Janji-janji Allah dan Hukum Taurat Allah (3)

Dari GBI Danau Bogor Raya
< Ayo Saat Teduh‎ | 08
Revisi sejak 14 Juli 2018 10.13 oleh Leo (bicara | kontrib) (Leo memindahkan halaman Saat teduh/08/02 ke Ayo Saat Teduh/08/02)
Lompat ke: navigasi, cari

Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu. (Roma 4:13-14)

Ayat-ayat di atas dari kitab Roma memberikan kepada kita renungan yang lebih mendalam mengenai janji-janji Allah dan hukum Taurat Allah. Sekali lagi Abraham menjadi tokoh dalam pembahasan ini.

Tuhan menjanjikan Abraham berkat yang tak terhitung. “Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya, dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kejadian 28:14). Janji-janji ini tidak tergantung kepada kemampuan Abraham untuk menaati hukum kudus Allah. “Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia.” Ketika Allah membuat janji ini kepada Abraham, hukum Taurat baru akan muncul beratus-ratus tahun kemudian. Demikian pula, janji ini tidak tergantung kepada sunat sebagai tanda perjanjian Abraham. “Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya” (Roma 4:11). Sunat baru ditambahkan setelah Abraham mendengar dan percaya kepada janji Allah.

Dalam pertemuan-pertemuannya dengan Allah, Abraham selalu diminta untuk menaruh kepercayaan dan penganalannya kepada Tuhan. “Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.” Ketika Abraham percaya kepada janji-janji Allah, pada saat itu juga, Tuhan menyatakan bahwa Abraham adalah orang benar di hadapan-Nya. “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Roma 4:3). Abraham percaya kepada Allah, dan hal tersebut memberinya hak untuk berdiri di hadapan Allah sebagai orang yang tidak berdosa dan membuatnya dapat menikmati penggenapan janji-janji Allah.

Pilihan lain dari “iman yang bergantung kepada Allah” adalah “usaha yang bergantung kepada diri sendiri.” Hal tersebut tidak akan dapat diterima di hadapan Allah. “Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu.” Berusaha untuk mendapatkan janji-janji Allah dengan melakukan hukum Taurat sama dengan mengatakan iman kepada Allah adalah sesuatu yang tidak ada artinya. Berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya sudah Tuhan janjikan untuk sediakan sama dengan mengatakan bahwa janji-janji Allah tidak berlaku lagi.

Doa

Ya Tuhan, ampuni aku bila aku sering kali mencoba dengan usahaku sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya sudah Engkau sediakan bagi kami. Sekarang aku sadar bahwa hal tersebut adalah bertolak belakang dengan iman kepada Engkau dan janji-janji-Mu kepadaku. Aku mohon agar Engkau memberikan kepadaku cara pandang yang baru mengenai keutamaan iman dan kuasa dari janji-janji-Mu. Amin.

Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu. (Roma 4:13-14) Ayat-ayat di atas dari kitab Roma memberikan kepada kita renungan yang lebih mendalam mengenai janji-janji Allah dan hukum Taurat Allah. Sekali lagi Abraham menjadi tokoh dalam pembahasan ini.