Keterikatan atau kemerdekaan (1)

Dari GBI Danau Bogor Raya
< Ayo Saat Teduh‎ | 05
Revisi sejak 18 Juli 2018 22.21 oleh Leo (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari

Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian, tidak seperti Musa, yang menyelubungi mukanya, supaya mata orang-orang Israel jangan melihat hilangnya cahaya yang sementara itu. (2 Korintus 3:12-13)

Hidup dengan hukum Taurat perjanjian lama adalah hidup berdasarkan perbuatan, yang mengandalkan kemampuan alamiah manusia. Hal ini akan mengakibatkan keterikatan rohani. Hidup dalam kasih karunia perjanjian baru adalah hidup berdasarkan persekutuan, yang mengandalkan kemampuan Allah. Hasilnya adalah kemerdekaan rohani.

Musa adalah pelayan Tuhan yang luar biasa. Ia adalah teladan bagi kita untuk berbagai hal. Namun, dalam ayat renungan kita hari ini, kita melihat bagaimana Musa hidup di dalam kemampuannya sendiri, memperlihatkan contoh kehidupan dalam hukum Taurat. Ketika Musa bertemu dengan Allah untuk menerima hukum Taurat, wajahnya akan bersinar karena kemuliaan Allah. Untuk kepentingan bangsa Israel, Musa menyelubungi wajahnya yang bersinar itu: “Musa, yang menyelubungi mukanya." Ketika kemuliaan ini mulai pudar, sesuai dengan maksud Tuhan, Musa tetap menyelubungi mukanya, “supaya mata orang-orang Israel jangan melihat hilangnya cahaya yang sementara itu." Dengan demikian, Musa terjebak di dalam keterikatan untuk menyimpan rahasia. Dia tidak ingin rakyat Israel melihat cahaya kemuliaan itu pudar. Ia ingin mereka berpikir bahwa wajahnya masih bersinar.

Semua kita pernah tergoda bersembunyi dibalik topeng kerahasiaan. Terutama jika kita mengandalkan kekuatan diri sendiri. Ketika kita bergantung kepada sumber daya kita yang terbatas, kita merasa bahwa kita tidak melakukan sebaik yang seharusnya dilakukan: “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup” (2 Korintus 3:5). Jadi kita mencoba untuk menyembunyikan hal tersebut. Kita ingin orang lain berpikir bahwa kehidupan rohani kita lebih mulia dari pada yang sebenarnya. Jadi kita memakai topeng kepura-puraan dan pembenaran diri sendiri. Solusi dari ikatan kerahasiaan ini adalah hidup dalam perjanjian baru kasih karunia.

Kita adalah pelayan-pelayan perjanjian baru: “Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru” (2 Korintus 3:6). Tuhan membuat kita sanggup dengan membagikan sumber daya-Nya yang melimpah-limpah kepada kita. “Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Korintus 3:5). Inilah pengharapan kita supaya tidak hidup dalam ikatan kepura-puraan seperti Musa. “Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian, tidak seperti Musa." Mereka yang hidup dalam kasih karunia Allah memiliki pengharapan yang besar ini, karena mereka mengandalkan Allah, bukan mengandalkan diri sendiri. Oleh karena itu mereka bisa menjadi berani, terbuka dan apa adanya. Jika mereka gagal, dengan rendah hati mereka mengakui ketidakmampuan mereka. Jika mereka berhasil, dengan terbuka mereka mengakui kemampuan Allah.

Doa

Tuhan, Engkaulah satu-satunya pengharapanku dan sumber kekuatanku. Hanya Engkau yang dapat membebaskan aku dari ikatan akibat mengandalkan diriku sendiri. Oleh karena itu, sesuai dengan Firman-Mu, aku mengandalkan Engkau setiap hari untuk memampukan aku untuk hidup dalam kebenaran-Mu. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus aku berdoa. Amin.

Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian, tidak seperti Musa, yang menyelubungi mukanya, supaya mata orang-orang Israel jangan melihat hilangnya cahaya yang sementara itu. (2 Korintus 3:12-13) Hidup dengan hukum Taurat perjanjian lama adalah hidup berdasarkan perbuatan, yang mengandalkan kemampuan alamiah manusia. Hal ini akan mengakibatkan keterikatan rohani. Hidup dalam kasih karunia perjanjian baru adalah hidup berdasarkan persekutuan, yang mengandalkan kemampuan Allah. Hasilnya adalah kemerdekaan rohani.