”
Saya kaget dan kecewa. Rasanya marah, rasanya ditipu. Mereka seolah-olah hanya mau ambil ide dan perhitungan saya, lalu jalan sendiri. Tapi di tengah kekecewaan itu, Tuhan ingatkan ayat ini: Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu.
Saya datang kepada Tuhan dan bertanya, “Tuhan, kenapa begini? Bukankah ini proyek yang saya pikir dari-Mu?” Dan Tuhan jawab di hati saya, “Aku sengaja melindungi kamu supaya tidak terlibat di situ. Karena apa yang mereka lakukan tidak baik. Kamu tidak akan diberkati kalau tetap di sana.”
Saat itu saya sadar — ternyata Tuhan menahan saya bukan untuk merugikan, tapi untuk melindungi. Sejak itu perasaan saya berubah. Dari kecewa menjadi bersyukur: “Terima kasih Tuhan, Engkau lindungi saya.”
Saya tidak tahu bagaimana nasib mereka sekarang, itu bukan urusan saya. Yang saya tahu, Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi hidup kita.
Kadang ada hal-hal yang Saudara harapkan dalam hidup tidak jadi kenyataan atau tidak terwujud. Jangan selalu berpikir negatif: “Tuhan tidak sayang, Tuhan tidak kasih, Tuhan tidak jawab doa.” Mungkin Tuhan mengerti lebih daripada yang Saudara mengerti. Bisa jadi justru Tuhan menjaga dan melindungi Saudara dari sesuatu yang sebenarnya tidak seharusnya Saudara miliki.
Jadi, yang pertama: pelajari untuk melupakan apa yang ada di belakang. Kita semua mengalami kekecewaan—tinggalkan di belakang jika kita percaya yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan.
#2 Mengarahkan diri ke depan
Barulah yang kedua, seperti Paulus katakan, “sesudah aku melupakan apa yang ada di belakangku, aku mengarahkan diri kepada apa yang ada di hadapanku.” Hanya ketika kita benar-benar meninggalkan masa lalu, kita dapat mengarahkan diri ke depan, melihat kesempatan baru, dan melihat jalan baru yang Tuhan buka. Tadi firman berkata “yang sekarang sudah tumbuh”—tetapi kita belum sadar karena terlalu sibuk melihat ke belakang.
Tanda orang yang sudah move on itu sederhana: ia kembali optimis dengan hidup. Jika masih pesimis, sedih, dan berat, berarti belum move on. Ketika kita mulai melupakan yang di belakang, wajah terangkat, hati kembali excited, dan kita mulai melihat kesempatan-kesempatan baru—sebab kita percaya yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan.
Paulus berkata, “Kemudian aku mengarahkan diri kepada apa yang ada di hadapanku.” Apa artinya mengarahkan diri ke depan? Ini prinsip penting: orang yang dapat melihat ke depan akan mengerti bahwa hari ini ia harus melakukan persiapan. Contoh: sebelum keluar rumah, Saudara menerima prakiraan cuaca Bogor jam 12.00 siang akan hujan lebat. Lalu apa yang Saudara bawa? Payung. Mengapa? Karena di depan akan hujan. Orang yang melihat ke depan tahu bahwa sekarang harus ada persiapan.
Anak mau sekolah ke luar negeri? Boleh. Maka sekarang mulai persiapan: menabung, merencanakan keuangan. Tidak bisa santai menunggu “nanti kalau sudah waktunya baru dipikirkan.” Orang yang bisa melihat ke depan paham bahwa hari ini harus ada langkah persiapan. Karena itu, menjelang akhir tahun 2025, ambil keputusan: kekecewaan dan kegagalan biarkan di belakang, dan dalam dua bulan ini mulailah mengarahkan diri ke depan. Mau masuk 2026? Buat perencanaan. Tuliskan apa yang Saudara harapkan terjadi di tahun 2026. Tidak bisa hanya “ngalir”—harus ada planning.
Ingat: hidup Saudara hari ini adalah hasil dari apa yang Saudara lakukan kemarin, dan hidup Saudara besok adalah hasil dari apa yang Saudara kerjakan hari ini. Jika hari ini masih sama dan tidak ada yang diubah, penyesalan besok adalah konsekuensi yang kita pilih sendiri. Maka hari ini mulailah perubahan. Orang dunia berkata, “If you fail to plan, you are planning to fail.” Kalau gagal membuat rencana, berarti sedang merencanakan kegagalan. “Apa rencana 2026?” Kalau jawabnya “tidak ada”, itu sudah gagal berencana, artinya sedang merencanakan kegagalan.
Karena itu, saat mengakhiri tahun ini, mulai evaluasi: apa yang sudah dicapai? Apa harapan ke depan? Buat perencanaan. Bagaimana caranya?
- Pertama, kumpulkan dulu sumber daya yang masih Saudara miliki.
- Kedua, susun langkah-langkah yang perlu diambil.
- Yang ketiga, sesudah tahu apa yang Saudara punya dan sudah membuat rencana, mulailah implementasikan rencana itu.
- Your planning will only be as good as the way you implement it.
Kita sudah setuju: gagal berencana = merencanakan kegagalan. Maka tentukan tindakan konkret. Prinsipnya: “If you change nothing, then nothing will change.” Kalau tidak ada yang diubah, tidak ada yang akan berubah.
Contoh: resolusi 2026 mau menikah, tetapi tetap “ngalir” tanpa langkah apa pun—bagaimana bisa tercapai? Mungkin perlu rencana: perbaiki penampilan, tata krama, perluas pergaulan. Kalau tiap hari hanya di kamar, mau bertemu siapa? Punya goal, tetapi harus diikuti langkah.
Contoh lain: 2026 tidak mau menganggur. Bagus. Lalu apa langkahnya? Hanya berdoa tanpa rencana konkret tidak cukup. Tanyakan: mau kerja apa? Apa skill-nya? Jika belum ada, kursus. Belajar masak, belajar nyetir—minimal ada keahlian untuk mulai. Lanjutkan dengan kirim lamaran—ambil langkah-langkah nyata.
Contoh rohani: “Goal saya 2026, hubungan saya intim dengan Tuhan.” Bagus! Lalu apa rencana kamu? “Ya, enggak ada, Pastor. Seperti biasa saja.” Tidak bisa begitu! Mulailah membuat planning yang konkret.
Misalnya: “Mulai tahun 2026, Pastor, saya akan berdoa 10 menit setiap hari.” “Loh, kok pendek banget?” “Sebelumnya saya enggak pernah berdoa sama sekali, Pastor.” Oke, lumayan! Lebih baik mulai dari kecil daripada tidak mulai sama sekali.
Atau, “Tahun 2026 saya mau baca dua ayat setiap hari.” “Dua ayat itu sedikit, loh.” “Iya, tapi sebelumnya satu ayat saja butuh setahun, Pastor!” Oke, tidak apa-apa. Yang penting ada langkah konkret.
Tempatkan langkah-langkah yang jelas atas apa yang ingin Saudara lakukan. Kalau benar percaya bahwa yang terbaik dari Tuhan ada di depan, mulailah dengan perencanaan yang nyata.Kenapa? Karena rencana hanya akan sebaik sejauh mana rencana itu dikerjakan.
Saudara boleh punya rencana sehebat apapun, tapi kalau tidak dilakukan, percuma.
Dulu saya obesitas — berat saya 90 kg. Saya punya rencana untuk kurus, bahkan sudah bertahun-tahun. Saya tahu caranya, saya pelajari semua metode diet, bahkan bisa ngajarin orang lain. “Kalau mau kurus, atur pola makan begini, olahraga begini, hitung kalori begini.” Semua saya tahu. Orang yang saya ajarin malah kurus duluan. Masalahnya, saya sendiri tidak pernah mempraktikkannya. Bertahun-tahun tetap gemuk.
Percuma punya rencana tanpa tindakan. Kita bisa berkata, “Saya mau lebih intim dengan Tuhan.” Bagus — tapi apakah kamu lakukan?
Itulah poin ketiga: implementasi. Jalankan. Praktikkan. Karena rencana yang tidak dikerjakan hanya akan menjadi angan-angan.Kalau Saudara percaya bahwa yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan, maka:
- Lupakan apa yang ada di belakang.
- Arahkan diri ke depan — buat perencanaan, kumpulkan apa yang masih Saudara miliki, susun langkah-langkahnya.
- Lalu kerjakan. Implementasikan satu per satu, pelan-pelan saja tapi konsisten.
#3 Berlari-lari kepada tujuan
Dan yang terakhir, Paulus berkata:
- … dan berlari-lari kepada tujuan …
Saya tanya: orang yang berlari itu santai dan enak, atau capek? Tentu capek.
Artinya apa? Kalimat “berlari-lari kepada tujuan” menggambarkan bahwa kita harus memasukkan usaha dan kerja keras untuk mengejar apa yang ingin kita capai di tahun 2026.
Masalahnya, banyak orang kehilangan dorongan untuk berusaha karena masih belum bisa meninggalkan masa lalunya. Tapi ketika seseorang sudah move on, ia kembali optimis, siap bangkit, siap kerja keras lagi. Kenapa? Karena hatinya sudah menghadap ke depan.
- The height of your achievement will only be as high as the effort you put into pursuing it.
Tingginya pencapaian Saudara akan sebanding dengan besarnya usaha yang Saudara berikan. Kalau ingin hasil besar, Saudara harus siap bekerja keras sebesar itu juga.
Orang malas tidak akan punya pencapaian besar. Kita harus siap berusaha. Masalahnya, sering kali orang Kristen tidak suka mendengar kata “usaha” atau “kerja keras.” “Ah, enggak perlu, Pastor. Kan ada kasih karunia.”
Ini jawaban saya: Kalau kasih karunia membuat seseorang malas, saya tidak percaya itu kasih karunia dari Tuhan. Tidak mungkin Tuhan memberi anugerah yang membuat kita tidak lagi mencerminkan karakter-Nya.
Tuhan kita bukan Tuhan yang pemalas. Firman Tuhan berkata: Dia tidak pernah terlelap, tidak pernah tertidur. Dia selalu berjaga-jaga atas kita. Tuhan yang rajin tidak mungkin memberi anugerah yang membuat kita malas. Lalu kalau kita menerima kasih karunia, buat apa kerja keras? Penjelasannya sederhana: justru karena kita menerima kasih karunia, kita semakin termotivasi untuk berusaha lebih sungguh-sungguh.
Kasih karunia tidak meniadakan kerja keras — kasih karunia memberdayakan kerja keras. Kasih karunia memberi dorongan, energi, kekuatan, dan semangat baru untuk maju mengejar apa yang Tuhan mau kita capai.
Penutup
Saya percaya, yang terbaik dari Tuhan masih ada di depan hidup setiap kita. Tinggalkan apa yang di belakang, arahkan diri ke depan, dan ketika kita menerima kasih karunia Tuhan, masukkan usaha yang diperlukan untuk mengejar pencapaian yang Tuhan sudah siapkan.
Saya percaya, lewat hidup kita Tuhan akan mengerjakan hal-hal yang besar. Tuhan punya rencana yang baru. Tuhan punya jalan yang baru. Tuhan punya sungai yang baru yang akan Dia buka bagi setiap kita.
Kita bersiap masuk tahun 2026 dalam anugerah Tuhan! Amin!