Article: 20210425-0000/RK: Perbedaan antara revisi

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari
k (upd)
k (upd)
Baris 15: Baris 15:
| video1caption= Voice of Pentecost 42
| video1caption= Voice of Pentecost 42
| video1shortcaption= VoP 42
| video1shortcaption= VoP 42
| video1host= Pdp Dio Angga Pradipta, MTh
| video1host= Dio A Pradipta
| video1hostcompletename= Pdp Dio A Pradipta, MTh
| video1hostinitial= DAP
| video1hostinitial= DAP



Revisi per 22 Juli 2021 16.05

Bacaan: Matius 19:16-26

Salah satu pesan yang Bapak Gembala kita sampaikan mengenai Tahun Integritas adalah bahwa kita harus mempelajari banyak dari Tuhan Yesus. Yesus adalah model keteladanan utama kita perihal integritas. Jesus is the Man of Integrity. Apa yang Tuhan Yesus lakukan, perkatakan, bagaimana Dia berinteraksi dengan orang-orang yang datang kepada-Nya, menjadi hal-hal yang harus kita perhatikan, pelajari dan terapkan dalam kehidupan kita.

Salah satu interaksi Yesus yang dicatat dalam Alkitab adalah peristiwa dalam Matius 19:16-26, di mana Yesus bercakap-cakap dengan seorang muda yang kaya datang kepada-Nya. Lukas mencatat bahwa orang muda ini juga seorang pemimpin (Lukas 18:18). Jadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sosok yang bercakap-cakap dengan Yesus ini adalah seorang pemimpin muda yang kaya.

Orang muda kaya ini bertanya kepada Yesus: perbuatan baik apa yang harus ia lakukan agar memperoleh hidup yang kekal? (Matius 19:16). Pertanyaan semacam ini diajukan oleh banyak orang dan adalah hal yang wajar saja untuk menanyakan demikian. Namun dalam pertanyaan ini terbetik suatu pemahaman yang perlu Tuhan Yesus luruskan.

  1. Poin pertama: Keselamatan hanya oleh Kristus Yesus
  2. Yesus menjawab pertanyaan anak muda kaya ini dalam ayat 17 dengan “menegur” bahwa bukan karena perbuatan baik-lah seseorang memperoleh hidup kekal. Langkah pertama untuk menerima keselamatan bukanlah dengan perbuatan baik tetapi dengan menerima anugerah keselamatan dari Allah melalui Kristus dengan iman. Doktrin ini konsisten dengan apa yang Yesus ungkapkan sendiri bahwa keselamatan adalah karena percaya kepada-Nya (Yohanes 3:16), hanya melalui Dia (Yohanes 14:6), demikian juga para rasul mengajar tidak ada nama lain yang dapat menyelamatkan kita (Kisah 4:12) dan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah yang kita terima dengan iman (Efesus 2:8-9). Segala perbuatan baik yang dilakukan di luar Kristus tidak akan membawa orang kepada kehidupan kekal. Ini langkah pertama dan dasar yang harus kita pahami.

    Namun kehidupan tidak berhenti di pemahaman ini. Alkitab secara konsisten mengajarkan bahwa kita harus memperhatikan bagaimana kita menjalankan hidup di atas muka bumi ini. Fokus kita bukan hanya kehidupan kekal, tetapi juga bagaimana menjalankan keseharian kita. Anugerah keselamatan yang kita terima dengan iman, sejatinya akan nampak dalam perbuatan-perbuatan kita (Yakobus 2:14-26). Itulah sebabnya Yesus melanjutkan jawaban kepada orang muda ini setelah menerangkan “Satu”, yaitu diri-Nya, yang dapat memberi hidup kekal, dengan menjelaskan bagaimana menjalankan hidup di muka bumi ini. Yesus berkata: Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah. (Matius 19:17). Kata kuncinya adalah: segala perintah Allah (Eng.: keep the commandments). Untuk kita dapat menjalankan keseharian kita sebagai pengikut TUHAN di muka bumi maka kita perlu mengikuti segala perintah-Nya.

  3. Poin kedua: Pilihlah TUHAN dan bukan Mamon agar memiliki hidup
  4. Sangat menarik, orang muda kaya ini melanjutkan pertanyaan kepada Yesus, perintah yang mana yang harus dijalankan? Yesus menjawab dengan mengutip bagian dari Hukum Moral, atau yang umum dikenal dengan nama 10 Perintah Allah (ayat 18-20). Yesus banyak mengajar dengan menggunakan Hukum Moral ini, misalnya sebagaimana tercatat dalam Matius 5-7 “Khotbah di Bukit”. Mulai dari jawaban inilah akan terungkap bahwa untuk mengklaim diri sebagai pribadi yang berintegritas dan agar memiliki hidup yang baik di dunia ini, orang percaya perlu menentukan sikap: memilih Tuhan atau Mamon. Mari kita perhatikan dengan seksama.

    Hukum Moral diberi TUHAN kepada Israel di Sinai (Keluaran 20:1-17). Dalam kesepuluh hukum ini, empat aturan pertama mengatur interaksi manusia dengan Tuhan (ayat 1-11) dan enam aturan selanjutnya mengatur interaksi manusia dengan sesamanya (ayat 12-17). Sekarang kita mengetahui bahwa keempat aturan pertama hanya bisa benar-benar terjadi melalui dan di dalam Kristus, dengan iman. Ini yang Yesus juga jelaskan dalam Matius 19:17. Namun, bukan hanya hidup kekal yang harus kita perhatikan, tetapi juga hidup kita di bumi. Agar hidup kita di bumi terjalani baik, kuncinya adalah kita harus memperhatikan bagaimana kita berinteraksi dengan sesama kita manusia, yaitu saling mengasihi. Enam aturan dalam Hukum Moral inilah yang Yesus kutip dalam Matius 19:18-20 dan ditekankan di ayat 20 agar kita saling mengasihi. Jika kita tidak berlaku baik dan kasih kepada sesama kita, maka menjalankan keseharian kita, entah dalam pendidikan, pekerjaan, bisnis bahkan pelayanan, tidak akan dapat berjalan dengan baik.

Orang muda kaya ini mengklaim bahwa dia sudah menjalankan hukum moral ini, termasuk perihal aturan interaksi dengan sesama. Dia mengklaim dirinya memiliki integritas, taat perintah TUHAN. Namun entah dia lupa, tidak sadar atau pura-pura tidak tahu, Yesus tidak menyebutkan aturan terakhir dari hukum moral, yaitu jangan menginginkan apapun yang dipunyai sesamamu manusia (bdk. Keluaran 20:17). Orang muda kaya ini, jika dia mengklaim dia sudah jalankan semua hukum moral, seyogyanya sadar masih ada satu perintah lagi yang belum diucapkan Yesus. Dia malah bertanya: perintah yang mana lagi yang kurang? (Matius 19:20). Pertanyaan ini Yesus jawab dengan pernyataan yang sebenarnya masih dalam pengertian perintah yang terakhir, tetapi dikalimatkan ulang menjadi: "juallah segala milikmu, bagikan pada orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga dan ikutlah Aku" (ayat 21). Orang muda ini meninggalkan Yesus dengan sedih karena hartanya banyak (ayat 22). Artinya dia lebih memilih untuk terikat dengan Mamon dari pada mengikuti Yesus dan apa yang Yesus perintahkan.

Banyak orang mengira Yesus mengajarkan bahwa kekayaan membuat orang tidak dapat masuk ke Sorga. Bahkan beberapa orang mungkin mengajarkan bahwa semakin miskin semakin baik, dan semakin kaya semakin buruk. Tetapi ini pemahaman yang salah, karena jika benar demikian, maka segala janji TUHAN bahwa Ia akan memberkati kita, memperluas daerah kita dan menyertai kita menjadi hal yang kontradiktif. Tentu tidak demikian.

Tuhan Yesus menunjukkan bahwa orang muda kaya ini ternyata sangat terikat dengan kekayaannya. Orang muda ini telah menjadikan kekayaannya sebagai Mamon. Ketika Yesus menguji apakah orang muda ini bersedia untuk melepaskan kekayaan untuk mengikuti Yesus, jelas sekali orang muda ini tidak bersedia. Seandainya orang muda ini melakukan apa yang TUHAN perintahkan, pasti dia akan tetap sejahtera dan bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi lebih kaya dalam segala hal. Pemiskinan seseorang bukanlah bagian dari rencana TUHAN dalam kehidupan orang percaya yang taat pada-Nya. Ini harus kita pahami dengan benar. Hidup di bumi bisa saja melewati fase-fase lembah kekelaman, badai, pergumulan bahkan penganiayaan. Tetapi di dalam Kristus kita menjadi kuat dan kaya untuk menanggung dan menjalaninya (Filipi 4:10-13). Kekayaan yang TUHAN berikan kepada orang yang benar-benar berintegritas menuruti perintah-perintah-Nya, melampaui kekayaan secara fisik yang umumnya dicari dan dipahami oleh banyak orang.

Mereka yang mengklaim mengasihi sesama, tetapi berfokus pada Mamon (kekayaan) dalam hidup mereka, artinya klaim itu bohong. Jika seseorang mengatakan dirinya mengasihi sesama, tetapi dalam tindakan, pekerjaan dan kesehariannya yang dipikirkan adalah bagaimana menghasilkan kekayaan lebih dan lebih lagi, sampai tidak peduli bahwa tindakan/keputusan yang diambil merugikan orang lain, bahkan membuat dalih/alasan seperti: “namanya juga bisnis”, “sudah hal yang lumrah kalau orang dirugikan”, “salah sendiri kenapa mereka tidak pintar berusaha” dan lain sebagainya, maka sesungguhnya dia tidak mengasihi sesamanya.

Camkan ini: orang yang mementingkan kekayaan, yang terikat dengan kekayaan, yang fokusnya hanya kekayaan, artinya orang itu memilih Mamon dalam hidupnya, bukan TUHAN. Dia tidak mungkin dapat menjalankan kehidupan menempatkan TUHAN menjadi yang Nomor 1 dalam hidupnya, dan tidak mungkin menjalankan perintah TUHAN untuk mengasihi sesama manusia. Orang yang memilih Mamon, fokus pada kekayaan, tidak akan dapat menjalankan perintah yang terakhir: “jangan menginginkan harta sesamamu” karena jika perlu melakukan segala macam cara dan bentuk untuk mendapatkan harta orang lain, termasuk membunuh, mencuri, berzinah dan bersaksi dusta. Orang yang fokusnya Mamon akan bersikap egois (egosentris) dan membenarkan segala tindakan buruk demi harta, termasuk berselingkuh dan perzinahan. Memilih TUHAN atau Mamon adalah suatu keputusan yang serius dan menghasilkan output yang serius juga.

Tuhan Yesus mengingatkan bahwa orang percaya tidak dapat memfokuskan diri pada TUHAN dan Mamon pada saat yang bersamaan. Tidak mungkin. Perhatikan ayat-ayat ini:

“Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:19-21)

“Tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Matius 6:24)

Kekayaan yang kita hasilkan di atas muka bumi, haruslah dihasilkan melalui cara-cara yang diatur dan diperkenan oleh Allah. Bahkan bagaimana menggunakan kekayaan itu pun harus sesuai dengan yang TUHAN ajarkan. Hanya dengan cara demikian, maka kekayaan itu menjadi sesuatu yang berharga, bisa dinikmati dan dapat diteruskan kepada generasi berikutnya. Perhatikan ayat ini:

“Siapa mencintai uang tidak akan puas akan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia. Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatu pun padanya untuk anaknya.” (Pengkhotbah 5:9, 12-13)

Kita mengklaim diri kita berintegritas: artinya mengikuti perintah TUHAN dan mengasihi sesama, itu akan juga akan tercermin bagaimana kita menempatkan kekayaan dalam hidup kita. Almarhum Pdt. Abraham Lalamentik pernah berkata: “Show me how you handle your wealth and I’ll show you how actually you care about other people.” (terj.: Tunjukkan pada saya bagaimana kamu memperlakukan hartamu dan saya tunjukkan padamu bagaimana sesungguhnya kamu peduli pada orang lain). Pilihlah TUHAN dan bukan Mamon.

Epilogue

Setelah mendengar percakapan Tuhan Yesus dengan orang muda kaya tersebut dan pengajaran-pengajaran Yesus tentang hal ini, Rasul Petrus kemudian bertanya kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (Matius 19:27).

Apakah yang akan kita peroleh dari kesetiaan kita mengikut Yesus dan bukan mengikuti Mamon? Jawaban Yesus kepada Petrus menjadi bagian kita juga: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.”

Kita yang mengikut Yesus dengan setia, kita akan mendapatkan bagian kita dari pada-Nya dan bahkan memerintah bersama-Nya. Pilihlah TUHAN dan bukan Mamon. (CS)

Matius 19:16-26 Salah satu pesan yang Bapak Gembala kita sampaikan mengenai Tahun Integritas adalah bahwa kita harus mempelajari banyak dari Tuhan Yesus. Yesus adalah model keteladanan utama kita perihal integritas. Jesus is the Man of Integrity. Apa yang Tuhan Yesus lakukan, perkatakan, bagaimana Dia berinteraksi dengan orang-orang yang datang kepada-Nya, menjadi hal-hal yang harus kita perhatikan, pelajari dan terapkan dalam kehidupan kita.