Menanggapi janji-janji Allah dengan benar (1)

Dari GBI Danau Bogor Raya
< Ayo Saat Teduh‎ | 08
Revisi sejak 14 Juli 2018 10.13 oleh Leo (bicara | kontrib) (Leo memindahkan halaman Saat teduh/08/08 ke Ayo Saat Teduh/08/08)
Lompat ke: navigasi, cari

Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia. (Ibrani 11:11)

Sebelum kita melanjutkan renungan kita mengenai janji-janji Allah, mari kita melihat beberapa teladan dari orang-orang yang menanggapi janji-janji Allah dengan benar. Hal ini akan menolong kita dalam perjalanan hidup dari hari ke hari di dalam kasih karunia Allah. Ingatlah bahwa hidup dalam kasih karunia Allah dan mengandalkan hidup kita dalam janji-jani-Nya adalah dua cara pandang dari satu kebenaran yang sama. Keduanya berbicara mengenai pekerjaan Allah di dalam dan melalui hidup umat-Nya.

Sara menanggapi janji-janji Allah dengan sikap yang benar. Memang pada awalnya ia berusaha memenuhi sendiri janji Allah dengan caranya sendiri. “Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." dan Abram mendengarkan perkataan Sarai” (Kejadian 16:2). Memang benar ia pernah menertawakan janji yang menurutnya mustahil bisa dilaksanakan. “Dan firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya… Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” (Kejadian 18:10, 12). Namun demikian, pada akhirnya Sara memberikan tanggapan yang benar terhadap janji Allah. “Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu.” Sikap yang benar terhadap janji-janji Allah adalah dengan mempercayainya. Semua orang yang mengandalkan Allah untuk menggenapi apa yang Allah sudah janjikan akan mengalami pekerjaan Tuhan di dalam hidupnya. Sara percaya kepada janji Allah akan seorang anak, dan Tuhan membuat Sara dapat mengandung dan kemudian melahirkan anak tersebut. “Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat.”

Ishak dilahirkan walaupun sebenarnya Sara tidak memiliki kapasitas biologis untuk bisa memiliki keturunan. Ishak lahir karena Sarah memiliki iman kepada janji Allah. Perlu dicatat bahwa iman Sarah bukanlah sekedar sebuah kehendak kuat manusia, seperti “kekuatan pikiran positif.” Iman Sarah didasarkan kepada kesetiaan Allah. “Karena ia (Sarah) menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.” Sarah merenungkan pernyataan karakter Allah dan menyimpulkan bahwa Allah memang dapat diandalkan, jadi ia mengandalkan Allah.

Doa

Allah Bapa yang setia, aku mengakui bahwa sering kali aku menanggapi janji-janji-Mu seperti Sarah pada awalnya – merancang sendiri penggenapan janji-Mu, atau justru menjadi tidak percaya. Namun, saat aku merenungkan firman-Mu, aku melihat kesetiaan-Mu dinyatakan di sepanjang Alkitab. Dan, setiap saat aku percaya kepada penggenapan janji-Mu, maka Engkau selalu membuktikan kesetiaan-Mu yang ajaib, untuk hormat dan kemuliaan-Mu. Amin.

Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia. (Ibrani 11:11) Sebelum kita melanjutkan renungan kita mengenai janji-janji Allah, mari kita melihat beberapa teladan dari orang-orang yang menanggapi janji-janji Allah dengan benar. Hal ini akan menolong kita dalam perjalanan hidup dari hari ke hari di dalam kasih karunia Allah. Ingatlah bahwa hidup dalam kasih karunia Allah dan mengandalkan hidup kita dalam janji-jani-Nya adalah dua cara pandang dari satu kebenaran yang sama. Keduanya berbicara mengenai pekerjaan Allah di dalam dan melalui hidup umat-Nya.