Menjadi mempelai Kristus

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

“Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih! ” [Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus]. (Wahyu 19:6-8)

Kerinduan kita semua sebagai gereja-Nya adalah menjadi mempelai Kristus pada saat Perjamuan Kawin Anak Domba nanti.

Kronologis dari Wahyu 19 ini menempatkan pengantin itu/Gereja-Nya (2 Korintus 11:2) berada di Surga sebelum kedatangan Kristus ke bumi yang kedua kali (Second Coming). Dengan penjelasan, yaitu:

  • Pengantin itu telah berpakaian lengkap dan telah siap di Surga saat Perjamuan Kawin Anak Domba, demikianlah Gereja-Nya sudah mengalami pengangkatan dan ada di surga.
  • Pengantin yang sudah berada di surga itu berpakaian lenan halus (ayat 9). Agar perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus itu menjadi lengkap, mereka harus berada di surga dan dibebaskan dari kecemaran.

Ada 2 hal penting yang harus kita perhatikan dalam persiapan kita menjadi Mempelai Kristus, yaitu:

  1. Telah siap sedia untuk menjadi Pengantin (ayat 7)
  2. Adapun ciri-ciri Pengantin yang telah siap yaitu:
    1. Dewasa rohani
    2. “Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13) Salah satu syarat dalam pernikahan adalah orang yang dewasa, bukan anak-anak. Bagaimana mungkin seorang anak kecil dapat melakukan pernikahan? Karena itu sebagai umat Tuhan yang siap menjadi Mempelai-Nya, kita harus semakin dewasa rohani. Bukan berdasarkan berapa lamanya kita menjadi orang Kristen, tetapi seberapa tingkat iman percaya kita kepada Tuhan.
    3. Mengasihi Yesus lebih dari segalanya
    4. “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:37) Hanya pasangan yang saling mengasihi yang menjadi pasangan yang siap menikah. Jika seseorang tidak mengasihi pasangannya, bagaimana ia bisa menikah. Atau jika seseorang lebih mengasihi orang lain, bagaimana ia dapat menikah dengan pasangannya, karena tidak ada orang yang mau diselingkuhi. Dan tanda-tanda seorang yang siap menikah adalah bertambah mengasihi, setiap hari semakin dekat hatinya dengan pasangannya. Apakah kita semakin bertambah mengasihi Yesus? Apakah kita menanti-nantikan kedatangan-Nya?
  3. Berpakaian Lenan Halus (ayat 8)
  4. Lenan halus berbicara tentang kekudusan. Bagaimana cara supaya dapat mengenakan kekudusan sebagai pakaian kita:
    1. Mengejar kekudusan
    2. “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” (Ibrani 12:14) Bertekad untuk hidup kudus dengan kemauan untuk selalu hidup kudus. Kita harus mengejar kekudusan itu. Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan pada saat tidak ada seorang pun melihat perbuatan kita? Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan di saat dunia menawarkan perbuatan yang tidak kudus? Apakah kekudusan itu sudah menjadi gaya hidup kita?
    3. Hidup dalam kekudusan
    4. “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”. (1 Petrus 1:14-16) Tidak cukup dalam tekad tapi kekudusan harus dilakukan senantiasa dalam hidup kita. Kita harus menjauhi dosa. Kekudusan mengandung pengertian terpisah dari cara-cara fasik dunia dan dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah Allah. Biarlah kekudusan bukan hanya menjadi kerinduan kita saja, tetapi juga menjadi gaya hidup kita.
    5. Kasih Karunia Allah menguduskan kita
    6. “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya hidup kita bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan pernyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri yang rajin berbuat baik.” (Titus 2:11-14) Kita harus tahu bahwa hanya karena pertolongan Tuhan-lah kita bisa hidup kudus. Karena Dia yang menguduskan kita. Dengan pertolongan Roh Kudus maka kita bisa hidup dalam kekudusan, karena Dialah yang memberikan anugerah dan kekuatan di dalam kita. Semuanya bukan karena kuat dan gagah kita melainkan karena Roh Kudus. Oleh karena itu mohon pertolongan Roh Kudus untuk kita dapat hidup dalam kekudusan. Amin!

Sumber

  • (AS) (30 Agustus 2013). "Renungan Khusus". Warta Jemaat. GBI Jalan Gatot Subroto. Diakses pada 30 Agustus 2013.