Perjalanan pemenang: keselamatan (Sikap teologis)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 7 Maret 2021 18.39 oleh Leo (bicara | kontrib) (upd)
Lompat ke: navigasi, cari
Logo OSP.png
Sikap teologis
GBI Jalan Gatot Subroto
Tanggal22 November 2020
Video Voice of Pentecost 24 (Leonardo Wayong )
Unduh Unduh OSP

Sebuah Studi dari Kitab Ibrani mengenai Justification, Sanctification, dan Glorification

Ibrani 2:3 berkata, "bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai ..."

Kata "keselamatan yang sebesar itu" (Inggris: great salvation) dalam bahasa aslinya adalah Teleikoutos Soteria (Strong’s G5082). Teleos mengandung arti ‘kedewasaan, kesempurnaan, penyelesaian, progress of time’.

Ibrani 5:9 berkata, "dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya."

Kata "pokok keselamatan yang abadi" (Inggris: eternal salvation) dalam bahasa aslinya adalah Aeonous Soteria (Strong’s G166). Aeonous mengandung arti ‘Kekal, sudah dari zaman dahulu, dunia yang akan datang’.

Ibrani 7:25 berkata, "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka."

Kata "menyelamatkan dengan sempurna" (Inggris: save to the uttermost) dalam bahasa aslinya adalah Panteles (G3838) yang artinya; Pan (all) Teleos (G5082). Kembali lagi mengandung unsur kesempurnaan, keutuhan, finalitas.

Para penerjemah Alkitab King James (1611) dapat merasakan progresi pengajaran Rasul Paulus tentang karya Kristus di dalam menyelamatkan manusia adalah suatu hal yang multi fase, itulah sebabnya mereka memilih menerjemahkan Teleikoutos Soteria sebagai Keselamatan yang Besar, yang juga diikuti oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Keselamatan adalah sebuah karya yang multi-fase dan multi-dimensi.

I. Justification

Sering kali terutama di Indonesia, orang hanya mengenal keselamatan di dalam satu atau dua aspek saja, yaitu aspek legal dan eskatologikal. Hal ini tercermin dalam pertanyaan-pertanyaan seperti:

"Kalo gue bikin ini, ntar dosa nggak ya…?"
"Kalo gue buat ini, t'rus ntar gua masuk neraka nggak ya…?"

Hal ini memang wajar karena budaya Indonesia yang secara umum masih termasuk budaya yang teistik (cara pandang spiritualitas/keagamaan termasuk tinggi) dan percaya kepada ‘Last Judgement’ sebagai lembaga peradilan terakhir yang menjadi dasar dari tindakan moral di dalam masyarakat. Bahkan di dalam masyarakat sekuler sekalipun, ketika seorang manusia menghadapi ujung dari perjalanan hidupnya di dunia, ia tidak dapat dengan jujur menampik bayang-bayang kekekalan yang menghantuinya. Meskipun apa yang sering kita lihat di media, atau yang kita baca di dalam buku-buku, pada kenyataannya banyak orang takut untuk berhadapan langsung dengan kematian, apalagi menghadapinya sendirian. Mereka membutuhkan sesuatu, entahkah itu seseorang, ataupun suatu ideologi yang bisa memberikan kepada mereka JUSTIFICATION (pembenaran) dan ASSURANCE (kepastian) bahwa sehabis kematian, ada keberadaan yang lebih baik yang menanti mereka, atau paling tidak, hidup mereka telah memberikan arti/Niall sesuatu dan mereka tidak mati sia-sia.

I.A. Manusia berdosa tidak dapat menghapuskan kebutuhannya akan Pengampunan

Kitab Ibrani menggambarkan Tuhan Yesus sebagai penggenapan dari ritual-ritual korban Perjanjian Lama dengan meng-"superimpose"-kan semua gambaran itu ke dalam diri Tuhan Yesus.[1]

  • Dialah Imam Besar yang lebih baik dari Iman Besar di Perjanjian Lama.
  • Dialah Korban yang lebih baik dari korban darah anak domba di Perjanjian Lama.
  • Dialah Bait (tubuh-Nya) yang lebih baik daripada Bait di Perjanjian Lama.
  • Darah-Nya berbicara lebih baik (meminta pengampunan) daripada darah Habel (menuntut balas).

I.B. Manusia berdosa membutuhkan pembenaran dari Tuhan

Hanya Yesus yang sungguh-sungguh bisa menawarkan pengampunan yang sejati, yang bukan hanya memberikan perasaan kelegaan di dalam hati kita secara subyektif, tetapi memulihkan status kita secara obyektif menjadi orang yang dibenarkan di hadapan Allah, karena darah-Nya menutupi dan membatalkan dakwaan si Iblis kepada kita di hadapan Allah (Kolose 2:14; Ibrani 9:15).

Yesus sanggup memberi pengampunan karena Ia telah memenuhi seluruh standar kebenaran Allah dan Dia menjadi korban substitusi bagi kita. Karena kita percaya kepada pribadi dan karya-Nya, maka pengampunan itu tersedia bagi kita. Inilah yang disebut Justification (Dikaioma, Strong’s G1345)

Di luar hal ini, maka pengampunan dosa menjadi sesuatu yang tidak jelas, dan berandai-andai. Di dunia sekuler, hal ini dilakukan baik dengan cara menghilangkan/menurunkan standard dosa/pelanggaran itu sendiri (mentalitas: "Itu dulu emang dosa, bro. Cuma sekarang kan zaman dah berubah.") atau dengan cara pseudo psychology yang berkata bahwa dosa itu adalah "negative self-image/self-reject". Di dunia spiritualitas timur, hal ini dilakukan dengan memenuhi tuntutan ritual-ritual agama, yang kita lihat dari eksposisi kitab Ibrani di atas, tidak mungkin menyucikan hati nurani yang terus menerus mengingatkan akan dosa (bdk. Ibrani 9:14).

Pada fase JUSTIFICATION ini tekanannya adalah: MANUSIA DIAMPUNI DARI DOSANYA.

Sebuah kata-kata dalam lagu himne Kristen lama: "On Christ the solid rock I stand, all other ground is sinking sand"[2] (Indonesia: Pada Kristus sang batu karang yang teguh aku berdiri, yang lainnya hanya pasir yang menenggelamkan). Betapa ajaibnya, dahsyatnya, dan kokohnya Keselamatan Sejati yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus bagi kita umat-Nya. Pada dasarnya kita semua tidak layak untuk menerima kasih karunia yang begitu besar ini. Itulah yang selalu menjadi kekuatan kasih karunia ("grace"), yaitu diberikan kepada mereka yang tidak layak ("undeserving") menerimanya.

"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah," (Efesus 2:8)
  • Kasih karunia (by grace) adalah tindakan berdaulat Allah berbelas kasihan kepada kita manusia berdosa.
  • Oleh iman (through faith) adalah respons kita yang diberdayakan oleh Roh Kudus untuk percaya dan menyerahkan diri kita kepada Tuhan untuk mengikuti-Nya seumur hidup kita.

Kita sudah melihat, bahwa keselamatan adalah multi fase dan multi dimensi. Kitab Ibrani yang sama juga mengajak kita untuk maju terus di dalam perjalanan keselamatan itu. Ibrani 6:1 berkata,

"Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah."

Ternyata ada suatu dimensi baru setelah JUSTIFICATION, yaitu SANCTIFICATION.

II. Sanctification

Ibrani 10:29 berkata, "Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?"

Ternyata kasih karunia yang sama yang telah membenarkan kita, adalah juga kasih karunia yang sama yang memanggil kita ke arah kehidupan yang kudus. Ibrani 10 menggambarkan sejarah bangsa Israel sebagai sebuah pattern/template bagi kehidupan orang percaya.

Di dalam Perjanjian Lama, kekudusan memang dilambangkan dengan pemisahan secara fisik ("physical separation") sebagai ciri utama yang membedakan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Di dalam Perjanjian Baru, kesucian hati nurani lah yang menjadi fokus utama di dalam proses penyucian. Sekali lagi, ada beberapa aspek yang kita dapat lihat di dalam proses SANCTIFICATION ini.

II.A. Dipenuhi Roh Kudus setiap waktu

Kitab Ibrani dipenuhi dengan referensi mengenai karya Roh Kudus (Ibrani 6:4; 9:8; 9:14; 10:15, dst). Juga di surat-surat yang lain Paulus menekankan pentingnya dipenuhkan dengan Roh Kudus, supaya kita mengalahkan/mematikan keinginan daging.

Roma 8:6 berkata, "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera."
Galatia 5:16-17 berkata, "maksudku adalah; hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging…"

Selain itu, salah satu fungsi utama kepenuhan Roh Kudus, adalah membangkitkan talenta dan karunia yang akan menjadi indikator kuat ke arah panggilan dan tujuan hidup kita.

Sebagai Insan Pentakosta, kita tahu bahwa meterai kepenuhan Roh Kudus dalam kehidupan kita adalah bahasa doa yang diberikan kepada kita (glossolalia). Dengan melatih/mengobarkan Roh Kudus di dalam kehidupan kita dengan mempraktekkan glossolalia, kita sedang membangun manusia rohani kita untuk menjadi sehat, kuat, dan mampu mengalahkan kelemahan daging kita, dan daya tarik dunia ini.

II.B. Mengalahkan kelemahan dan kedagingan kita

Ibrani 10:26 berkata, "Sebab jika sengaja berbuat dosa sesudah kita memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu."

Kata ‘sengaja’ di sini diambil dari Bahasa Yunani ‘Hekousios’ yang berarti kemauan sendiri[3]. Hal ini dibandingkan/dikontraskan dengan dosa yang dilakukan karena ketidaktahuan dan/atau kelemahan. Dari penjelasan ini dapat kita lihat bahwa banyak orang percaya masih ada dalam posisi terbelenggu dalam kelemahan mereka. Dalam hati mereka, mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan salah, tetapi mereka belum cukup melatih otot-otot rohani mereka untuk melawan keinginan daging mereka. Posisi ‘stalemate’ alias gencatan senjata antara sifat manusia baru dengan keinginan daging manusia lama adalah posisi yang amat berbahaya, karena mata hati manusia baru tersebut dapat menjadi buram, dan akhirnya lama-kelamaan mereka kembali lagi ke dalam posisi menyerah, menerima, dan menikmati dosa yang dilakukan oleh manusia lama mereka.

Yang menarik untuk diperhatikan adalah kata ‘Hekousios’ juga dipakai secara positif di dalam 1 Petrus 5:2 yang berkata,

"Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri."

Ternyata kehendak kita sangat menentukan faktor kemenangan kita atas dosa dan keinginan daging.

  • Peranan Roh Kudus ialah memberikan kepada kita keinginan/kerinduan/kesenangan yang baru yaitu melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya.
  • Peranan kita adalah menundukkan keinginan kita kepada kendali Roh Kudus.

II.C. Setia kepada panggilan dan tujuan hidup kita

Di dalam kitab Ibrani juga dijelaskan bahwa mereka yang murtad/meninggalkan Tuhan dan meninggalkan panggilan mereka adalah mereka yang tidak tahan terhadap proses pembentukan sebelum pada akhirnya mereka mencapai Tujuan Hidup (‘Destiny’) yang Allah siapkan untuk mereka. Dalam Ibrani 10:35-39 kita melihat dengan jelas bahwa ada kemungkinan bahwa orang-orang percaya sekalipun akan kehilangan ‘Destiny’ yang Allah sediakan bagi mereka, dan hal ini memiliki konsekuensi yang serius, bukan hanya hidup kita jadi kurang bahagia dan kurang diberkati, tapi kita berisiko kehilangan perkenanan Allah atas hidup kita.

  • Esau adalah salah satu contoh orang yang rela menukarkan ‘Destiny’-nya/hak kesulungannya karena keinginan daging yang tidak sanggup dikuasainya (Ibrani 12: 16-17).
  • Samson adalah salah satu contoh kasus yang menarik yang menunjukkan korelasi antara ketidakmampuan mengendalikan kelemahan daging dan kehilangan tujuan kehidupannya.
    Samson adalah seorang Nazir Allah yang sangat diurapi, dengan kemampuan yang sangat luar biasa. Namun Samson jelas-jelas memiliki kelemahan daging yang sangat kentara (pesta pora, masuk, main wanita, semua bentuk nafsu kedagingan, dan omongan kasar). Para sarjana Alkitab mencari cari jawaban, mengapa Roh Allah belum meninggalkan Samson, dan tetap memakai Samson menjadi alat yang perkasa di tangan Tuhan, sampai pada titik di mana ia rela mengkhianati sumpah nazir-nya dengan membiarkan Delilah mencukur ketujuh kepang rambutnya. Pada titik itulah Roh Allah meninggalkan dia. Hanya karena kemurahan Tuhanlah pada akhir hidupnya, Samson teringat kembali kepada ‘Destiny’ Allah dalam hidupnya, dan di tengah-tengah kebutaan matanya, ia memohon untuk dipulihkan Kembali kepada ‘Destiny’ aslinya.
Ibrani 10:38-39 berkata, "Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya. Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan hidup."

II.D. Menunjukkan karakter Kristus dalam kehidupan sehari-hari

Kitab Ibrani menunjukkan struktur Pauline (gaya penulisan Rasul Paulus) yang amat jelas, yaitu nasihat-nasihat praktis sesudah paparan kebenaran doktrinal. Ibrani 13:1-6, 16 dengan indahnya menggambarkan karakter Kristus yang ditampilkan dengan hal-hal seperti:

  • Menjaga kasih persaudaraan
  • Keramahtamahan
  • Keprihatinan tulus atas mereka yang membutuhkan dan menderita
  • Penggunaan otoritas yang tepat (ingatlah akan orang-orang hukuman, jangan sewenang-wenang)
  • Moralitas seksual dan keluarga
  • Integritas ekonomi (jangan rakus/jangan jadi hamba uang)
  • Berbuat baik kepada komunitas

Seseorang Kristen yang menunjukkan karakteristik seperti ini disebut orang Kristen yang dewasa, bertumbuh ke arah keserupaan dengan Kristus.

  • Kekudusan bukan hanya mengenai tindakan dalam penyembahan (walaupun hal itu juga bagian dari kekudusan), tapi juga mengenai karakter yang tulus, murni, baik, dan berguna bagi sesama. Kekudusan berbicara mengenai undefiled/undivided heart devotion to God (hati yang terpaut sepenuhnya dan seutuhnya kepada Tuhan).
  • Kedewasaan juga berbicara mengenai kebijaksanaan/kebaikan hati terhadap sesama.

II.E. Hormat dan setia kepada persekutuan/tubuh Kristus

Dalam Ibrani 13:7-9, 17 penulis kitab Ibrani mengajarkan kita untuk mengingat, taat, dan mendukung para pemimpin rohani yang berjaga jaga atas kehidupan kita. Proses pembentukan dan pertumbuhan rohani tidak dapat dipisahkan dari melaksanakan disiplin-disiplin rohani yang diterapkan oleh para pemimpin rohani di dalam komunitas/gereja di mana orang Kristen tertanam. Ini termasuk dalam ekspresi-ekspresi rohani yang dipraktekkan di dalam gereja, sebagaimana yang pemimpin rohani dapatkan berdasarkan hikmat dan tuntunan Roh Kudus, seperti misalnya: doa puasa, menara doa, doa keliling, kelompok sel, kelas pemuridan, bimbingan pra-nikah dan lain-lainnya. Faktanya bahwa pertumbuhan orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari persekutuan dengan sesama orang Kristen lainnya dan kepemimpinan para pemimpin rohani (bdk. Kisah 2:42; 2:47; 4:33; Ibrani 13:7, 17, 24; bdk. Filipi 2:1-2).

Pada fase SANCTIFICATION ini tekanannya adalah: MANUSIA MENANG ATAS DOSANYA.

Sekali lagi, kasih karunia (by grace) adalah tindakan Tuhan memberikan Roh Kudus-Nya untuk memenuhi dan menguatkan kita dengan kehadiran, pengurapan, dan karunia-Nya. Melalui iman (through faith) adalah kita dengan iman/setia (‘faithfulness’; Pistis; Strong’s G4102) kita mengerjakan ketaatan dan latihan-latihan yang membangun manusia rohani kita.

Kitab Ibrani ditulis antara tahun 60-70M yang berarti bahwa meskipun penganiayaan di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi di bawah Kaisar Nero belum dimulai [4] (ditandai dengan penulis kitab Ibrani masih mengutip ibadah-ibadah di Bait Allah yang masih berlangsung. Bait Allah dihancurkan oleh Legio X di bawah Jendral Titus tahun 70M). Di tengah-tengah suasana makro dunia yang gonjang-ganjing, sebagai efek langsung dan tidak langsung COVID-19 dan lainnya, masih adakah harapan untuk Gereja? Bukan hanya harapan untuk dapat bertahan, tetapi juga untuk keseluruhan rencana Allah atas seluruh dunia? Ternyata masih ada! Namanya adalah kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Di dalam doktrin keselamatan, seringkali hal ini disebut sebagai GLORIFICATION.

III. Glorification

Ibrani 10:37 berkata, "Sebab sedikit, bahkan sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya…"

Bagi jemaat Gereja mula-mula, doktrin mengenai Kedatangan Tuhan adalah sesuatu yang vital di dalam memelihara kehidupan iman mereka. Di tengah-tengah dunia yang tidak menentu, maka bagi orang Kristen yang sungguh-sungguh mengikuti Tuhan, hanya tersisa sedikit ruangan untuk memiliki impian bagi masa depan mereka secara pribadi. Ini bukan berarti bahwa orang-orang percaya di gereja mula-mula adalah sekelompok orang putus asa dan ingin segera meninggalkan dunia yang sudah jatuh ini, sebaliknya justru mereka berupaya keras untuk meninggalkan jemaat kaki/memberi dampak di mana pun arah kehidupan membawa mereka.

Paulus menasihatkan hal ini di dalam 1 Timotius 2:1-4:

"Pertama-tama aku menasihatkan naikkanlah permohonan doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang. Untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan kan kebenaran."

Tidak salah mengharapkan keadaan menjadi lebih baik, ekonomi dipulihkan, dan cita-cita pribadi kita tercapai, tetapi itu semua harus dibawa dalam keselarasan Tujuan Allah secara global, yang dicatat di ayat 4, yaitu ‘yang menghendaki semua orang diselamatkan’. Dapat kita katakan bahwa Penggunaan Amanat Agung-lah yang menjadi keinginan hati Allah sendiri dan alur sejarah akan mau tidak mau bermuara kepada penggenapan rencana Tuhan yang besar atas dunia ini, di mana keselamatan diberitakan ke setiap Suku, Bangsa, Kaum, dan Bahasa.

Matius 24:14 berkata, "Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan ke seluruh dunia, menjadi kesaksian bagi segala bangsa, barulah kesudahan itu tiba."

Tuhan adalah Allah atas sejarah. Dia yang memulai segala sesuatu, Dia juga yang akan mengakhiri segala sesuatu. Manusia tidak berkuasa atas jalannya sejarah, tetapi Allah-lah.

Apakah tujuan dari kedatangan Kristus kembali?

III.A. Kristus datang untuk menyempurnakan keselamatan kita dengan cara memberikan kita Tubuh Kemuliaan

2 Korintus 5:2: "Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh karena kita rindu untuk mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini."
2 Korintus 5:4: "Sebab selama kita masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup."

Dalam 2 Petrus 1:13-14, Petrus menganggap bahwa tubuhnya adalah kemah selama ia berada dalam dunia ini.

Jika kita melihat kembali proses Justification, Sanctification, dan Glorification, maka di tahap kedua (Sanctification) diperlukan kerjasama keinginan manusia untuk selalu mau untuk taat dan dituntun oleh Roh Allah. Semakin dalam tingkat pengudusan kita dan semakin tinggi tingkat pemenuhan Roh Kudus atas hidup kita, semakin ’mudah’ bagi kita untuk mematikan kedagingan kita dan juga kejiwaan kita (‘soulishness’); hidup dipimpin oleh Roh. Namun selama kita hidup di bumi ini, kedagingan kita tidak bisa 100 persen dihilangkan. Bahkan John Wesley pun tidak percaya kepada doktrin "Sinless Perfection", meskipun pada masa kini ada sebagian kecil dari pengikut Wesley yang mengajarkan hal tersebut[5]. Pada waktu Tuhan kembali menjemput kita di awan-awan, maka mereka yang sudah terlebih dahulu ‘beristirahat’ di dalam Tuhan, akan dibangkitkan dengan Tubuh yang Mulia seperti tubuh yang dikenakan oleh Tuhan Yesus pada kebangkitan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan ‘Kemah yang Baru’.

Di dalam Tubuh yang Mulia ini kita akan:

  • Terbebas dari kehadiran dosa di dalam daging kita. Kita tidak lagi mengalami ‘pergumulan’ dengan daging manusia lama yang telah dilemahkan oleh dosa. Banyak orang bertanya, apakah di dalam tubuh kemuliaan kita bisa jatuh lagi dalam dosa? Jawabannya adalah tentu saja tidak.
  • Terbebas dari keterbatasan tubuh jasmani. Di dalam keberadaan inilah, apa yang dicatat dalam Mazmur 8:6 sungguh-sungguh digenapi, Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat…"[6]
    • Allah Maha Tahu — Manusia dalam tubuh kemuliaan: Ingin tahu apa saja, bisa
    • Allah Maha Kuasa — Manusia dalam tubuh kemuliaan: Sangat berkuasa
    • Allah Maha Hadir — Manusia dalam tubuh kemuliaan: Hadir dari A ke B, on the speed of light
    • Allah Kudus — Manusia dalam tubuh kemuliaan: Kudus
  • Hidup di alam yang sama dengan Allah. Tidak ada lagi apapun yang memisahkan; kita akan melihat Dia berhadapan muka ("face to face").

III.B. Memberi upah kepada kita, hamba-hamba-Nya

Di dalam banyak perumpamaan Tuhan Yesus, dan juga di dalam surat Paulus, konsep mengenai mahkota adalah upah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang setia. Allah adalah Raja di atas segala raja, manusia dalam tubuh kemuliaan: raja kecil yang memerintah bersama Tuhan Yesus. Di dalam perumpamaan-perumpamaan akhir zaman Tuhan Yesus di dalam Matius 24 dan 25, terlihat beberapa motif yang konsisten.

  • Tuan dan Hamba: inilah hubungan fungsional antara kita dan Tuhan selama kita berada di dalam dunia ini. Di dalam masyarakat Timur Tengah, bahkan mungkin sampai pada zaman ini, ketika anak seorang tuan tanah sedang bekerja di ladang, susah dibedakan penampilannya dengan para pengerjanya. Hanya ketika hari sudah sore dan pekerjaan selesai, barulah para hamba melayani sang tuan. Demikianlah nanti pada hari kedatangan-Nya: para malaikat akan datang dan melayani hamba-hamba-Nya. Secara relasional kita adalah anak. Secara fungsional kita adalah hamba.
  • Tuan yang pergi jauh dan pada akhirnya kembali membawa upah. Hal ini merupakan penggambaran mengenai Hari Kedatangan Tuhan yang tidak dapat diketahui oleh siapapun.
  • Penguasaan atas kota, talenta dan mina: inilah penggenapan final dari tujuan Allah menciptakan manusia di Kejadian 1:6, "... beranak cucu lah dan bertambah banyak lah. Penuhilah bumi dan taklukkanlah …hendaklah mereka berkuasa atas segala ciptaan Allah…"
  • Talenta dan Mina adalah unit ukuran finansial, yang pada zaman dahulu diukur dengan Emas dan Perak. Hal ini tentu saja diartikan secara simbolis karena dalam keberadaan kekal, kita tidak memerlukan uang. Emas dan Perak menggambarkan tingkat-tingkat kemuliaan, yang juga dijelaskan Paulus akan diterima orang percaya pada Hari Kedatangan-Nya (1 Korintus 3:10-15, 15:35-44). Uang juga berbicara mengenai kemampuan mempengaruhi, memerintah, dan menguasai; itulah yang diwujudkan di dalam pribadi Mamon (ilah atas kekayaan dan kemampuannya untuk mempengaruhi banyak orang). Pada saat itu, kita akan dianggap ‘layak’ untuk memerintah bersama Allah atas seluruh ciptaan-Nya, karena selama kita melayani Dia di bumi ini, kita telah belajar menaklukkan dan menggunakan Mamon, bukannya ditaklukkan dan diperalat Mamon.

III.C. Menyelesaikan rencana-Nya dengan menghancurkan Iblis dan menegakkan Kerajaan-Nya

Pada akhirnya, keselamatan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib bukan hanya bersifat individual, tetapi juga Kosmik, seperti yang ditegaskan oleh Paulus dalam surat Roma 8 mulai dari ayat 19, "Seluruh makhluk mengeluh dalam belenggu, menantikan pernyataan anak-anak Allah…".

Ia akan datang kembali, ketika semua rencana-Nya telah genap. Ia akan merebut kekuasaan dari tangan si Iblis, menghancurkan tahta dan kerajaan si Iblis, dan mendirikan Kerajaan-Nya di bumi ini. Tanpa hal ini, maka nilai Keselamatan yang dikerjakan Kristus di kayu salib akan menjadi sangat diperkecil. Ia akan hanya menjadi juruselamat yang sanggup menolong, melepaskan, menyembuhkan kita, tetapi selama hidup di dunia ini kita berada dalam ‘rundungan’ penguasaan si jahat yang memang disebut ilah zaman ini (‘God of this Age’).

Itulah sebabnya juga Hari Kedatangan Tuhan menyongsong suatu Era yang Baru (A New Age) dengan bergantinya penguasa yang lama dengan penguasa yang baru; yang sah, layak, dan akan memerintah dengan segala keadilan dan kebenaran.

1 Yohanes 3:2-3 berkata, "Saudara saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya menyucikan dirinya sama seperti Dia yang adalah suci…"

Pada fase GLORIFICATION ini tekanannya adalah: manusia tidak lagi memiliki kehadiran dosa.

Sekali lagi, dengan kasih karunia (by grace) kita diwahyukan kebenaran ini oleh ilham Roh Kudus atas Firman-Nya. Melalui iman (through faith) kita berpegang teguh kepada pengajaran ini melewati masa-masa baik senang maupun sulit, sambil menjaga pengharapan ini tetap terjaga di hati kita.

Penutup

Insan Pentakosta menganut doktrin "progressive salvation" bukan hanya karena itu adalah tradisi yang diwariskan oleh para pendahulu kita, tetapi berdasarkan studi yang jujur dan komprehensif dari surat-surat Paulus, surat-surat umum, bahkan dari melihat typology Perjanjian Lama, bahwa inilah Injil yang seutuhnya. Juruselamat kita yang mati mencurahkan darah-Nya untuk mengampuni kita dari dosa dan membenarkan kita di hadapan Allah, adalah juga Juruselamat yang sama yang bangkit dan naik ke sorga, mengutus Roh Kudus-Nya untuk menyucikan dan memberdayakan kita menjadi alat di tangan-Nya, adalah Juruselamat yang sama yang berjanji untuk datang menjemput kita di dalam kemuliaan kekal bersama-Nya. (AL)

Catatan kaki

  1. ^ Dengan memakai gambaran imamat Perjanjian Lama dan superioritas Yesus dalam Perjanjian Baru, penulis Kitab Ibrani memberikan sebuah konsep diskontinuitas-kontinuitas secara bersamaan. Diskontinuitas di mana sistem korban secara literal tidak lagi diperlukan. Kontinuitas di mana karya imamat Yesus digambarkan dalam tema Perjanjian Lama. Lihat: I. Howard Marshall, New Testament Theology: Many Witnesses, One Gospel (Downers Grove, IL: IVP Academic, 2004), 611-613.
  2. ^ "My hope is built on nothing less", author: Edward Mote (1834)
  3. ^ Kata ‘hekousios’ ketika dikaitkan dengan sebuah aksi berarti sebuah tindakan yang dilakukan secara sadar atas kehendak sendiri dan sengaja (voluntary, deliberate). Pengertian ini dapat dikaitkan dengan konsep dosa yang dilakukan dengan sengaja (NET: "defiantly"; ESV: "with a high hand") dalam Bil 15:22-31. Lihat: Luke Timothy Johnson, Hebrews: A Commentary, The New Testament Library (Louisville, KY: Westminster John Knox Press, 2006), Heb 10:26-27, Logos.
  4. ^ D.A. Carson dan Douglas J. Moo, An Introduction to The New Testament-Second Edition (Grand Rapids, MI: Zondervan, 2005), 607-608
  5. ^ Pandangan Metodis Wesleyan dapat diwakili oleh pernyataan berikut: "Ada banyak miskonsepsi tentang Kesempurnaan orang Kristen… bukanlah kesempurnaan absolut. Ini hanya berlaku untuk Tuhan ... bukan kekebalan terhadap godaan atau kecenderungan dosa." H. Orton Wiley, Christian Theology, Vol 2 (Kansas City, MO: Beacon Hill Press, 1952), 498, Logos.
  6. ^ Sama seperti ‘langit dan bumi yang baru’ adalah sebuah gambaran yang lebih baik dari Eden, demikian pula gambaran kemuliaan manusia tidaklah hanya sebatas kondisi manusia sebelum kejatuhan dalam dosa. Meskipun demikian, manusia tidaklah ilahi. Lihat misalnya: Willem A. Van Gemeren, Psalms, The Expositor’s Bible Commentary Revised Edition (Grand Rapids, MI: Zondervan Academic, 2017), Psalms 8:5 Commentary, Olivetree

Lihat pula