Pembenaran dan kelahiran baru (Pengajaran Dasar GBI)

Dari GBI Danau Bogor Raya
Lompat ke: navigasi, cari

Pembenaran dan kelahiran baru terjadi karena iman di dalam darah Yesus Kristus, yang dikerjakan oleh Roh Kudus.

A. Pendahuluan

Gereja Bethel Indonesia (GBI) meyakini sepenuhnya bahwa salah satu bagian dari rencana keselamatan Allah kepada orang berdosa adalah melalui konsep pembenaran oleh iman dan kelahiran baru. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari mata rantai keselamatan, yang tidak dapat dipisahkan dari mata rantai lainnya seperti konsep penebusan, pertobatan, pilihan, penyucian, pemulihan, pengangkatan, pendamaian, dan Iain-lain.

Konsep pembenaran terkait erat dengan posisi legal manusia di hadapan Allah. Seseorang yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi, oleh Allah dinyatakan secara resmi sebagai manusia benar sehingga ia mempunyai hak legal dalam Kerajaan Allah. Dengan demikian, butir lima Pengakuan Iman GBI merupakan hal yang sangat penting dalam bingkai pembahasan menyeluruh tentang konsep keselamatan.

Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimanakah manusia itu dibenarkan dan dilahirkan baru? Sudah tentu jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan ini berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa pembenaran dan kelahiran baru adalah anugerah Allah semata-mata; tetapi ada pula yang mengatakan bahwa pembenaran dan kelahiran baru adalah perbuatan manusia.

Dilandasi dengan paparan singkat di atas sebagai catatan pembuka, maka kita perlu menjelaskan pengertian apa yang dimaksud Alkitab mengenai pembenaran dan kelahiran baru.

B. Pembenaran karena iman

Pembenaran oleh iman merupakan salah satu elemen penting dari rencana penyelamatan Allah terhadap manusia yang berdosa. Karena itu doktrin pembenaran oleh iman merupakan salah satu bagian penting dalam usaha memahami secara lengkap tentang konsep keselamatan dari Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus.

1. Definisi dan pengertiannya

Istilah "pembenaran" (justification) merupakan suatu istilah di mana seseorang dinyatakan benar dalam hubungannya dengan Allah. Ada yang menyebutnya sebagai suatu proses di mana orang- orang yang tadinya berdosa menjadi dapat diterima oleh Allah yang kudus. Dengan kata lain, pembenaran merupakan tindakan Allah mengubah orang berdosa menjadi benar di mata-Nya. Manusia berdosa diampuni dan dinyatakan telah memenuhi semua tuntutan hukum Allah kepada manusia.

Kata pembenaran dipakai juga untuk menggambarkan berita sentral dari pesan Injil yang dinyatakan oleh Paulus. Hal itu secara khusus dinyatakan oleh Paulus dalam Galatia 2:16, "Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus...", dan dalam Roma 5:1, "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." Dari dua ayat di atas menunjukkan bahwa pembenaran adalah tindakan hukum Allah. Orang-orang berdosa dibenarkan oleh karena imannya kepada Yesus Kristus.

Tekanan utama dari pembenaran oleh iman di dalam Yesus Kristus mengandung dua aspek, yaitu pengampunan (forgiveness) dan diangkatnya semua dosa, serta berakhirnya keterpisahan manusia berdosa dari Allah (lih. Kis 13:39, Rom 4:6-7, 5:9-11, 2 Kor 5:19). Dapat dipahami pula bahwa istilah pembenaran merupakan terjemahan dari bahasa Yunanil dikaiosis (to justify) yang erat kaitannya dengan dikaiosune yang artinya kebenaran (righteousness).

Dalam Perjanjian Lama, konsep kebenaran (righteousness) digunakan kata tsedeq, tsedaqa. Kata ini seringkali muncul dalam konteks pengadilan. Seorang yang benar adalah orang yang telah dinyatakan hakim terbebas dari kesalahan. Tugas dari hakim itu adalah untuk menghukum/mengutuk orang bersalah dan membebaskan orang yang tak berdosa. Ketika seseorang berseteru, mereka akan membawa perseteruannya itu ke pengadilan dan hakim akan memutuskan kasus tersebut, membebaskan orang yang tidak bersalah dan menghukum orang yang bersalah (lih. Ul 25:1). Latar belakang pemahaman inilah yang memberi inspirasi kepada Paulus untuk menjelaskan konsep pembenaran orang berdosa di hadapan Allah.

Adapun kata kerja Yunani yang digunakan dalam Roma 5:1 di atas berarti satu kali transaksi yang berlaku untuk selama-lamanya. Kita telah dibenarkan, yaitu dinyatakan tidak bersalah, sekali untuk selama-lamanya. Jika kita menerima Tuhan Yesus Kristus yang telah mati sebagai ganti kita di atas kayu salib, maka kita dibenarkan, berdamai dan dibebaskan dari hukuman.

Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah, apakah cukup adil membenarkan orang yang nyata-nyata telah bersalah? Bagaimana la melakukan hal ini, bila kita memikirkan natur atau hakekat sifat moral Allah yang kudus? Jawabannya, kita harus menerima konsep 'pembenaran' bukan dengan kalkulasi manusia. Bagaimana pun pembenaran ini bermula dan berakhir pada Allah. Dalam Roma 3:26 dinyatakan, “bahwa la benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” Sebenarnya Allah membenarkan kita yang berdosa bukan karena la mentolerir dosa dan pelanggaran. Keluaran 23:7, "... sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah." Bagaimana pun pelanggaran atau dosa tidak mungkin dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang baik. Oleh karena itu pembenaran harus dimengerti ketika manusia mengambil keputusan beriman kepada Kristus. Jadi dasar pembenaran itu sendiri terdapat di dalam Yesus Kristus (lih. Rom 4:25, 5:18) dan juga karena iman (percaya).

Hal tersebut di atas dapat dipertegas berdasarkan perbandingan dari apa yang dicontohkan Paulus mengenai kasus Abraham. "Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran" (Rom 4:2-3). Perhatikan perbandingan yang ditegaskan Paulus di atas. Jadi, sebagaimana dasar pembenaran Allah kepada Abraham bukan karena perbuatannya tetapi karena percayanya. Kepercayaan Abraham terhadap Allah diperhitungkan sebagai kebenaran. Konsep pembenaran orang berdosa semata- mata dikarenakan kepercayaan (iman) kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Dan inilah yang memungkinkan orang berdosa dipulihkan (diperdamaikan) hubungannya dengan Allah. Kata memperhitungkan di sini adalah dikreditkan (dipercayakan) kepadanya.

Karena itu kita tidak boleh melepaskan konsep pembenaran dari Kristus dan iman. Hal itu secara jelas tampak dalam ungkapan "dibenarkan karena iman" terhadap apa yang sudah dikerjakan Kristus. Pekerjaan Kristus di atas kayu salib harus sepenuhnya diterima. Jikalau iman tidak didasari dengan apa yang telah dikerjakan Kristus di atas kayu salib, maka injil kita tidak mempunyai dasar yang jelas dan kuat.

Jikalau kita menganggap bahwa Allah menerima kita karena perbuatan-perbuatan kita maka sesungguhnya kita telah menaruh pembenaran berdasarkan diri kita sendiri. Dalam Lukas 16:15, Yesus mengkritik orang-orang Farisi, "Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah." Orang-orang Farisi mengagumi perbuatan-perbuatan dan pencapaian-pencapaian kerohanian mereka sendiri, dan merasa bahwa dengan demikian mereka lebih layak di hadapan Allah. Padahal apa yang dinyatakan Allah sebagai yang “benar” melebihi daripada apa yang dapat manusia pikirkan dan kerjakan.

Kriteria Allah sangat berbeda dari kriteria manusia dalam mengukur apa yang disebut "benar". Bagi Allah, seorang yang benar adalah orang yang menurut penilaian-Nya telah memenuhi standar-Nya dalam hubungan yang benar dengan diri-Nya. Dengan demikian hanya Allah saja yang akhirnya dapat menentukan apakah manusia itu telah memenuhi aturan yang telah ditetapkan- Nya bagi kebenaran manusia. Galatia 2:16, 3:11 menegaskan bahwa pembebasan dari kesalahan bukan didasarkan pada ketaatan kepada hukum Taurat melainkan pada kematian Kristus. Kematian-Nya adalah manifestasi kasih Allah yang tertinggi bagi orang-orang berdosa, dan sekaligus menjadi dasar jaminan pembenaran itu.

Jika Allah membenarkan orang berdosa berdasarkan perbuatan, maka itu artinya Allah menyangkali kenyataan hukum dan keadilan. Bukan itu saja, kematian Kristus menjadi sesuatu yang sia-sia. Bagaimanapun hukum dan keadilan terhadap orang berdosa adalah maut (lih. Roma 6:23). Karakter moral Allah yang adil dan kudus menuntut hukuman maut bagi orang berdosa. Maut bukan sekadar mati secara fisik, tetapi suatu kondisi di mana manusia binasa selama-lamanya. Hal inilah yang mendorong Allah untuk datang mengambil alih apa yang tidak bisa dikerjakan manusia berdosa.

la mencurahkan anugerah-Nya bagi orang berdosa. Efesus 2:8-9, "Oleh karena kasih karunia kamu telah diselamatkan oleh iman itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada seorang yang memegahkan diri." Tidak ada yang dapat dibanggakan manusia dalam proses penyelamatan Allah, semuanya itu murni kemurahan dan pekerjaan Allah. Bahkan iman itu sendiri adalah anugerah/pemberian Allah yang memungkinkan kita memercayai dan menerima apa yang telah Kristus kerjakan bagi kita yang berdosa. Sekali lagi, dasar dari pembenaran itu adalah kematian Kristus, dan sarana yang olehnya pembenaran itu menjadi efektif bagi setiap orang adalah iman, dan bukannya perbuatan (lih. Rom 3:28).

2. Hasil dari pembenaran

Seseorang yang telah sungguh-sungguh dibenarkan akan memanifestasikan fakta ini dalam perbuatan-perbuatan kebajikan. Yakobus 2:21-22, "Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."

Dari pernyataan Yakobus ini jelas terlihat bahwa dengan berbuat kebaikan atau tidak hidup di dalam dosa, maka iman kita disempurnakan. Adapun hasil dari pembenaran ini, seperti yang telah disinggung di atas adalah (1) Kita berdamai dengan Allah (Rom 5: 1). (2) Kita mendapat akses (jalan masuk) ke hadirat Allah saat menyembah, memuji dan berdoa. Hal ini merupakan berkat yang luar biasa yang tidak pernah terjadi dalam Perjanjian Lama. Orang-orang yang memercayai apa yang sudah dikerjakan Yesus di atas kayu salib memperoleh keberanian untuk menghampiri-Nya bahkan memanggil-Nya, “Abba, ya Bapa”. (3). Kita akan dimotivasi untuk hidup bagi kebenaran dan kekudusan. (4) Pembebasan dari hukuman dosa (lih. Rom 8:1,33-34). Tidak ada satu tuduhan pun yang patut ditimpakan kepada orang yang sudah dibenarkan. (5) Pembebasan dari murka Allah yang seharusnya menimpa manusia berdosa. Seperti tertera dalam 1 Petrus 2:24, yang berkata, "la sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." Hal yang sama dapat ditemukan dalam Yohanes 3:36, 5:24 dan Roma 5:9.

3. Kelahiran baru oleh Roh Kudus

Hidup kekal berasal dari Allah. Diperoleh melalui kelahiran baru (regenerasi), bukan reformasi atau perbaikan tambal sulam. Hidup baru itu baik, indah dan menarik. Karena itu, menjadi salah satu tekanan utama dari pengakuan iman GBI.

Definisi dan Pengertiannya

Bagian lain yang dinyatakan dalam Alkitab sebagai bagian inti dari keselamatan Kristen adalah kelahiran baru. Bila pembenaran menyangkut ketetapan yuridis status manusia berdosa yang memercayai pekerjaan Kristus di atas kayu salib dan membutuhkan iman kepada pekerjaan tersebut, maka kelahiran baru merupakan pekerjaan tersembunyi yang dilakukan Roh Kudus atas orang yang menerima pembenaran itu. Istilah kelahiran baru berasal dari bahasa Yunani genethe anothen yang berarti dilahirkan kembali (lih. Yoh 3:3,5). Kata anothen berarti "kembali" dan juga "dari atas” (lih. Yoh 3:3, 19:11). Kombinasi kata genethe dan anothen mempunya pengertian lahir baru. Di dalam Titus 3:5 ditulis loutrou palinggeneias yang berarti "oleh pembasuhan atau pelepasan atau penebusan" dan anakainoseos yang berarti "pembaharuan oleh Roh Kudus."

Sebenarnya pertobatan dan kelahiran baru adalah dua hal yang tak terpisahkan. Pertobatan merupakan tindakan berpaling dari dosa kepada Kristus; sementara kelahiran baru merupakan peristiwa orang berdosa dijadikan baru atau ciptaan yang baru oleh kuasa Roh Kudus. Kelahiran baru merupakan instrumen yang membawa kita kepada persekutuan keluarga Allah, kerajaan Anak Allah. Jikal pertobatan berkenaan dengan respon manusia kepada tawaran keselamatan Allah dan pendekatan-Nya kepada manusia, maka kelahiran baru merupakan sisi lain dari pertobatan. Ini merupakan suatu tindakan yang secara total dilakukan oleh Allah. Kelahiran baru adalah transformasi Allah terhadap orang percaya, la memberikan vitalitas baru dan tuntutan bagi hidup mereka ketika mereka menerima Kristus.

Doktrin kelahiran baru ini didasarkan pada asumsi sifat alamiah dari manusia yang membutuhkan transformasi. Alkitab mengatakan bahwa manusia telah mati secara rohani, dan oleh karena itu tidak mungkin lagi orang yang sudah mati ini dapat memahami Allah dan menaati-Nya. Seorang yang mati tidak mungkin juga dapat bertumbuh. Satu-satunya cara adalah manusia harus dilahirkan kembali. Proses kelahiran baru itu diawali dengan beriman kepada Kristus.

Gambaran Alkitab mengenai seorang yang tidak dilahirkan baru s e p e r t i o r a n g b u t a , t u l i d a n t i d a k m e m p u n y a i sensitivitas/kepekaan terhadap perkara-perkara rohani. Orang yang tidak dilahirkan baru tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan apa yang baik dan tidak bisa menolong diri mereka sendiri dari kebutaan rohani tersebut. Waktu kita membaca Roma 3:9-20, bahasa aslinya menjelaskan kebutuhan akan adanya perubahan radikal dan metamorfosis, bukan sekedar memodifikasi atau memperbaiki manusia.

Gambaran lebih lanjut dalam Alkitab mengenai kelahiran baru diungkapkan beragam, gamblang dan bervariasi; mulai dari istilah dilahirkan kembali (Yoh 3:3), dilahirkan dari air dan Roh (Yoh 3:5), penciptaan kembali (Mat 19:28), dihidupkan dari mati rohani (Ef 2:5), pembaharuan manusia batiniah (2 Kor 4:16), mengenakan manusia baru (Ef 4:24, Kol 3:10), dan lain sebagainya. Hal yang sama juga sudah terdapat dalam Perjanjian Lama. "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; dan juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan- peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka (Yeh 11:19-20)” Meskipun gambarannya berbeda dengan Perjanjian Baru, namun jelas bahwa ide dasar bagaimana pekerjaan Roh Kudus mentransformasi kehidupan dan roh manusia pada dasarnya sama. Dalam Perjanjian Baru, istilah kelahiran baru “palingenesia” muncul sebanyak dua kali untuk menggambarkan regenerasi (regeneration) dan sekali dalam pengertian dilahirkan kembali (born again). Regenerasi terdapat dalam Matius 19:28 yang merujuk kepada pengertian "memperbaharui segala sesuatu," sebagai bagian dari eskatologi; dan satunya lagi terdapat dalam Titus 3:5, yang berkenaan dengan keselamatan., "Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi oleh rahmat-Nya, oleh permandian kelahiran kembali. " Sementara ide mengenai dilahirkan kembali

juga muncul dalam Yohanes 3:5-8. Dibingkai dalam dialog Tuhan Yesus dengan Nikodemus. Yesus mengatakan kepada Nikodemus bahwa tidak seorang pun akan melihat kerajaan Allah bila ia tidak dilahirkan kembali (ayat 3). Dalam ayat 7 disebutkan, "Janganlah kamu heran, karena Aku berkata kepadamu; kamu harus dilahirkan kembali."

Kata Yunani yang digunakan di sini adalah anothen yang dapat diartikan sebagai "dari atas”, maksudnya yang dikerjakan oleh Allah. Maka sangat benar bila dikatakan dilahirkan "kembali" atau dilahirkan "baru". Hal ini terlihat jelas dari respon Nikodemus, "Bagaimanakah mungkin seseorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?" (ayat 4).

Pekerjaan kelahiran baru ini bukanlah sesuatu yang dapat dikerjakan manusia. "Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan Roh, adalah roh" (ayat 6). Pekerjaan itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Oleh Roh Kudus lah Allah memungkinkan manusia menerima panggilan ilahi tersebut.

Tidak ada alternatif lain agar seseorang selamat selain bertobat dan dilahirkan baru. Jika tidak. ia pasti akan terhilang. Kelahiran baru bukan sekedar dibaptis, bukan sekadar menjadi anggota gereja dan bukan sekadar memakai simbol – simbol Kristen, melainkan suatu peristiwa iman yang terjadi ketika seseorang membuka hatinya menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat: Saat itu merupakan momen terpenting dalam hidup seorang percaya Meski tidak tampak secara kasat mata bagaimana proses Roh Kudus melahirkan seseorang menjadi manusia baru, namun dengan iman kita menerima pekerjaan itu. Dalam konteks pembicaraan Yesus dengan Nikodemus, pekerjaan Roh Kudus diilustrasikan oleh Yesus seperti angin; walau kita tidak dapat melihatnya namun kita merasakannya.

Ayat-ayat Alkitab dalam: Yoh 1:12-13; 2 Kor 5:17; Ef 2:1, 5-6; Yak 1:18; 1 Petr 1:3, 23; 1 Yoh 2:29; 5:1,4, baik langsung maupun tidak langsung membahas tentang kelahiran baru. Kata kerja Yunani yang dipakai di ayat-ayat tersebut berbentuk aorist, yang menunjuk kepada peristiwa tanpa durasi (jangka) waktu atau bentuk perfect yang menunjuk kepada tahapan penyelesaian, memberi penjelasan secara tegas bahwa tindakan itu adalah instan dan langsung. Roh Kudus dan firman-Nya dipakai oleh Allah untuk melahirkan seseorang menjadi manusia baru, "Karena telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal" (1 Pet 1:23).

4. Hasil dari kelahiran baru

Adapun bukti nyata dari orang yang telah dilahirkan baru meliputi:

  1. Kelahiran baru menjadikan orang percaya itu menjadi anak Allah.

    Hal itu berarti semua milik Bapa di sorga tersedia baginya sekarang dan selamanya (lih. Yoh 1:12; Gal 3:26; Rom 8:16-17).

  2. Kelahiran baru menjadikan seseorang ciptaan baru dengan hati baru (lih. 2 Kor 5:17; Ef 2:10).

    Bukannya perubahan fisik (lih. Rom 8:9), namun bentuk atau pola hidupnya tidak lagi mengikuti pola dunia.

  3. Kelahiran baru menjadikan orang-orang percaya menjadi pewaris kodrat Allah (lih. Ef 4:24, Kol 3:10).

    Kodrat lama yang hancur dan bejat total diganti dengan kodrat baru.

  4. Kelahiran baru mengakibatkan hadirnya ciri hidup "kasih kepada semua saudara" (lih. 1 Yoh 3:14, 4:7).

    Siapakah sesama saudara itu? Jawabannya terdapat dalam 1 Yohanes 5:1, "Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga Dia yang lahir dari pada-Nya." Apakah pernyataan kasih itu? Jawabannya terlihat dalam 1 Yohanes 3:16,18, yaitu menyerahkan nyawa, mengasihi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.

  5. Kelahiran baru menjadikan orang percaya berbuat kebenaran.

    “Jikalau kamu tahu, bahwa la adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari pada-Nya" (1 Yoh 2:29).

  6. Kelahiran baru menjadikan orang percaya tidak akan hidup dalam dosa.

    "Setiap orang yang lahir dari ALLAH, tidak berbuat dosa lagi; benih ilahi tetap ada didalam dia, ia tak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari ALLAH" (1 Yoh 3:9). "Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari ALLAH, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir Allah dari melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya" (1 Yoh 5:18)

  7. Kelahiran baru menjadikan orang percaya memiliki sensitivitas baru kepada perkara-perkara rohani, memiliki arah hidup yang baru dan kemampuan yang kian meningkat dalam menaati Allah.

    Hal ini mungkin terjadi sebab sekarang dia telah menjadi ciptaan yang baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; sesungguhnya yang lama sudah berlalu" (2 Kor 5:17). Jadi yang baru telah menjadi nyata di dalam hidup sekarang ini, sekalipun kesempurnaannya baru akan menjadi kenyataan kelak pada akhir zaman. Dengan pembaharuan, yang sekarang telah berlaku dalam hidup orang beriman, kita diberi jaminan bahwa kelak kita akan menerima kesempurnaannya (2 Kor 1:20-22, 5:5, Ef 1:13-14).