Kemuliaan yang pudar dan kemuliaan yang tetap

Dari GBI Danau Bogor Raya
< Ayo Saat Teduh‎ | 05
Revisi sejak 18 Juli 2018 22.20 oleh Leo (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Lompat ke: navigasi, cari

Sebab, jika yang pudar itu disertai dengan kemuliaan, betapa lebihnya lagi yang tidak pudar itu disertai kemuliaan. (2 Korintus 3:11)

Hukum Taurat perjanjian lama dan kasih karunia perjanjian baru sama-sama memiliki kemuliaan. Namun kemuliaan perjanjian lama semakin pudar. Sementara kemuliaan perjanjian baru tidak pudar. Yang satu berhubungan dengan kemampuan manusia. Yang lain berhubungan dengan kemampuan Allah.

Pudarnya kemuliaan perjanjian lama dapat terlihat dalam pengalaman Musa: “Pelayanan yang memimpin kepada kematian terukir dengan huruf pada loh-loh batu. Namun demikian kemuliaan Allah menyertainya waktu ia diberikan. Sebab sekalipun pudar juga, cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya” (2 Korintus 3:7). Kemuliaan yang bersinar dari wajah Musa ketika Tuhan menyatakan hukum Taurat kepadanya, mulai pudar. Kemuliaan tersebut tidak dirancang untuk menjadi kemuliaan yang akan menyinari hidup manusia. “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya” (Ibrani 8:13).

Hukum Taurat perjanjian lama tidak dirancang untuk menghilangkan masalah dosa manusia. Hukum Taurat diberikan untuk mendakwa kita terhadap masalah dasar dosa kita. Juga tidak dirancang untuk membawa berkat yang mulia yaitu pengampunan dan kelimpahan yang Tuhan sediakan bagi manusia. Hanya Yesus Kristus yang dapat melakukan semua hal itu. “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging” (Roma 8:3). Hukum Taurat mengandalkan kemampuan alamiah manusia. Kekuatan manusia tidak mungkin dapat memenuhi ukuran kebenaran sempurna Allah. Yesus-lah yang datang untuk mengatasi masalah dosa manusia di kayu salib.

Ketika kita mencoba untuk hidup dengan hukum Taurat perjanjian lama, maka kita sedang memilih untuk hidup dengan kekuatan manusia. Hal ini akan mengerjakan di dalam kita kemuliaan yang semakin pudar. Seperti seseorang yang mengikuti ibadah kebangunan rohani dengan berapi-api karena banyaknya jemaat, tetapi semangatnya langsung pudar ketika kerumunan orang sudah tidak ada, yaitu ketika ia harus menghadapi kenyataan hidup seorang diri. Kemuliaan hukum Taurat pudar karena hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri.

Perjanjian baru kasih karunia mengatasi masalah dosa manusia. Tuhan mengampuni dosa kita oleh karena kasih karunia-Nya. Lalu oleh kasih karunia-Nya, Ia bekerja di dalam hati kita untuk mengubah hidup kita. Hal ini menghasilkan kemuliaan yang tetap: “Betapa lebihnya lagi yang tidak pudar itu disertai kemuliaan." Kemuliaan ini tidak pudar karena mengandalkan kemampuan Allah.

Doa

Ya Allah maha Mulia, kemuliaan yang sering aku alami hanyalah semangat manusiawiku terhadap janji-janji-Mu. Aku mengakui bahwa kemuliaan tersebut pudar dengan sangat cepat. Aku ingin mengandalkan Engkau dan karya kasih karunia-Mu di dalam hidupku. Oleh kesanggupan-Mu, kerjakanlah kemuliaan yang tetap yang bersinar dalam hidupku. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus aku berdoa. Amin.

Sebab, jika yang pudar itu disertai dengan kemuliaan, betapa lebihnya lagi yang tidak pudar itu disertai kemuliaan. (2 Korintus 3:11) Hukum Taurat perjanjian lama dan kasih karunia perjanjian baru sama-sama memiliki kemuliaan. Namun kemuliaan perjanjian lama semakin pudar. Sementara kemuliaan perjanjian baru tidak pudar. Yang satu berhubungan dengan kemampuan manusia. Yang lain berhubungan dengan kemampuan Allah. Pudarnya kemuliaan perjanjian lama dapat terlihat dalam pengalaman Musa.