Gereja online (Sikap Teologis GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Revisi sejak 10 September 2020 09.41 oleh Leo (bicara | kontrib) (upd)
Lompat ke: navigasi, cari

A. Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat menyebabkan miliaran manusia pada masa kini bersentuhan dengan internet dalam kegiatan sehari-hari, berkomunikasi melalui sosial media dan menjadi netizen (internet citizen). Ini juga berdampak dalam pelayanan gereja karena pada masa kini banyak orang Kristen yang enggan menghadiri ibadah di gedung gereja secara langsung tapi memilih mengikuti ibadah virtual secara online di rumahnya atau di tempat yang lain melalui gadget seperti smartphone.

Generasi ini banyak yang lebih tertarik untuk konek secara online lebih daripada tatap muka. Para pemimpin gereja tidak dapat menutup mata mereka menghadapi perubahan ini. Lebih penting lagi gereja perlu kreatif menjangkau mereka yang tidak mungkin hadir secara fisik karena beberapa penyebab seperti: penyakit, cacat, jarak yang jauh dan penyebab-penyebab lainnya, seperti tantangan keluarga dan lingkungan masyarakat. Beberapa pihak menyodorkan konsep “gereja online” sebagai solusinya. Mereka berargumen, “Mungkin gereja online tidak ideal di pandangan banyak pemimpin gereja, tetapi apakah kehadiran di gereja online tidak lebih baik daripada tidak hadir sama sekali? Bukankah mendengarkan Firman Tuhan melalui komputer lebih baik daripada tidak mendengarkan sama sekali?”

Untuk dapat dikatakan sebagai gereja online, tidak cukup sebuah gereja menyalurkan ibadah secara streaming online, memiliki komunitas facebook atau memiliki podcast yang selalu di update, tetapi mereka harus memiliki “dedicated online campus." Maksudnya mereka menganggap internet sebagai campus dengan chat yang interaktif, memiliki gembala yang berdedikasi penuh secara online pula dan memiliki pelayanan web untuk melayani jemaat, bahkan ada gereja yang menyiapkan para konselor dan pendoa syafaat yang melayani 24/7 (24 jam sehari, 7 hari seminggu).

Kini banyak bermunculan megachurch di Amerika Serikat dengan anggota jemaat hingga puluhan ribu yang memiliki 1 gedung gereja pusat yang mengadakan ibadah bersama, namun mereka juga memiliki beberapa gereja satelit di lokasi yang berbeda. Pujian, doa, dan pelayanan lain dilakukan secara langsung oleh para pelayan Tuhan, namun khotbah dilakukan dengan cara live streaming dari gereja pusat ke semua satelit atau dengan memutarkan rekaman khotbah Pendetanya. Di samping itu mereka memiliki ribuan jemaat yang mengikuti ibadah di tempatnya masing-masing melalui internet dan juga memberikan persembahan secara online.

B. Sikap Teologis GBI

  1. Alkitab, secara khusus Perjanjian Baru, mengamanatkan tugas pemberitaan firman Tuhan ke seluruh dunia (Matius 28:19-20; Markus 16:15-17; Kisah 1:8), maka pelayanan online adalah sarana yang efektif dipakai oleh setiap orang percaya baik dalam bingkai gereja maupun secara pribadi. Istilah pelayanan online lebih dipilih daripada gereja online agar tidak menimbulkan salah tafsir.
  2. Untuk menjangkau banyak jiwa. Roh Kudus tidak terbatas memakai berbagai sarana. Karena itu pelayanan online diyakini sebagai metode dan media yang dapat dipakai oleh Roh Kudus. Ladang sudah menguning tapi penuainya sedikit (Yoh. 4:35, Luk. 10:2). Untuk itu kemajuan teknologi melalui internet ini harus digunakan untuk menjangkau mereka yang tidak dapat dijangkau melalui metode klasik (gereja fisik).
  3. Amanat Agung Yesus dalam Matius 28:18-20 dalam pelaksanaannya ada yang bisa dilakukan dengan metode online misalnya pemberitaan Injil, pengajaran, pemuridan tapi ada yang harus dilakukan tatap muka secara langsung, yaitu baptisan.

Inti Sikap GBI tentang "Gereja Online"

Implikasi pelayanan pastoral

Perkembangan gereja dan pelayanan gereja sampai dengan sekarang ini telah mengarah kepada implementasi teknologi digital, yang melahirkan model dan pelayanan online. Pelayanan online memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai medianya dengan tujuan memperluas jangkauan pelayanan bagi seluruh warga jemaat. Pelayanan online bisa melengkapi tapi tidak akan menggantikan ibadah secara konvensional di gereja. Implikasinya dalam pelayanan GBI adalah sebagai berikut:

  1. GBI boleh bahkan didorong untuk memakai pelayanan online sebagai media penyebarluasan berita Injil, pembinaan rohani dan pelayanan pastoral kepada jemaat-jemaat. Tujuannya bukan untuk menggantikan pelayanan gereja secara konvensional, tapi justru untuk memperluas jangkauan pelayanannya.
  2. GBI mendorong adanya hamba Tuhan yang menangani pelayanan online dengan secara penuh waktu, berdedikasi tinggi, berhati gembala dan berjiwa misi. Ini akan menjadi faktor penentu keberhasilan pelayanan online GBI. Pengajaran dan pembinaan, doa dan konseling secara online dapat dilakukan secara efektif. Untuk itu perlu dipelajari pelayanan pastoral secara online ini dari gereja-gereja yang telah berfungsi dengan baik.
  3. GBI mengingatkan agar kita mewaspadai “gereja online” yang tujuannya hanya mencari keuntungan secara materi. Contohnya: Ada seorang yang bertindak sebagai operator yang menghimpunkan klip pujian dan khotbah dari tim pujian dan pembicara terkenal dari YouTube, kemudian menayangkannya dan meminta donasi, padahal dia tidak memiliki jemaat yang digembalakan secara langsung.

Terkait dengan Pejabat GBI

Setiap pejabat GBI didorong mengembangkan pelayanan melalui media atau online ini untuk penjangkauan dan pembinaan umat, namun ada hal yang harus dilakukan secara tatap muka yaitu: Ibadah di suatu tempat secara konvensional yang kemudian disiarkan secara live streaming, pelayanan sakramen (baptisan air dan perjamuan kudus), juga pemberkatan pernikahan dan pemakaman.

Referensi

  • Departemen Teologi (2018). Pdt Henky So, MTh, et. al.. ed. Sikap Teologis Gereja Bethel Indonesia: Pasal 15 Gereja Online. Departemen Teologi Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia.